Materialis VS Agamis Mengenai Big
Bang
Sebagai Awal Terbentuknya Semesta
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Alam semesta merupakan suatu ruang atau tempat
bagi manusia, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan yang lainnya. jagad raya yang sangat
luas tidak memiliki ukuran dan batas tertentu, tentunya tempat bintang-bintang,
planet, dan ribuan bahkanjutaan benda langit yang tak dapat diketahui oleh
manusia. Terbentuknya alam semesta ini tentu tak terbentuk dengan sendirinya,
melainkan kehendang Sang Pencipta. Allah yang mengatur peredarannya. Kaum
materialis menyebutkan bahwa terbentuknya alam semesta ini adalah terbentuk
dengan sendirinya. Tentu hal ini menjadi kontradiksi, jika ala mini terbentuk
dengan sendirinya, maka tak mungkin alam memiliki susunan dan peredaran yang
tersusun sedemikian rupa.
Eksistensi
alam semesta tidak berawal, sebagaimana yang dilontarkan kaum materialis, telah
ditolak oleh adanya temuan bahwa alam semesta dimulai dengan sebuah ledakan
besar yang disebut Big Bang. Big Bang menunjukkan bahwa adanya seluruh materi
fisik di alam semesta ini berawal dari ketiadaan (diciptakan), pada
masing-masing tahap penciptaan, alam semesta terbentuk melalui penciptaan yang
terkendali, hal ini dapat dilihat dari adanya keteraturan yang sangat sempurna setelah Big Bang.
1.2. Rumusan Masalah
a.
Bagaimana Big Bang terjadi sebagai pembentuk
awal alam semesta?
b.
Bagaimana kaum materialis menanggapi Big
Bang?
c.
Bagaimana kaum agamis menanggapi
tanggapan kaum materialis mengenai Big Bang, Allah, dan material air?
1.3. Kajian Teori
Ontology
merupakan salah satu kajian filsafat yang berasal dari Yunani. Studi tersebut
membahas mengenai keberadaan sesuatu baik yang berbentuk jasmani atau konkret
maupun rohani atau yang abstrak. Pada masanya, kebanyakan orang belum mampu
membedakan antara penampakan dan kenyataan. Keberadaan mengenai sesuatu tentu
ada karena adanya relasi, dalam arti segala sesuatu tidak berdiri dengan
sendirinya melainkan adanya saling keterkaitan dan ketergantungan dengan yang
lainnya. Dalam persoalan ontologi orang menghadapi permasalahan bagaimana
menerangkan hakikat dari segala sesuatu yang ada. Pertama, orang akan
berhadapan dengan dua kenyataan yaitu berupa materi dan rohani. Pembicaraan
mengenai hakikat sangatlah luas, meliputi segala yang ada dan mungkin ada.
Hakikat ada adalah kenyataan sebenarnya bukan kenyataan sementara atau kenyataan
yang berubah-ubah.
Secara
ringkas ontology membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya.
Pembahasan mengenai ontology berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk
mendapatkan kebenaran itu, ontology memerlukan proses bagaimana realitas
tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar
pola berpikir dan pola berpikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan
sebagai dasar pembahasan realitas.
Menurut
Hornby (1974), filsafat merupakan suatu sistem pemikiran yang terbentuk dari
pencarian pengetahuan mengenai watak dan makna dari eksistensi. Filsafat bisajuga
diartikan sebagai sistem keyakinan umum yang terbentuk dari kajian dan
pengetahuan tentang asas-asas yang yang menimbulkan, mengendalikan, atau
menjelaskan fakta dan kejadian. Secara ringkas, filsafat diartikan sebagai
pengetahuan tentang suatu makna. Hornby juga menyatakan bahwa pengetahuan ialah
keseluruhan hal yang diketahui yang membentuk persepsi jelas mengenai kebenaran
atau fakta. Sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang diatur dan diklasifikasikan
secara tertib, membentuk suatu sistem pengetahuan yang berdasarkan rujukan
kepada kebenaran. Bagian metafisika yang umum membahas mengenai segala sesuatu
yang ada secara menyeluruh yang mengkaji persoalan seperti hubungan akal dengan
benda, hakikat perubahan, dan yang lainnya.
