Senin, 03 November 2014

Renadiyati Pertiwi


PERANAN EPISTEMOLOGI TERHADAP

PERKEMBANGAN ILMU BAHASA

Renadiyati Pertiwi
1211503105


BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan kritis dari ilmu-ilmu dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai mereka. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains misalnya, yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Demikian halnya yang terjadi pada ilmu bahasa. Perhatian filsuf terhadap bahasa semakin besar. Mereka sadar bahwa dalam kenyataannya banyak persoalan-persoalan filsafat, konsep-konsep filosofis akan menjadi jelas dengan menggunakan analisis bahasa. Tokoh-tokoh hadir dengan terapi analitika bahasanya untuk mengatasi kelemahan, kekaburan, kekacauan yang selama ini ada dalam berbagai macam konsep filosofis.
                 Berkembangnya ilmu bahasa adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologis, yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya

1.2    Rumusan Masalah

1.      Bagaimana peranan epistemologi terhadap perkembangan ilmu bahasa?
2.      Bagaimana perkembangan bahasa di dunia?

1.3    Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui bagaimana peranan epistemologi terhadap perkem-bangan ilmu bahasa, dan untuk mengetahui perkembangan bahasa di dunia.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Epistemologi

Istilah “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu “episteme” yang berarti pengetahuan dan ‘logos” berarti perkataan, pikiran, atau ilmu. Kata “episteme” dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya menundukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka, secara harafiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya.
Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada epistemologi adalah P. Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Tokoh lain yang mencoba mendefinisikan epistemoogi adalah D.W Hamlyin, beliau mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat  dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian – pengandaian serta secara umum hal itu dapat  diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.
Runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemology is the branch of philosophy which investigates the origin, stukture, methods and validity of knowledge. Itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan istilah epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F Ferrier pada tahun 1854 (Runes, 1971-1994).

2.2 Peranan Epistemologi Terhadap Perkembangan Bahasa

Bahasa adalah suatu sarana perhubungan rohani yang amat penting dalam hidup bersama. Sedangkan Filsafat, jika dilihat dari ilmu asal-usul kata (etimologi), istilah filsafat diambil dari kata falasafah yang berasal dari bahasa Arab. Istilah ini diadopsi dari bahasa Yunani, yaitu dari kata “philosophia”. Kata philosophia terdiri dari kata philein yang berarti cinta (love), dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Dengan demikian, secara etimologis filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan (love of wisdom) secara mendalam. Dari sini terdapat ungkapan yang menyatakan bahwa filosof (filsuf, failasuf) adalah seorang yang sangat cinta akan kebijaksanaan secara mendalam. Dan kata filsafat pertama kali digunakan oleh phytagoras (582-496 m). selanjutnya berikut ini beberapa penjelasan mengenai filsafat menurut para ahli yaitu bahasa; a) filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli (Plato), b) filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politi k, dan estetika (Aristoteles), c) filasafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam amaujud bagaimana hakikat yang sebenarnya (Al-Farabi), d) filsafat adalah sekumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan (Rene Decrate), e) filasafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok pangkal dari segala pengetahuan, yang didalamnya mencakup masalah epistemology mengenai segala sesuatu yang kita ketahui ((Immanuel Kant), f) filasafat adalah berpikir tentang masalah-malasah yaitu tentang makna keadaan, Tuhan, keabadian, dan kebebasan (Langeveld), g) filasafat adala ilmu yang menyelidiki tentang segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia (Hasbullah Bakri), h) filasafat adalah pemerenungan terhadap sebab-sebab “ada” dan berbuat tentang kenyataan (reality) sampai pada akhir (N. Driyarka), i) filsafat adalah hal-hal yang menjadi objek dari sudut intinya yang mutlak dan yang terdalam (Notonagoro), j) filasafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka (Ir. Paedjawijata), k) filsafat adalah ilmu yang selalu
mencari yang hakiki baik masalah ketuhanan, realita yang dialami baik dari subjek yaitu manusia maupun dari objeknya yaitu alam (Muhsyanur Syahrir).
Peranan filsafat bahasa sangat penting pada pengembangan ilmu bahasa karena filsafat bahasa adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat bahasa, sebab dan asal mula bahasa. Pada dasarnya perkembangan aliran filsafat analitika bahasa meliputi tiga pokok aliran yakni, aliran atomisme logis, positifisme logis dan filsafat bahasa biasa. Aliran bahasa inilah yang menjadi pengaruh yang sangat kuat dibandingkan aliran yang lain.
Aliran filsafat bahasa mempunyai beberapa kelemahan, antara lain:
1.      Kekaburan makna
2.      Bergantung dengan konteks
3.      Penuh emosi
4.      Menyesatkan
Untuk meminimalisir hal – hal tersebuh hendaknya perlu dilaukan pembaharuan bahasa yaitu perlu di wujudkan suatu syarak dengan logika sehingga ungkapan – ungkapan yang digunakan dalam bahasa dapat dipertanggugjawabkan secara filsafat. Sebagai suatu bidang khusus, filsafat bahasa mempunyai kekhususan tersendiri karena masalah yang dibahas mengenai bahasa. Jadi, peran filsafat sangat penting terhadap perkembangan ilmu bahasa.