Menurut
Soetiono dan Hanafie (2007), ontology yaitu merupakan azas dalam menerapkan
batas atau ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahan (objek ontologys
atau obyek forma dari pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realita
(metafisika) dari objek ontology atau objek forma tersebut dan dapat merupakan
landasan yang menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya
berkaitan dengan alam kenyataan dan keberadaan.
Menurut
Ensiklopedia Britannica yang juga diangkat dari konsepsi Aristoteles, ontology
adalah teori atau studi tentang wujud seperti karakteristik dasar dari seluruh
realitas. Ontology dengan metafisika adalah sama, maksudnya adalah studi
filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari sesuatu untuk menentukan arti, struktur, dan
prinsip benda tersebut. Secara umum, disebut metafisis karena masih bersifat
umum (tentang apapun yang ada).
Sebuah
ontology memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit dari konsep
terhadap representasi pengetahuan pada sebuah dasar pengetahuan. Sebuah
ontology juga dapat diartikan sebuah struktur hierarki dari istilah untuk
menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk sebuah
dasar pengetahuan. Dengan demikian, ontology merupakan sebuah teori tentang
makna dari suatu objek, properti dari suatu objek, serta relasi objek tersebut
yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan.
Karena
ontology bersifat metafisis, kajian ontology berada pada sesuatu yang ada yaitu
ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal dan ada
yang bersifat mutlak. Adapun bidang yang termasuk dalam ontology pada hal ini
yaitu kosmologi dan metafisika dengan segala sumber yang ada yaitu Tuhan
penentu alam semesta. Adapun manfaat dari ontology itu sendiri adalah membantu
mengembangkan dan mengkritisi berbagai sistem pemikiran yang ada dan membantu
memecahkan masalah pola relasi antara berbagai eksisten dan eksistensi.
Tafsiran
pertama yang diberikan oleh manusia terhadap alam ini adalah bahwa terdapat
wujud gaib dan wujud ini lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam
nyata. Paham naturalisme adalah paham yang menolak pendapat bahwa terdapat
wujud-wujud yang bersifat supernatural. Paham materialisme merupakan paham yang
berpendapat bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan
gaib, melainkan oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu sendiri.
Setiap
ilmu selalu memerlukan asumsi karena untuk mengatasi penelaahan suatu
permasalahan menjadi lebar. Semakin terfokus objek telaah suatu bidang kajian,
semakin memerlukan asumsi yang lebih banyak. Asumsi dapat dikatakan merupakan
latar belakang intelektual suatu jalur pemikiran, juga diartikan sebagai
gagasan primitive atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk menumpu
gagasan lain yang akan muncul kemudian. Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala
sesuatu yang tersirat. McMullin menyatakan hal yang mendasar yang harus ada
dalam ontology suatu ilmu pengetahuan adalah menentukan asumsi pokok keberadaan
suatu objek sebelum melakukan penelitian.
Lorens
Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontology, yaitu: abstraksi
fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metafisik. Abstraksi fisik menampilkan
keseluruhan sifat khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi bentuk
mendeskripsikan sifat umum yang menjadi cirri semua sesuatu yang sejenis; dan abstraksi
metafisik mengetengahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas.
Abstraksi yang dijangkau ontology adalah abstraksi metafisik.
Secara
ontologis, ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang
berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Dalam kaitannya dengan kaitan moral
atau nilai-nilai hidup, maka dalam menetapkan objek penelitian atau penelaahan,
kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat,
merendahkan martabat, dan mencampuri permasalahan kehidupan.
Dalam
pemahaman ontology ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran seperti:
a. Monoisme
Paham
ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu
saja. Tak mungkin dua baik berupa materi maupun rohani. Monoisme terbagi lagi
ke dalam dua bagian:
· Materialisme
Aliran
ini menganggap bahwa sumber asal itu adalah materi bukan rohani. Aliran ini
dipelopori Thales yang sangat yakin bahwa sumber asal adalah air yang merupakan
sumber kehidupan. Materialisme sama dengan naturalisme. Yang ada hanyalah
materi atau alam. Sedangkan jiwa tak berdiri sendiri. Zat mati merupakan
kenyataan dan satu-satunya fakta. Lain lagi dengan Anaximander yang beranggapan
unsur asal adalah udara karena udara pun sumber segala kehidupan. Begitu juga
dengan Demokritos yang menyatakan bahwa hakikat ala mini merupakan atom-atom
yang banyak sekali jumlahnya yang teramat halus dan amat tak dapat dihitung.
Atom-atom inilah yang merupakan asal kejadian alam.
· Idealisme
Idealisme
adalah sesuatu yang hadir di dalam jiwa. Di balik realitas fisik pasti ada
sesuatu yang tak nampak. Justru sesuatu terletak di balik fisik yaitu di dalam
ide. Fisik hanya bayang-bayang yang sifatnya sementara dan selalu menipu.
Eksistensi benda fisik akan rusak dan tak akan pernah membawa manusia pada
kebenaran sejati. Tokoh idealisme ini adalah Plato. Adapun yang ada pasti
nampak sebagai refleksi ide karna ide merupakan konsep universal dari apapun.
Jadi pada hal ini ide adalah hakikat segala sesuatu.
b. Dualisme
Paham
ini menyatakan bahwa sesuatu terdiri dari dua hakikat sebagai sumbernya, yaitu
hakekat materi dan rohani, jasad dan jiwa. Keduanya bebas dan berdiri sendiri.
Itulah yang menciptakan kehidupan di alam ini. Contoh filsafat yang bersifat
dualistic yaitu Saint Agustinus yang menyatakan bahwa manusia merupakan
kesatuan antara tubuh dan jiwa. Tapi beda dengan hewan. Hewan memang terdiri
dari jiwa dan raga tapi hanya sekedar tubuh materi benda saja karena jiwa
manusia di dalam tubuh materialnya ada substansi yang berpikir yang selalu
dalam keadaan berpikir yaitu jiwa abadi.
c. Pluralisme
Paham ini menyebutkan bahwa dunia
bukanlah hal yang sederhana. Realitas dunia itu bermacam-macam dan sebuah
kekeliruan jika menganalisis tentangnya dengan mereduksi sekumpulan alam semesta
ke dalam dua atau satu kenyataan, itu yang dinyatakan Empedocles.
Realitastertinggi adalah sesuatu yang bisa dipisah-pisahkan ke dalam tanah,
air, udara, dan api. William James menyatakan bahwa tak ada kebenaran mutlak,
bersifat tetap, dan berdiri sendiri. Kebenaran itu semua bisa dikoreksi oleh
pengalaman lain.
d. Nihilisme
Menurut Gorgias ada 3 proposisi
tentang realitas
· Tak
ada satu pun yang eksis
· Jika
sesuatu itu ada maka ia tak dapat diketahui
· Sekalipun
realitas itu bisa diketahui, ia tak dapat diberitahukan kepada orang lain.
Lebih
jauh lagi paham ini menganggap bahwa Tuhan itu tak ada karena menganggap semuanya benar.
e. Agnotisisme
Paham ini menimbulkan skeptis
karena mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda.
Agnotisisme timbul karena belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan
secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal.
Dari agnotisime muncul eksistensialisme yang menyatakan bahwa manusia tak
pernah hidup sebagai suatu aku yang umum tapi sebagai aku individual yang unik
yang tak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu orang lain. Martin Heidegger
menyatakan pula bahwa satu-satunya yang ada adalah manusia karena hanya manusia
yang mampu memahami dirinya sendiri. Sedangkan Jean Paul Sartre menyatakan
bahwa manusia selalu menyangkal hakikat beradanya manusia bukan entre (ada)
tapi a entre (akan atau sedang).
f. Eskatologi
Eskatologi mengasumsikan survival
(kelestarian) jiwa setelah kematian. Jiwa merupakan immaterial yaitu seluruh
jiwa akan kembali pada jiwa yang universal. Jiwa tersebut jiwa milik manusia
yang mengalami kebangkitan fisik dalam artian jiwa manusia akan kembali kepada
Tuhan di alam yang tak bisa dibayangkan akal.
BAB
II
PEMBAHASAN
Kosmologi
merupakan paparan khusus dari metafisis selain psikologi dan teologi pada
kajian ontologi. Kosmologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sejarah alam
semesta berskala besar. Secara khusus ilmu ini berhubungan dengan asal mula dan
evolusi dari suatu subjek. William Mc.Crea menyatakan bahwa kosmologi adalah
seluruh sejarah upaya manusia untuk memahami semesta.