2.3 Perkebangan Bahasa di Dunia Barat

Sejarah perkembangan ilmu bahasa di dunia barat dimulai sejak dua puluh empat abad yang lalu, yaitu abad IV sebelum masehi oleh Plato yang membagi jenis kata bahasa yunani kuno dalam kerangka telaah filsafatnya. Dalam kerangka telaah filsafatnya Plato membagi jenis kata bahasa yunani kuno menjadi dua golongan yakni onom  dan rhema. Onoma adalah jenis kata yang biasanya menjadi pangkal pernyataan dan pembicaraan, dalam kata lain onoma pun disebut sebagai pernyataan pertama atau kurang lebihnya itu disejajarkan dengan kata benda. Sedangkan rhema adalah jenis kata yang biasanya dipakai untuk mengungkapkan pernyataan atau pembicaraan, dalam kata lain rhema merupakan pernyataan kedua dan dapat dijajarkan dengan kata kerja atau sifat.
Pola pikir tersebut kemudian dikembangkan oleh Aristoteles (384 SM-322 SM). Dimana Aristoteles membagi jenis kata bahasa yunani kuno menjadi tiga golongan, yakni onoma, rhema, syndesmos. Dua jenis kata sama dengan pokok pikiran gurunya, sedangkan yang satunya lagi sebagai buah pikirannya sendiri sebagai usaha melengkapi pembagiannya itu.
Kriteria pembagian jenis kata yang dipergunakan oleh Aristoteles tidak lagi semata-mata filosofis melainkan lebih kepada pemikiran linguistik. Onoma sekarang ditafsirkan sebagai jenis atau golongan kata yang mengalami perubahan bentuk secara deklinatif, yaitu perubahan bentuk kata yang disebabkan oleh perbedaan jenis kelamin, jumlah dan kasus. Rhema diartikan  sebagai golongan kata yang mengalami perubahan bentuk secara konjugatif, yaitu perubahan bentuk kata yang disebabkan oleh perbedaan personal, jumlah, dan kala (tenses).
Pada akhir abad kedua masehi (130 SM) oleh Dyonisius Thrax dimana pada saat ini sangat menjadi anutan para ahli tata bahasa, beliau menjadikan jenis kata bahasa mencapai delapan, yakni:
a.       Nomina
b.      Pronomin
c.       Artikel
d.      Verba
e.       Adverbial
f.       Preposis
g.      Partisipium
h.      Konjugasi
Dimana yang sebelumnya pembagian ini melakukan oleh Zeno. Jenis kata menjadi empat, yakni:
a.       Nomina
b.      Verba
c.       Artikel
d.      Konjugasi

Pada abad ke-IV dan V,  gramatisi yang terkenal pada saat itu adalah Donatius dan Priscianus. Karangan kedua gramatis ini sangat terkenal dan besar sekali pengaruhnya diseluruh eropa. Pembagian jenis kata pada saat itu menjadi tujuh, yaitu:
a.       Nomina
b.      Pronominal
c.       Verba
d.      Adverbial
e.       Preposisi
f.       Partisipium
g.      konjugasi/konjungsi

Pada abad pertengahan orang-orang eropa berlomba-lomba mempelajari bhasa latin. status bahasa latin pada saat itu memang sangat tinggi hingga bahasa-bahasa lain yang termasuk bahasa-bahasa mereka asli mereka sendiri dianggap sebagai bahasa vulgar. Setelah abad XVI barulah muncul kesadaran untuk mempelajari bahasa mereka sendiri. Pembagian jenis kata pada abad pertengahan dilakukan oleh modistae. Ia membagi jenis kata menjadi delapan, yaitu:
a.       nomina
b.      pronominal
c.       partisipium
d.      verb
e.       adverbial
f.       preposisi
g.      partisipium
h.      konjungasio
i.        interjeksi
Pada zaman Renaisance pembagian jenis kata kembali menjadi tujuh, yaitu:
a.       Nomina
b.      Pronominal
c.       Partisipium
d.      Adverbial
e.       Preposisi
f.       Konjungsi
g.      Interjeksi

Dan pembagian jenis kata ini di negeri belanda menjadi sepuluh, yaitu: :
a.       Nomina
b.      Verba
c.       Pronomina
d.      Adverbia
e.       Adjektiva
f.       Numeralia
g.      Preposisi
h.      Konjungsi
i.        Interjeksi
j.        Artikel.
Tradisi inilah yang kemudian dikutip oleh para ahli tatabahasa tradisional di Indonesia.
Di Indonesia ada tradisi lain di dalam hal pembagianjenis kata ini, yaitu pembagian jenis kata atas 3 golongan, yakni: (1) isim, (2) fi’il, (3) harf.
 Pemabagian semacam ini dilakukan oleh Sultan Muhammad Zain. Dia terpengaruh oleh ahli tata bahasa melayu Raja Alihaji. Raja Alihaji sendiri pada dasarnya terpengaruh oleh tradisi Arab, yakni dari seorang ahli tata bahasa Arab yang bernama Sibawaihi. Sibawaihi sendiri meneruskan poko pikiran gurunya yaitu Addu’ali.
Awal abad XX fajar mulai merekah, paham baru mulai muncul . munculnya karangan Ferdinand de Saussure yang berjudul “Cours de Linguistique generale”(1916) merupakan angin segar bagi perkembangan ilmu bahasa modern. Bahkan secara ekstem orang mengatakan buku tersebut merupakan revolusi di dalam sejarah perkembangan ilmu bahasa. Konsepnya tentang signifiant dan signifie merupakan kunci utama untuk memahami hakikat bahasa.
Konsep lain yang ditampilkan antara lain parole, langue dan langage; representasi grafis, serta deretan sintakmatik dan pradigmatik. Pandangan de Saussure ini kemudian berkembang menjadi suatu aliran dengan nama aliran Strukturalisme. Dibawah panji-panji strukturalisme ini linguistic modern berkembang dengan pesatnya hingga sekarang. Walaupun sekarang ini bermunculan beraneka macam aliran linguistic seperti transformasionalisme, tagmemik, case grammer, dll.
Pembagian jenis kata pada zaman strukturalisme tidak lagi menggunakan criteria filosofis. Melainkan criteria structural yang meliputi struktur morpologis, faseologis, klausal. Berdasarkan criteria itu Moeliono (dalam kridlaksana, 1986:19) membagi jenis kata Indonesia menjadi tiga, yakni:
a.       Nominal
b.      Verbal
c.       Partikel
Apabila kita ini kita bandingkan dengan tradisi Arab dan Yunani terdapat kesejajaran sebagai berikut:
Aristoteles :                       Arab :                          strukturalisme :
(1)   Onoma                      (1) isim                        (1) nominal
(2)   rhema                        (2) fi’il                         (2) verbal
(3)   syndesmos                 (3) harf                        (3) partikel      