Istilah
kosmologi berasal dari bahasa Yunani yang digunakan Pythagoras untuk melukiskan
keteraturan dan harmoni pergerakan benda-benda langit. Secara umum kosmologi
merupakan pengetahuan tentang alam semesta. Sedangkan para ilmuwan menyatakan
bahwa kosmologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang berupaya memahami struktur
ruang-waktu dan komposisi alam semesta skala besar dengan menggunakan metode
ilmu pengetahuan alam. Kosmologi memanfaatkan teori-teori fisika untuk
menafsirkan data tersebut, serta mempergunakan penalaran logika lainnya yang
terkandung dalam teori-teori tersebut untuk memperoleh pengetahuan lengkap
mengenai alam semesta fisik.
Kosmologi
menelaah ruang dan waktu, menyelidiki asal usul semua materi pengisi alam,
mempelajari peristiwa kosmis penting, termasuk asal mula kehidupan dan
kemungkinan perkembangan kecerdasan. Masalah yang dihadapi pada kosmolog adalah
mempersatukan sifat-sifat alam semesta teramati untuk memperoleh model-model
alam semesta yang akan mendefinisikan struktur dan evolusinya. Model alam
semesta menjadi sarana yang dibangun manusia untuk memperoleh gambaran mengenai
alam semesta yang demikian luas. Model ini dibentuk dengan bertumpu pada data empiris
dan teori-teori fisika. Para ilmuwan sejak lama mengajukan gagasan bahwa alam
semesta adalah statis di mana massa dan energy yang berada di dalamnya terdiri
atas 73% energi gelap, 23% materi gelap dingin, 4% atom. Menurut mereka alam semesta ini tidak memiliki awal dan akhir
sehingga menyangkal adanya penciptaan dan sang pencipta.
Lalu
pada tahun 1927, muncul teori penciptaan alam yang disebut Big Bang. Sebelumnya
pada tahun 1922, Alexander Friedmann menghasilkan perhitungan yang menyatakan
struktur alam semesta tidak statis dan impuls kecil mungkin cukup untuk membuat
alam semesta mengerut atau mengembang sesuai dengan teori relativitas Einstein.
Tahun 1927, Pastor Katholik Belgia yaitu Georges Lemaitre menyatakan bahwa alam
semesta memiliki permulaan dan mengalami perkembangan. Lemaitre mengusulkan
bahwa alam semesta dimulai dengan atom primitif. Tahun 1929, Edwin Hubble
menemukan bahwa ada galaksi lainnya selain Bimasakti mengalami pergeseran
merah. Pergeseran merah dimaksudkan bahwa cahaya bintang-bintang dan galaksi mendekati
spektrum merah. Spektrum dari sumber cahaya yang sedang bergerak mendekati
pengamat cenderung ke warna ungu. Sedangkan yang menjauhi pengamat cenderung
berwarna merah. Hubble mengamati cahaya dari bintang-bintang adalah berwarna
merah. Dengan kata lain mereka menjauhi pengamat dan bahkan saling menjauhi
satu sama lain. Jika galaksi saling menjauh maka sebelumnya mereka berdekatan
dan berkumpul pada suatu titik massa yang mampat, disebut dengan ‘volume nol’
atau ‘singularitas’ dan kepadatan tak terhingga. Satu-satunya yang dapat
disimpulkan dari suatu alam semesta di mana segala sesuatunya bergerak menjauhi
satu sama lain adalah bahwa ia terus menerus mengembang dan akhirnya meledak.
Agar
lebih mudah dipahami, alam semesta ini diumpamakan sebagai permukaan balon yang
sedang mengembang. Ketika balon membesar, titik-titik di permukaan balon
bergerak menjauhi titik-titik yang lainnya. Layaknya balon, saat alam semesta
terus mengembang maka lama kelamaan akhirnya meledak. Ledakan inilah yang
disebut Big Bang.
Mengenai
istilah ‘volume nol’ bersangkutan dengan pertanyaan apa arti dari mengembangnya
alam semesta. Mengembangnya alam semesta berarti jika alam semesta dapat
bergerak mundur ke masa lampau, maka ia akan terbukti berasal dari satu titik
tunggal. Perhitungan menunjukkan bahwa titik tunggal ini berisi semua materi
alam semesta yang harus memiliki ‘volume nol’ dan ‘kepadatan tak terhingga’.
Alam semesta telah terbentuk melalui ledakan titik tunggal bervolume nol ini.
Adanya teori Big Bang ini merupakan petunjuk
nyata bahwa alam semesta telah diciptakan dari ketiadaan. Dengan kata lain
semesta ini telah terjadi karena kehendak Sang Pencipta, yaitu Tuhan. Tentu hal
ini menjadi penolakan untuk kaum materialis. Banyak kaum materialis yang
menentang, seperti Fred Hoyle mengemukakan bahwa alam berukuran tak hingga dan
kekal sepanjang masa.
Pada
tahun 1989 NASA mengirimkan Satelit Cosmic Background Explorer (COBE). COBE
telah menemukan sisa ledakan raksasa yang telah terjadi di pembentukan awal
alam semesta. Karena temuan COBE dinyatakan sebagai penemuan astronomi terbesar
sepanjang masa, penemuan ini dengan jelas membuktikan adanya Big Bang. Bukti
penting lainnya adalah jumlah hydrogen dan helium di ruang angkasa dalam
berbagai penelitian diketahui bahwa konsentrasi hydrogen-helium di alam semesta
bersesuaian dengan perhitungan teoritis konsentrasi hydrogen-helium sisa
peninggalan Big Bang. Jika alam semesta ini tak memiliki permulaan atau telah
ada sejak dulu kala, maka unsur hydrogen ini seharusnya telah habis sama sekali
dan berubah menjadi helium. Segala bukti tersebut pada akhirnya menyebabkan
Teori Big Bang mampu diterima oleh masyarakat ilmiah, namun tetap sama sekali
tak dapat diterima kaum materialisme.
Big
Bang ini dimaknai Islam dan Kristen sebagai penanda Tuhan mulai menciptakan
alam semesta. Namun kaum materialis menarik kekeliruan mengenai pemahaman Islam
dan Kristen yang menyatakan bahwa kosmologi dalam ajaran kitab suci keduanya
apakah sama dengan teori Big Bang. Kaum materialis ini mengklaim propaganda
agama yang menurut mereka memanfaatkan teori ini.
Versi
Kristen
Kaum
Kristen memiliki dua legenda penciptaan yang mana keduanya tercatat dalam
Alkitab.
1. Allah
menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita
menutupi samudera raya dan roh Allah melayang-layang di atas permukaan air,
berfirmanlah Allah: “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi. Allah melihat bahwa
terangitu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap dan Allah menamai
terang itu siang dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah
hari pertama.
Allah menjadikan cakrawala di
tengah segala air untuk memisahkan air dari air. Dia memisahkan air yang ada di
bawah cakrawala itu dari air yang ada di atasnya. Allah menamai cakrawala itu
langit, itulah hari kedua.
Segala air yang di bawah langit
berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatanyang kering. Allah menamai yang
kering itu darat dan kumpulan air itu laut. Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas
muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala jenis pohon-pohonan
yang menghasilkan buah yang berbiji di bumi, itulah hari ketiga.
Matahari dan bulan serta
bintang-bintang pada hari keempat, semua burung dan hewan laut pada hari
kelima, binatang ternak, melata, liar, dan laki-laki dan wanita pertama pada
hari keenam. [Kejadian 1,1-31].
Pada tahun1951, Paus Pius XII
menghubungkan kata “Jadilah terang.” Dengan hipotesa Big Bang. Sejak saat itu
Big Bang, meledak besar sebagai teori asal mula semesta.
2. Tuhan
menciptakan bumi, lalu laki-laki pertama, lalu tumbuh-tumbuhan dan
binatang-binatang, lalu terakhir seorang wanita. [Kejadian 2, 4-22]
Frase kata ‘jadilah…’ terdapat
dalam setiap kehendak yang Allah lakukan.
Kaum materialis ini sangat
bersemangat untuk menghubungkan frase ‘Jadilah terang’ di ayat pertama dengan
Big Bang, rupanya beliau sangat memahami terdapat kemuskilan logika bahwa
a. Bagaimana
mungkin, terang dinamakan siang dan gelap dinamakan malam terjadi di hari
pertama, sementara matahari dan bulan baru ada di hari keempat.
b. Bagaimana
mungkin, tumbuhan yang berbiji dan buah-buahan yang berbiji dapat tumbuh
sementara matahari dan bulan baru diciptakan keesokan harinya, di mana satu
hari Allah setara dengan 1000 tahun di bumi.