2.4 Perkembangan Ilmu Bahasa Di Dunia Timur

Sejarah perkembangan ilmu bahasa didunia timur dimulai dari india kurang lebih empat abad sebelum masehi, jadi hampir bersamaan dengan dimulainya sejarah ilmu bahasa didunia barat (tradisi Yunani). Perkembangan bahasa di dunia timur ini ditandai dengan munculnya karya Panini yang berjudul “vyakarana” buku tersebut buku tata bahasa sansekerta yang sangat mengagumkan dunia pada zaman yang sedini itu telah dapat mendeskripsikan bahasa sansekerta secara lengkap dan dan sangat seksama, teristimewa dalam bidang fonologinya. Sayangnya buku tersebut teramat sulit dipahami oleh orang awam. Hal itulah yang menyebabkan seorang muridnya yang bernama Patanjali terpaksa harus menyusun tafsir atau penjelasannya yang diberi judul “mahabhasa”.
Karya Panini itu pada dasarnya disusun semata-mata berdasarkan dorongan atau motivasi religious. Para brahmana dan brahmacarin dalam mengajarkan pemahaman dan pengalaman isi kitab Veda kepada para pengikutnya tidak dilakukan secara tertulis, melainkan secara lisan. Hal tersebut dilakukan agar hal pengucapannya benar-benar mendapat perhatian. Pengucapan yang salah tidak hanya menyebabkan mantranya tidak terkabul, akan tetapi justru akan mendatangkan malapetaka. Demikianlah anggapan mereka. Dengan anggapan semacam itu mengakibatkan mereka sangat cermat dan berhati-hati di dalam pengucapan. Untuk keperluan itu maka pengucapan atau sistem fonologi bahasa sansekerta dipelajari dengan tekun. Hasilnya memang sangat mengagumkan. Huruf Devanagari yang dipakai untuk melambangkan bunyi-bunyi bahasa sansekerta sedemikian lengkapnya. Setiap bunyi diupayakan untuk dilambangkan dengan cara khas.
Di seluruh dunia tidak ada bahasa yang secermat ini sistem bunyi dan sistem tulisnya. Banyak ahli bahasa barat yang kagum dan terperanjat setelah mengetahui bahwa tata bahasa sansekerta pada zaman yang sedini itu sudah memiliki deskrifsi bahasa yang tidak ubahnya dengan deskripsi ahli bahsa structural di barat pada awal abad dua puluh, atau katakanalah akhir abad Sembilan belas. Bahkan banyak yang menilai bahwa deskripsi linguistic panini ini merupakan deskripsi structural yang paling cermat dan paling murni. Dengan demikian seandainya kita bandingkan antara barat dan timur dengan mengambil tharikh yang sama, maka dapat dikatakan bahwa ilmu bahasa di dunia barat tertinggal dua puluh tiga abad dari dunia timur. Sayangnya puncak strukturalisme pada saat itu terputus sama sekali dan tidak ada kelanjutannya barang sedikit pun. Hal tersebut dapat kita pahami karena motivasinya bukanlah motivasi yang sifatnya linguistik melainkan motivasi religius.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Peranan filsafat bahasa sangat penting pada pengembangan ilmu bahasa karena filsafat bahasa adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat bahasa, sebab dan asal mula bahasa. Pada dasarnya perkembangan aliran filsafat analitika bahasa meliputi tiga pokok aliran yakni, aliran atomisme logis, positifisme logis dan filsafat bahasa biasa. Aliran bahasa inilah yang menjadi pengaruh yang sangat kuat dibandingkan aliran yang lain.


Daftar Pustaka
            Chaer, Abdul. 2007, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta.
            Qomar, Mujamil. 2001,Epistemlogi Pendidikan Islam. STAIN Tulungagung.
            Soeparno. 2002, Dasar-Dasar Linguistic Umum, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Suriasumantri, Jujun. 1996, Filsafat Ilmu, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Titus. 1998, Persoalan-persoalan Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana.

Jumat, 31 Oktober 2014

Risya Sri Mulya Rahayu



Materialis VS Agamis Mengenai Big Bang 
Sebagai Awal Terbentuknya Semesta

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
       Alam semesta merupakan suatu ruang atau tempat bagi manusia, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan yang lainnya. jagad raya yang sangat luas tidak memiliki ukuran dan batas tertentu, tentunya tempat bintang-bintang, planet, dan ribuan bahkanjutaan benda langit yang tak dapat diketahui oleh manusia. Terbentuknya alam semesta ini tentu tak terbentuk dengan sendirinya, melainkan kehendang Sang Pencipta. Allah yang mengatur peredarannya. Kaum materialis menyebutkan bahwa terbentuknya alam semesta ini adalah terbentuk dengan sendirinya. Tentu hal ini menjadi kontradiksi, jika ala mini terbentuk dengan sendirinya, maka tak mungkin alam memiliki susunan dan peredaran yang tersusun sedemikian rupa.
      Eksistensi alam semesta tidak berawal, sebagaimana yang dilontarkan kaum materialis, telah ditolak oleh adanya temuan bahwa alam semesta dimulai dengan sebuah ledakan besar yang disebut Big Bang. Big Bang menunjukkan bahwa adanya seluruh materi fisik di alam semesta ini berawal dari ketiadaan (diciptakan), pada masing-masing tahap penciptaan, alam semesta terbentuk melalui penciptaan yang terkendali, hal ini dapat dilihat dari adanya keteraturan  yang sangat sempurna setelah Big Bang.

1.2.  Rumusan Masalah
a.       Bagaimana Big Bang terjadi sebagai pembentuk awal alam semesta?
b.      Bagaimana kaum materialis menanggapi Big Bang?
c.       Bagaimana kaum agamis menanggapi tanggapan kaum materialis mengenai Big Bang, Allah, dan material air?

1.3.  Kajian Teori
           Ontology merupakan salah satu kajian filsafat yang berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas mengenai keberadaan sesuatu baik yang berbentuk jasmani atau konkret maupun rohani atau yang abstrak. Pada masanya, kebanyakan orang belum mampu membedakan antara penampakan dan kenyataan. Keberadaan mengenai sesuatu tentu ada karena adanya relasi, dalam arti segala sesuatu tidak berdiri dengan sendirinya melainkan adanya saling keterkaitan dan ketergantungan dengan yang lainnya. Dalam persoalan ontologi orang menghadapi permasalahan bagaimana menerangkan hakikat dari segala sesuatu yang ada. Pertama, orang akan berhadapan dengan dua kenyataan yaitu berupa materi dan rohani. Pembicaraan mengenai hakikat sangatlah luas, meliputi segala yang ada dan mungkin ada. Hakikat ada adalah kenyataan sebenarnya bukan kenyataan sementara atau kenyataan yang berubah-ubah.
           Secara ringkas ontology membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontology berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontology memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola berpikir dan pola berpikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas.
           Menurut Hornby (1974), filsafat merupakan suatu sistem pemikiran yang terbentuk dari pencarian pengetahuan mengenai watak dan makna dari eksistensi. Filsafat bisajuga diartikan sebagai sistem keyakinan umum yang terbentuk dari kajian dan pengetahuan tentang asas-asas yang yang menimbulkan, mengendalikan, atau menjelaskan fakta dan kejadian. Secara ringkas, filsafat diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu makna. Hornby juga menyatakan bahwa pengetahuan ialah keseluruhan hal yang diketahui yang membentuk persepsi jelas mengenai kebenaran atau fakta. Sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang diatur dan diklasifikasikan secara tertib, membentuk suatu sistem pengetahuan yang berdasarkan rujukan kepada kebenaran. Bagian metafisika yang umum membahas mengenai segala sesuatu yang ada secara menyeluruh yang mengkaji persoalan seperti hubungan akal dengan benda, hakikat perubahan, dan yang lainnya.  
           Menurut Soetiono dan Hanafie (2007), ontology yaitu merupakan azas dalam menerapkan batas atau ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahan (objek ontologys atau obyek forma dari pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari objek ontology atau objek forma tersebut dan dapat merupakan landasan yang menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya berkaitan dengan alam kenyataan dan keberadaan.
           Menurut Ensiklopedia Britannica yang juga diangkat dari konsepsi Aristoteles, ontology adalah teori atau studi tentang wujud seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ontology dengan metafisika adalah sama, maksudnya adalah studi filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari sesuatu untuk menentukan arti, struktur, dan prinsip benda tersebut. Secara umum, disebut metafisis karena masih bersifat umum (tentang apapun yang ada).
           Sebuah ontology memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah dasar pengetahuan. Sebuah ontology juga dapat diartikan sebuah struktur hierarki dari istilah untuk menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk sebuah dasar pengetahuan. Dengan demikian, ontology merupakan sebuah teori tentang makna dari suatu objek, properti dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan.
           Karena ontology bersifat metafisis, kajian ontology berada pada sesuatu yang ada yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal dan ada yang bersifat mutlak. Adapun bidang yang termasuk dalam ontology pada hal ini yaitu kosmologi dan metafisika dengan segala sumber yang ada yaitu Tuhan penentu alam semesta. Adapun manfaat dari ontology itu sendiri adalah membantu mengembangkan dan mengkritisi berbagai sistem pemikiran yang ada dan membantu memecahkan masalah pola relasi antara berbagai eksisten dan eksistensi.
           Tafsiran pertama yang diberikan oleh manusia terhadap alam ini adalah bahwa terdapat wujud gaib dan wujud ini lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam nyata. Paham naturalisme adalah paham yang menolak pendapat bahwa terdapat wujud-wujud yang bersifat supernatural. Paham materialisme merupakan paham yang berpendapat bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan gaib, melainkan oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu sendiri.
           Setiap ilmu selalu memerlukan asumsi karena untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Semakin terfokus objek telaah suatu bidang kajian, semakin memerlukan asumsi yang lebih banyak. Asumsi dapat dikatakan merupakan latar belakang intelektual suatu jalur pemikiran, juga diartikan sebagai gagasan primitive atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk menumpu gagasan lain yang akan muncul kemudian. Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala sesuatu yang tersirat. McMullin menyatakan hal yang mendasar yang harus ada dalam ontology suatu ilmu pengetahuan adalah menentukan asumsi pokok keberadaan suatu objek sebelum melakukan penelitian.
           Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontology, yaitu: abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metafisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi cirri semua sesuatu yang sejenis; dan abstraksi metafisik mengetengahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau ontology adalah abstraksi metafisik.
           Secara ontologis, ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Dalam kaitannya dengan kaitan moral atau nilai-nilai hidup, maka dalam menetapkan objek penelitian atau penelaahan, kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat, merendahkan martabat, dan mencampuri permasalahan kehidupan.
           Dalam pemahaman ontology ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran seperti:
a.    Monoisme
           Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja. Tak mungkin dua baik berupa materi maupun rohani. Monoisme terbagi lagi ke dalam dua bagian:
·      Materialisme
      Aliran ini menganggap bahwa sumber asal itu adalah materi bukan rohani. Aliran ini dipelopori Thales yang sangat yakin bahwa sumber asal adalah air yang merupakan sumber kehidupan. Materialisme sama dengan naturalisme. Yang ada hanyalah materi atau alam. Sedangkan jiwa tak berdiri sendiri. Zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Lain lagi dengan Anaximander yang beranggapan unsur asal adalah udara karena udara pun sumber segala kehidupan. Begitu juga dengan Demokritos yang menyatakan bahwa hakikat ala mini merupakan atom-atom yang banyak sekali jumlahnya yang teramat halus dan amat tak dapat dihitung. Atom-atom inilah yang merupakan asal kejadian alam.
·      Idealisme
      Idealisme adalah sesuatu yang hadir di dalam jiwa. Di balik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tak nampak. Justru sesuatu terletak di balik fisik yaitu di dalam ide. Fisik hanya bayang-bayang yang sifatnya sementara dan selalu menipu. Eksistensi benda fisik akan rusak dan tak akan pernah membawa manusia pada kebenaran sejati. Tokoh idealisme ini adalah Plato. Adapun yang ada pasti nampak sebagai refleksi ide karna ide merupakan konsep universal dari apapun. Jadi pada hal ini ide adalah hakikat segala sesuatu.