Beberapa
pendapat kalangan nasrani menghubungkan terang dan gelap sebagai kebaikan dan
kejahatan, namun pendapat itu juga tidak relevan mengingat objek kejahatan
belum tercipta. Di atas telah disebutkan bahwa frase “Jadilah terang” dilakukan
sebelum penciptaan. Semua penggunaan frase “Jadilah terang” ternyata dilakukan
setelah ada air yang menutupi samudera raya. Tak ada bukti dari Alkitab yang
menyatakan bahwa air yang menutupi samudera raya juga diciptakan oleh Allah.
Hal ini menunjukkan eksistensi materialisme paham Thales bahwasanya air merupakan
awal dari segalanya dan menempatkan Allah hanya sebagai subjek yang
memperlakukan air sebagai bahan utama pembentukan segalanya. Bisa dimaknai
bahwa tanpa air semua belum tentu terbentuk seperti sampai sekarang ini.
Di
hari pertama, tak diceritakan bagaimana air tercipta karena tidak didahului
kata “Jadilah terang”. Ini dimaknai bahwa air dan Allah sudah ada sebelum
semuanya terbentuk. Bentuk bumi saat itu hanyalah air yang menutupi seluruh
permukaannya. Dari atas air tercurah dan di bawah juga ada air, kitab hanya
menyebutkan di mana-mana hanyalah air. Alkitab pada Kejadian 1 hanya bercerita
mengenai bumi disaat banjir besar. Di dalamnya tak membicarakan permasalah
pembentukan tata surya apalagi pembentukan semesta. Petunjuk mengenai hal itu,
dilihat dari hari kedua dan ketiga, ketika banjir itu reda, langit mulai
terang, air hanya di bawah langit, beberapa mulai surut, daratan terlihat dan
sisanya berupa lautan.
Singkatnya,
apa yang diungkap dalam Alkitab hanya mengungkapkan pembentukan yang jauh lebih
sederhana dari apa yang disebut Big Bang. Hal ini sama sekali tak ada
relevansinya dengan hipotesis Big Bang.
Versi
Islam
Al Quran lebih maju dengan menutup
lubang logika awal terciptanya langit dan bumi dengan menggunakan frase
“jadilah..” atau yang dikenal dengan “kun fayakun” merupakan frase
ke-MahaKuasa-an, itu tercantum pada 8 ayat dalam Al Quran mengenai penciptaan
langit dan bumi, penciptaan Adam dan Isa, serta penciptaan lainnya yang
dikehendaki Allah.
Al
Baqarah 2:117
“Allah Pencipta langit dan bumi, dan
bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka cukuplah Dia hanya
mengatakan kepadanya: “Jadilah!” lalu jadilah ia.”
Surat
Al Anbiya 20: 30 menunjukkan keadaan bumi dan langit saat
yang awal mula:
“Dan apakah orang-orang kafir tidak
mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang
padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala
sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka juga tak beriman?”
Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut
dengan mengatakan:
…Tidakah mereka mengetahui bahwa langit
dan bumi dulunya bersatu padu yakni pada awalnya mereka satu kesatuan, terikat
satu sama lain. Bertumpuk satu di atas yang lainnya, kemudian Allah memisahkan
mereka satu sama lain dan menjadikannya langit itu tujuh dan bumi itu tujuh,
meletakkan udara di antara bumi dan langit yang terendah..”
Said bin Jubair juga mengatakan:
“langit dan bumi dulunya jadi satu sama
lain. Kemudian langit dinaikkan dan bumi menjadi terpisah darinya dan pemisahan
ini disebut Allah di AlQuran”
Surat Fushilat 41: 9-12, menyajikan
urutan pengerjaan bagaimana penciptaan yang dilakukan Allah:
1. Pertama
(41:9) Bumi diciptakan dalam dua masa
2. Kedua
(41:10) Segala isi bumi diciptakan total dalam empat masa
3. Ketiga
(41:11) Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih
merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu
keduanya menurut perintah-Ku dengan sesuka hati atau terpaksa.” Dan keduanya
menjawab “Kami datang dengan suka hati.”
Surat
di atas jelas menunjukkan bahwa kedudukan langit dan bumi adalah sederajat,
bumi bukan bagian dari langit. Bumi diciptakan terlebih dahulu, diselesaikan
baru kemudian Allah menyelesaikan langit dan itu dibuktikan di ayat selanjutnya
4. Keempat
(41:12) Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada
tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya.
Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Surat di atas pada ayat ke
9-11ditafsirkan oleh Ibn Katsir
“Penciptaan langit dan bumi dibicarakan
secara terpisah Allah berkata bahwa Ia menciptakan bumi terlebih dahulu, karena
itu adalah fondasi, dan fondasi harus dibangun terlebih dahulu baru kemudian
atap…”
Kaum
materialis menyebutkan ayat-ayat di atas sama sekali tak memiliki relevansi
apapun dengan Big Bang. Sama dengan menanggapi apa yang sudah dinyatakan
Alkitab bahwasanya ayat-ayat ini pun jauh lebih sederhana yaitu hanya mengenai
penciptaan bumi, bukan mengenai ledakan dahsyat dalam skala yang jauh lebih
besar dibanding bumi. Bahkan pada surat Al Anbiya air sebagai material utama
kaum ini menjadi satu-satunya yang paling utama dalam pembentukan bumi.
Menanggapi
permasalahan pembentukan alam semesta, kaum materialis begitu menekan
pendapatnya pada apa yang diungkap Alkitab dan Al Quran mengenai hal ini. Kaum
ini menganggap alam terbentuk karena adanya proses-proses terbentuknya terjadi
secara natural (tak ada subjek yang menggerakkan). Hal ini menunjukkan oposisi,
terbentuk secara natural berada pada proses yang sangat lambat sedangkan momen
Big Bang adalah sebuah ledakan dahsyat yang berada pada proses yang sangat
cepat. Yang harus dijawab adalah apa yang ada sebelum alam semesta terbentuk? Tak
ada data yang mendukung penuh pendapat kaum materialis ini mengenai apa yang
ada sebelum semesta terbentuk. Yang mereka sebutkan hanya air. Bila dilawan
menggunakan logika, bagaimana bisa air mampu membentuk daratan, udara atau yang
lainnya. Sedangkan versi Big Bang, alam terbentuk karena komposisi beragam yang
saling mendukung hingga terbentuknya alam semesta ini.
Kaum
materialis menilai adanya hawa ironis dengan secara tak langsung menyatakan
saat ilmuwan-ilmuwan fisika meneliti mengenai alam semesta selama ratusan tahun
terakhir, banyak orang yang malah berbekal kitab menggunakan kata “Allah” dan mengklaim telah menjelaskan semua hal
yang ada di dalam kehidupan. Jika menggunakan kata “Allah” berarti membicarakan
hal yang abstrak. Sedang mereka membutuhkan suatu kebenaran dengan bukti yang
bersifat konkret yang bisa mereka yakini. Bagi mereka air sudah menjadi bukti
pembentuk kehidupan karena sampai saat ini air memang terbukti begitu
bermanfaat bagi kehidupan.
Mekanisme
Big Bang hanya sebagai teori yang faktanya masih membutuhkan pembuktian. Jika
teori Big Bang benar adanya justru sangat menunjukkan adanya Sang Pencipta.
Sebab singularitas tanpa energy, tanpa massa, tanpa volume, tanpa waktu, itu
sama saja dengan bukan apa-apa. Sebuah ‘bukan apa-apa’ tak mungkin menciptakan
sebuah ledakan pada sebuah titik yang juga sama-sama bukan apa-apa, pada momen
tanpa durasi waktu juga berarti bukan apa-apa. ‘Bukan apa-apa’ tak dapat
menciptakan ‘sesuatu’ apalagi ‘segala sesuatu’. Kepercayaan terhadap Big Bang
justru berkonklusi pada satu-satunya pilihan logis mengenai terbentuknya alam
semesta ini.