b.   Dualisme
           Paham ini menyatakan bahwa sesuatu terdiri dari dua hakikat sebagai sumbernya, yaitu hakekat materi dan rohani, jasad dan jiwa. Keduanya bebas dan berdiri sendiri. Itulah yang menciptakan kehidupan di alam ini. Contoh filsafat yang bersifat dualistic yaitu Saint Agustinus yang menyatakan bahwa manusia merupakan kesatuan antara tubuh dan jiwa. Tapi beda dengan hewan. Hewan memang terdiri dari jiwa dan raga tapi hanya sekedar tubuh materi benda saja karena jiwa manusia di dalam tubuh materialnya ada substansi yang berpikir yang selalu dalam keadaan berpikir yaitu jiwa abadi.
c.    Pluralisme
Paham ini menyebutkan bahwa dunia bukanlah hal yang sederhana. Realitas dunia itu bermacam-macam dan sebuah kekeliruan jika menganalisis tentangnya dengan mereduksi sekumpulan alam semesta ke dalam dua atau satu kenyataan, itu yang dinyatakan Empedocles. Realitastertinggi adalah sesuatu yang bisa dipisah-pisahkan ke dalam tanah, air, udara, dan api. William James menyatakan bahwa tak ada kebenaran mutlak, bersifat tetap, dan berdiri sendiri. Kebenaran itu semua bisa dikoreksi oleh pengalaman lain.
d.   Nihilisme
Menurut Gorgias ada 3 proposisi tentang realitas
·      Tak ada satu pun yang eksis
·      Jika sesuatu itu ada maka ia tak dapat diketahui
·      Sekalipun realitas itu bisa diketahui, ia tak dapat diberitahukan kepada orang lain.
            Lebih jauh lagi paham ini menganggap bahwa Tuhan itu tak ada karena       menganggap semuanya benar.
e.    Agnotisisme
Paham ini menimbulkan skeptis karena mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Agnotisisme timbul karena belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Dari agnotisime muncul eksistensialisme yang menyatakan bahwa manusia tak pernah hidup sebagai suatu aku yang umum tapi sebagai aku individual yang unik yang tak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu orang lain. Martin Heidegger menyatakan pula bahwa satu-satunya yang ada adalah manusia karena hanya manusia yang mampu memahami dirinya sendiri. Sedangkan Jean Paul Sartre menyatakan bahwa manusia selalu menyangkal hakikat beradanya manusia bukan entre (ada) tapi a entre (akan atau sedang).
f.    Eskatologi
Eskatologi mengasumsikan survival (kelestarian) jiwa setelah kematian. Jiwa merupakan immaterial yaitu seluruh jiwa akan kembali pada jiwa yang universal. Jiwa tersebut jiwa milik manusia yang mengalami kebangkitan fisik dalam artian jiwa manusia akan kembali kepada Tuhan di alam yang tak bisa dibayangkan akal.


BAB II
PEMBAHASAN

            Kosmologi merupakan paparan khusus dari metafisis selain psikologi dan teologi pada kajian ontologi. Kosmologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sejarah alam semesta berskala besar. Secara khusus ilmu ini berhubungan dengan asal mula dan evolusi dari suatu subjek. William Mc.Crea menyatakan bahwa kosmologi adalah seluruh sejarah upaya manusia untuk memahami semesta.
            Istilah kosmologi berasal dari bahasa Yunani yang digunakan Pythagoras untuk melukiskan keteraturan dan harmoni pergerakan benda-benda langit. Secara umum kosmologi merupakan pengetahuan tentang alam semesta. Sedangkan para ilmuwan menyatakan bahwa kosmologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang berupaya memahami struktur ruang-waktu dan komposisi alam semesta skala besar dengan menggunakan metode ilmu pengetahuan alam. Kosmologi memanfaatkan teori-teori fisika untuk menafsirkan data tersebut, serta mempergunakan penalaran logika lainnya yang terkandung dalam teori-teori tersebut untuk memperoleh pengetahuan lengkap mengenai alam semesta fisik.
            Kosmologi menelaah ruang dan waktu, menyelidiki asal usul semua materi pengisi alam, mempelajari peristiwa kosmis penting, termasuk asal mula kehidupan dan kemungkinan perkembangan kecerdasan. Masalah yang dihadapi pada kosmolog adalah mempersatukan sifat-sifat alam semesta teramati untuk memperoleh model-model alam semesta yang akan mendefinisikan struktur dan evolusinya. Model alam semesta menjadi sarana yang dibangun manusia untuk memperoleh gambaran mengenai alam semesta yang demikian luas. Model ini dibentuk dengan bertumpu pada data empiris dan teori-teori fisika. Para ilmuwan sejak lama mengajukan gagasan bahwa alam semesta adalah statis di mana massa dan energy yang berada di dalamnya terdiri atas 73% energi gelap, 23% materi gelap dingin, 4% atom. Menurut mereka  alam semesta ini tidak memiliki awal dan akhir sehingga menyangkal adanya penciptaan dan sang pencipta.
            Lalu pada tahun 1927, muncul teori penciptaan alam yang disebut Big Bang. Sebelumnya pada tahun 1922, Alexander Friedmann menghasilkan perhitungan yang menyatakan struktur alam semesta tidak statis dan impuls kecil mungkin cukup untuk membuat alam semesta mengerut atau mengembang sesuai dengan teori relativitas Einstein. Tahun 1927, Pastor Katholik Belgia yaitu Georges Lemaitre menyatakan bahwa alam semesta memiliki permulaan dan mengalami perkembangan. Lemaitre mengusulkan bahwa alam semesta dimulai dengan atom primitif. Tahun 1929, Edwin Hubble menemukan bahwa ada galaksi lainnya selain Bimasakti mengalami pergeseran merah. Pergeseran merah dimaksudkan bahwa cahaya bintang-bintang dan galaksi mendekati spektrum merah. Spektrum dari sumber cahaya yang sedang bergerak mendekati pengamat cenderung ke warna ungu. Sedangkan yang menjauhi pengamat cenderung berwarna merah. Hubble mengamati cahaya dari bintang-bintang adalah berwarna merah. Dengan kata lain mereka menjauhi pengamat dan bahkan saling menjauhi satu sama lain. Jika galaksi saling menjauh maka sebelumnya mereka berdekatan dan berkumpul pada suatu titik massa yang mampat, disebut dengan ‘volume nol’ atau ‘singularitas’ dan kepadatan tak terhingga. Satu-satunya yang dapat disimpulkan dari suatu alam semesta di mana segala sesuatunya bergerak menjauhi satu sama lain adalah bahwa ia terus menerus mengembang dan akhirnya meledak.
            Agar lebih mudah dipahami, alam semesta ini diumpamakan sebagai permukaan balon yang sedang mengembang. Ketika balon membesar, titik-titik di permukaan balon bergerak menjauhi titik-titik yang lainnya. Layaknya balon, saat alam semesta terus mengembang maka lama kelamaan akhirnya meledak. Ledakan inilah yang disebut Big Bang.
            Mengenai istilah ‘volume nol’ bersangkutan dengan pertanyaan apa arti dari mengembangnya alam semesta. Mengembangnya alam semesta berarti jika alam semesta dapat bergerak mundur ke masa lampau, maka ia akan terbukti berasal dari satu titik tunggal. Perhitungan menunjukkan bahwa titik tunggal ini berisi semua materi alam semesta yang harus memiliki ‘volume nol’ dan ‘kepadatan tak terhingga’. Alam semesta telah terbentuk melalui ledakan titik tunggal bervolume nol ini.
             Adanya teori Big Bang ini merupakan petunjuk nyata bahwa alam semesta telah diciptakan dari ketiadaan. Dengan kata lain semesta ini telah terjadi karena kehendak Sang Pencipta, yaitu Tuhan. Tentu hal ini menjadi penolakan untuk kaum materialis. Banyak kaum materialis yang menentang, seperti Fred Hoyle mengemukakan bahwa alam berukuran tak hingga dan kekal sepanjang masa.
            Pada tahun 1989 NASA mengirimkan Satelit Cosmic Background Explorer (COBE). COBE telah menemukan sisa ledakan raksasa yang telah terjadi di pembentukan awal alam semesta. Karena temuan COBE dinyatakan sebagai penemuan astronomi terbesar sepanjang masa, penemuan ini dengan jelas membuktikan adanya Big Bang. Bukti penting lainnya adalah jumlah hydrogen dan helium di ruang angkasa dalam berbagai penelitian diketahui bahwa konsentrasi hydrogen-helium di alam semesta bersesuaian dengan perhitungan teoritis konsentrasi hydrogen-helium sisa peninggalan Big Bang. Jika alam semesta ini tak memiliki permulaan atau telah ada sejak dulu kala, maka unsur hydrogen ini seharusnya telah habis sama sekali dan berubah menjadi helium. Segala bukti tersebut pada akhirnya menyebabkan Teori Big Bang mampu diterima oleh masyarakat ilmiah, namun tetap sama sekali tak dapat diterima kaum materialisme.
            Big Bang ini dimaknai Islam dan Kristen sebagai penanda Tuhan mulai menciptakan alam semesta. Namun kaum materialis menarik kekeliruan mengenai pemahaman Islam dan Kristen yang menyatakan bahwa kosmologi dalam ajaran kitab suci keduanya apakah sama dengan teori Big Bang. Kaum materialis ini mengklaim propaganda agama yang menurut mereka memanfaatkan teori ini.

Versi Kristen
            Kaum Kristen memiliki dua legenda penciptaan yang mana keduanya tercatat dalam Alkitab.
1.   Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya dan roh Allah melayang-layang di atas permukaan air, berfirmanlah Allah: “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi. Allah melihat bahwa terangitu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap dan Allah menamai terang itu siang dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama.
Allah menjadikan cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air. Dia memisahkan air yang ada di bawah cakrawala itu dari air yang ada di atasnya. Allah menamai cakrawala itu langit, itulah hari kedua.
Segala air yang di bawah langit berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatanyang kering. Allah menamai yang kering itu darat dan kumpulan air itu laut. Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala jenis pohon-pohonan yang menghasilkan buah yang berbiji di bumi, itulah hari ketiga.
Matahari dan bulan serta bintang-bintang pada hari keempat, semua burung dan hewan laut pada hari kelima, binatang ternak, melata, liar, dan laki-laki dan wanita pertama pada hari keenam. [Kejadian 1,1-31].
Pada tahun1951, Paus Pius XII menghubungkan kata “Jadilah terang.” Dengan hipotesa Big Bang. Sejak saat itu Big Bang, meledak besar sebagai teori asal mula semesta.
2.   Tuhan menciptakan bumi, lalu laki-laki pertama, lalu tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang, lalu terakhir seorang wanita. [Kejadian 2, 4-22]
Frase kata ‘jadilah…’ terdapat dalam setiap kehendak yang Allah lakukan.
Kaum materialis ini sangat bersemangat untuk menghubungkan frase ‘Jadilah terang’ di ayat pertama dengan Big Bang, rupanya beliau sangat memahami terdapat kemuskilan logika bahwa
a.       Bagaimana mungkin, terang dinamakan siang dan gelap dinamakan malam terjadi di hari pertama, sementara matahari dan bulan baru ada di hari keempat.
b.      Bagaimana mungkin, tumbuhan yang berbiji dan buah-buahan yang berbiji dapat tumbuh sementara matahari dan bulan baru diciptakan keesokan harinya, di mana satu hari Allah setara dengan 1000 tahun di bumi.
            Beberapa pendapat kalangan nasrani menghubungkan terang dan gelap sebagai kebaikan dan kejahatan, namun pendapat itu juga tidak relevan mengingat objek kejahatan belum tercipta. Di atas telah disebutkan bahwa frase “Jadilah terang” dilakukan sebelum penciptaan. Semua penggunaan frase “Jadilah terang” ternyata dilakukan setelah ada air yang menutupi samudera raya. Tak ada bukti dari Alkitab yang menyatakan bahwa air yang menutupi samudera raya juga diciptakan oleh Allah. Hal ini menunjukkan eksistensi materialisme paham Thales bahwasanya air merupakan awal dari segalanya dan menempatkan Allah hanya sebagai subjek yang memperlakukan air sebagai bahan utama pembentukan segalanya. Bisa dimaknai bahwa tanpa air semua belum tentu terbentuk seperti sampai sekarang ini.
            Di hari pertama, tak diceritakan bagaimana air tercipta karena tidak didahului kata “Jadilah terang”. Ini dimaknai bahwa air dan Allah sudah ada sebelum semuanya terbentuk. Bentuk bumi saat itu hanyalah air yang menutupi seluruh permukaannya. Dari atas air tercurah dan di bawah juga ada air, kitab hanya menyebutkan di mana-mana hanyalah air. Alkitab pada Kejadian 1 hanya bercerita mengenai bumi disaat banjir besar. Di dalamnya tak membicarakan permasalah pembentukan tata surya apalagi pembentukan semesta. Petunjuk mengenai hal itu, dilihat dari hari kedua dan ketiga, ketika banjir itu reda, langit mulai terang, air hanya di bawah langit, beberapa mulai surut, daratan terlihat dan sisanya berupa lautan.
            Singkatnya, apa yang diungkap dalam Alkitab hanya mengungkapkan pembentukan yang jauh lebih sederhana dari apa yang disebut Big Bang. Hal ini sama sekali tak ada relevansinya dengan hipotesis Big Bang.
           
Versi Islam
Al Quran lebih maju dengan menutup lubang logika awal terciptanya langit dan bumi dengan menggunakan frase “jadilah..” atau yang dikenal dengan “kun fayakun” merupakan frase ke-MahaKuasa-an, itu tercantum pada 8 ayat dalam Al Quran mengenai penciptaan langit dan bumi, penciptaan Adam dan Isa, serta penciptaan lainnya yang dikehendaki Allah.
Al Baqarah 2:117
“Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka cukuplah Dia hanya mengatakan kepadanya: “Jadilah!” lalu jadilah ia.”
Surat Al Anbiya 20: 30 menunjukkan keadaan bumi dan langit saat yang awal mula:
“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka juga tak beriman?”
Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut dengan mengatakan:
…Tidakah mereka mengetahui bahwa langit dan bumi dulunya bersatu padu yakni pada awalnya mereka satu kesatuan, terikat satu sama lain. Bertumpuk satu di atas yang lainnya, kemudian Allah memisahkan mereka satu sama lain dan menjadikannya langit itu tujuh dan bumi itu tujuh, meletakkan udara di antara bumi dan langit yang terendah..”

Said bin Jubair juga mengatakan:
“langit dan bumi dulunya jadi satu sama lain. Kemudian langit dinaikkan dan bumi menjadi terpisah darinya dan pemisahan ini disebut Allah di AlQuran”

Surat Fushilat 41: 9-12, menyajikan urutan pengerjaan bagaimana penciptaan yang dilakukan Allah:
1.   Pertama (41:9) Bumi diciptakan dalam dua masa
2.   Kedua (41:10) Segala isi bumi diciptakan total dalam empat masa
3.   Ketiga (41:11) Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan sesuka hati atau terpaksa.” Dan keduanya menjawab “Kami datang dengan suka hati.”

        Surat di atas jelas menunjukkan bahwa kedudukan langit dan bumi adalah sederajat, bumi bukan bagian dari langit. Bumi diciptakan terlebih dahulu, diselesaikan baru kemudian Allah menyelesaikan langit dan itu dibuktikan di ayat selanjutnya
4.   Keempat (41:12) Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.

Surat di atas pada ayat ke 9-11ditafsirkan oleh Ibn Katsir
“Penciptaan langit dan bumi dibicarakan secara terpisah Allah berkata bahwa Ia menciptakan bumi terlebih dahulu, karena itu adalah fondasi, dan fondasi harus dibangun terlebih dahulu baru kemudian atap…”

            Kaum materialis menyebutkan ayat-ayat di atas sama sekali tak memiliki relevansi apapun dengan Big Bang. Sama dengan menanggapi apa yang sudah dinyatakan Alkitab bahwasanya ayat-ayat ini pun jauh lebih sederhana yaitu hanya mengenai penciptaan bumi, bukan mengenai ledakan dahsyat dalam skala yang jauh lebih besar dibanding bumi. Bahkan pada surat Al Anbiya air sebagai material utama kaum ini menjadi satu-satunya yang paling utama dalam pembentukan bumi.

            Menanggapi permasalahan pembentukan alam semesta, kaum materialis begitu menekan pendapatnya pada apa yang diungkap Alkitab dan Al Quran mengenai hal ini. Kaum ini menganggap alam terbentuk karena adanya proses-proses terbentuknya terjadi secara natural (tak ada subjek yang menggerakkan). Hal ini menunjukkan oposisi, terbentuk secara natural berada pada proses yang sangat lambat sedangkan momen Big Bang adalah sebuah ledakan dahsyat yang berada pada proses yang sangat cepat. Yang harus dijawab adalah apa yang ada sebelum alam semesta terbentuk? Tak ada data yang mendukung penuh pendapat kaum materialis ini mengenai apa yang ada sebelum semesta terbentuk. Yang mereka sebutkan hanya air. Bila dilawan menggunakan logika, bagaimana bisa air mampu membentuk daratan, udara atau yang lainnya. Sedangkan versi Big Bang, alam terbentuk karena komposisi beragam yang saling mendukung hingga terbentuknya alam semesta ini.
            Kaum materialis menilai adanya hawa ironis dengan secara tak langsung menyatakan saat ilmuwan-ilmuwan fisika meneliti mengenai alam semesta selama ratusan tahun terakhir, banyak orang yang malah berbekal kitab menggunakan kata “Allah”  dan mengklaim telah menjelaskan semua hal yang ada di dalam kehidupan. Jika menggunakan kata “Allah” berarti membicarakan hal yang abstrak. Sedang mereka membutuhkan suatu kebenaran dengan bukti yang bersifat konkret yang bisa mereka yakini. Bagi mereka air sudah menjadi bukti pembentuk kehidupan karena sampai saat ini air memang terbukti begitu bermanfaat bagi kehidupan.
            Mekanisme Big Bang hanya sebagai teori yang faktanya masih membutuhkan pembuktian. Jika teori Big Bang benar adanya justru sangat menunjukkan adanya Sang Pencipta. Sebab singularitas tanpa energy, tanpa massa, tanpa volume, tanpa waktu, itu sama saja dengan bukan apa-apa. Sebuah ‘bukan apa-apa’ tak mungkin menciptakan sebuah ledakan pada sebuah titik yang juga sama-sama bukan apa-apa, pada momen tanpa durasi waktu juga berarti bukan apa-apa. ‘Bukan apa-apa’ tak dapat menciptakan ‘sesuatu’ apalagi ‘segala sesuatu’. Kepercayaan terhadap Big Bang justru berkonklusi pada satu-satunya pilihan logis mengenai terbentuknya alam semesta ini.
            Secara sederhana materialis menempatkan peran air pada Alkitab dan Al Quran adalah sejajar dengan Tuhan. Bedanya hanya pada kedudukan, Allah sebagai subjek (Sang Pembentuk) dan air sebagai objek (sesuatu yang dibentuk). Air menempati material paling tinggi dibanding material lainnya seperti udara, tanah, dan lainnya. Dengan begini, secara tidak langsung kaum materialis menyebutkan bahwa tanpa air, bumi tak akan terbentuk hingga seperti sekarang ini. Hal ini mengembalikan pemahaman pada dua pernyataan bahwa alam terbentuk dari ketiadaan dan alam tak berawal juga tak berakhir. Materialis menganggap air memang sudah terbentuk dengan sendirinya seiring dengan keberadaan Allah yang memiliki sifat yang sama, tak berawal dan tak berakhir. Sedangkan menurut Kristen dan Islam, Allah-lah yang menciptakan apapun atas kehendak-Nya, termasuk air. Allah yang menghendaki air menjadi material utama dalam pembentukan alam. Tak ada keraguan bagi kedua agama ini untuk meyakini dan mengakui kekuasaan-Nya. Kuasa berarti melakukan apapun sesuai dengan apa yang diinginkan. Allah menciptakan air sebagai material utama sebab Dia menginginkannya dengan memberi peran kepada air sebagai sumber kehidupan. Padahal sebenarnya, bisa saja Allah menempatkan tanah atau yang lainnya di dalam Alkitab dan Al Quran sebagai material utama dalam pembentukan alam. Seluruhnya terjadi karena kehendak-Nya yang dimaknai sebagai kemauan diri tanpa kompromi dari pihak lainnya.
            Kembali pada Big Bang yang disangkutpautkan dengan ayat-ayat di atas, kaum materialis menyebutkan bahwa apa yang diungkapkan ayat-ayat tersebut tak ada sangkut pautnya dengan pembentukan alam semesta lewat ledakan dahsyat yang disebut Big Bang. Memang benar adanya ayat-ayat tersebut memiliki pemahaman yang jauh lebih biasa dibandingkan dengan kata dahsyatnya Big Bang, dengan catatan jika dibaca, dipahami, dan dimaknai secara literal. Apa yang diungkapkan pada penjelasan ayat berikut tafsirannya di atas adalah hanya pemahaman secara literal. Padahal Alkitab apalagi Al Quran berisi mengenai kumpulan simbol yang memiliki makna lebih dari satu. Menafsirkan kata-kata pada Alkitab dan Al quran sangat sulit karena pemilik keseluruhan maknanya adalah Allah sendiri. Dalam penyimbolan, kata atau kalimat yang nampak sangat biasa bisa bermakna bahkan lebih dahsyat dibanding hebatnya ledakan Big Bang.
            Logika digunakan dalam memahami ayat-ayat tersebut. Di sini kekuatan logika dibatasi karena membicarakan ayat-ayat Allah. Logika memiliki objek atas hal-hal yang konkret dan pada permasalahan ketuhanan, berpikir menggunakan logika tak berlaku karena logika tak pernah mampu menjangkau pemahaman utuh mengenai ketuhanan yang bersifat abstrak. Pada Al Quran dan Alkitab, Allah-lah yang menempati tempat tertinggi, sebagai Pencipta dari apapun. Namun materialis menjunjung material air dibanding kekuasaan Allah, bukankah hal ini menunjukkan bahwa materialis adalah bagian dari kaum yang tak mengimani  adanya kuasa Tuhan. Kaum materialis ini berpendapat bahwa pemahaman mengenai Big Bang dan apa yang muncul dari momen kosmik itu menyingkirkan kebutuhan untuk percaya pada sesuatu yang ilahi. Allah bukanlah pesulap, menyihir sesuatu yang ada menjadi sesuatu yang lain. Allah adalah Sang Pencipta, yang menciptakan segala sesuatu menjadi hidup dengan berbagai maksud. Dengan begini logika membuat manusia menyingkirkan Tuhannya. Hal ini terjadi pada kaum materialis yang menjunjung tinggi bahwa sumber asal sesuatu itu adalah materi yang bersifat konkret bukan rohani yang bersifat metafisis atau abstrak.
            Logika digerakkan pada sains dan keyakinan digerakkan pada teologi. Keduanya tak bisa diperbandingkan karena sains adalah kajian tentang detail proses dan teologi adalah kajian tentang kausa efektif. Big Bang dan Allah saling bersangkutan di mana Big Bang berperan sebagai proses dan Allah sebagai pelaku yang melakukan proses tersebut. Bagaimana pun membicarakan Allah sama dengan mengarah pada pelaku yang absolute. Banyak orang yang masih ragu mengenai kuasa Allah dengan menyebutkan bahwa yang bersangkutan dengan Allah merupakan kemungkinan karena Allah sendiri bersifat abstrak, sedangkan membicarakan ilmu pengetahuan yang melibatkan logika selalu dianggap sebagai sebuah kebenaran karena sudah melewati proses riset.
            Perbedaannya hanya yang meyakini dan yang tidak. Bagi yang meyakini, Allah sudah lebih dari cukup untuk memecahkan semua misteri mengenai alam semesta. Permasalahan ketuhanan tak mampu dijangkau oleh akal manusia karena Allah sendiri yang memberi batasan itu. Tugas manusia di muka bumi bukan untuk memikirkan keberadaan Allah, tercipta dari apa, atau pertanyaan-pertanyaan lainnya. Manusia memang dianugerahi akal sebagai pembeda derajat dengan makhluk lainnya, tapi mengungkap misteri alam semesta yang luasnya tak bisa diukur ini otak dirasa terlalu kecil untuk bisa serba tahu mengenai keseluruhan detail alam ini.


BAB III
KESIMPULAN
     
            Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa ontology merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dari segala sesuatu yang ada. Manfaat ontology dalam penelitian ini adalah mengetahui hakikat alam semesta. Asumsi ontologis terletak pada sebuah ilmu merupakan pendapat yang telah didukung oleh beberapa teori dan fakta yang dapat dibuktikan secara rasional, yaitu hal yang mendasar yang harus ada dalam ontology suatu ilmu pengetahuan. Permasalahan Big Bang menjadi perdebatan antara kaum materialis yang mengungkapkan bahwa adanya alam semesta ini tak berawal dan tak berakhir yang menempatkan air sebagai material utama pembentuk semesta secara natural. Para ilmuwan mengatakan Big Bang adalah awal dari terbentuknya semesta melalui risetnya yang didukung oleh kaum agamis yang menanggapi fenomena Big Bang menandakan kekuasaan Sang Pencipta. Adanya perbedaan pendapat dari kaum materialis dan kaum agamis menyimpulkan bahwa adanya keberagaman daya berpikir kritis mengenai keberadaan alam semesta yang masing-masingnya menunjukkan kekuatan argumen mengenai hal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Hartono. 2007. Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta. Bandung: CV Citra Praya

Abiding, Dr. Danial Zainal. 2007. Quran Saintifik. Kuala Lumpur: PTS Millenia.

Pranggono, Ir. H. Bambang. 2006. Mukjizat Sains Al Quran: Menggali Inspirasi Ilmiah. Bandung: Ide Islami

Supelli, Karlina. 2010. Kosmologi: Mengenali Alam Semesta. www.arusbawah20.wordpress.com// 2010/07/24. Akses 2014/10/30.

Yanty. 2007. Teori Ledakan Besar. www.virtualworldofscience.wordpress.com// 2007/11. Akses 2014/10/30.