Secara
sederhana materialis menempatkan peran air pada Alkitab dan Al Quran adalah
sejajar dengan Tuhan. Bedanya hanya pada kedudukan, Allah sebagai subjek (Sang
Pembentuk) dan air sebagai objek (sesuatu yang dibentuk). Air menempati
material paling tinggi dibanding material lainnya seperti udara, tanah, dan
lainnya. Dengan begini, secara tidak langsung kaum materialis menyebutkan bahwa
tanpa air, bumi tak akan terbentuk hingga seperti sekarang ini. Hal ini
mengembalikan pemahaman pada dua pernyataan bahwa alam terbentuk dari ketiadaan
dan alam tak berawal juga tak berakhir. Materialis menganggap air memang sudah
terbentuk dengan sendirinya seiring dengan keberadaan Allah yang memiliki sifat
yang sama, tak berawal dan tak berakhir. Sedangkan menurut Kristen dan Islam,
Allah-lah yang menciptakan apapun atas kehendak-Nya, termasuk air. Allah yang
menghendaki air menjadi material utama dalam pembentukan alam. Tak ada keraguan
bagi kedua agama ini untuk meyakini dan mengakui kekuasaan-Nya. Kuasa berarti
melakukan apapun sesuai dengan apa yang diinginkan. Allah menciptakan air
sebagai material utama sebab Dia menginginkannya dengan memberi peran kepada
air sebagai sumber kehidupan. Padahal sebenarnya, bisa saja Allah menempatkan
tanah atau yang lainnya di dalam Alkitab dan Al Quran sebagai material utama
dalam pembentukan alam. Seluruhnya terjadi karena kehendak-Nya yang dimaknai
sebagai kemauan diri tanpa kompromi dari pihak lainnya.
Kembali
pada Big Bang yang disangkutpautkan dengan ayat-ayat di atas, kaum materialis
menyebutkan bahwa apa yang diungkapkan ayat-ayat tersebut tak ada sangkut
pautnya dengan pembentukan alam semesta lewat ledakan dahsyat yang disebut Big
Bang. Memang benar adanya ayat-ayat tersebut memiliki pemahaman yang jauh lebih
biasa dibandingkan dengan kata dahsyatnya Big Bang, dengan catatan jika dibaca,
dipahami, dan dimaknai secara literal. Apa yang diungkapkan pada penjelasan ayat
berikut tafsirannya di atas adalah hanya pemahaman secara literal. Padahal
Alkitab apalagi Al Quran berisi mengenai kumpulan simbol yang memiliki makna
lebih dari satu. Menafsirkan kata-kata pada Alkitab dan Al quran sangat sulit
karena pemilik keseluruhan maknanya adalah Allah sendiri. Dalam penyimbolan,
kata atau kalimat yang nampak sangat biasa bisa bermakna bahkan lebih dahsyat
dibanding hebatnya ledakan Big Bang.
Logika
digunakan dalam memahami ayat-ayat tersebut. Di sini kekuatan logika dibatasi
karena membicarakan ayat-ayat Allah. Logika memiliki objek atas hal-hal yang
konkret dan pada permasalahan ketuhanan, berpikir menggunakan logika tak
berlaku karena logika tak pernah mampu menjangkau pemahaman utuh mengenai
ketuhanan yang bersifat abstrak. Pada Al Quran dan Alkitab, Allah-lah yang
menempati tempat tertinggi, sebagai Pencipta dari apapun. Namun materialis
menjunjung material air dibanding kekuasaan Allah, bukankah hal ini menunjukkan
bahwa materialis adalah bagian dari kaum yang tak mengimani adanya kuasa Tuhan. Kaum materialis ini
berpendapat bahwa pemahaman mengenai Big Bang dan apa yang muncul dari momen
kosmik itu menyingkirkan kebutuhan untuk percaya pada sesuatu yang ilahi. Allah
bukanlah pesulap, menyihir sesuatu yang ada menjadi sesuatu yang lain. Allah
adalah Sang Pencipta, yang menciptakan segala sesuatu menjadi hidup dengan
berbagai maksud. Dengan begini logika membuat manusia menyingkirkan Tuhannya. Hal
ini terjadi pada kaum materialis yang menjunjung tinggi bahwa sumber asal sesuatu
itu adalah materi yang bersifat konkret bukan rohani yang bersifat metafisis
atau abstrak.
Logika
digerakkan pada sains dan keyakinan digerakkan pada teologi. Keduanya tak bisa
diperbandingkan karena sains adalah kajian tentang detail proses dan teologi
adalah kajian tentang kausa efektif. Big Bang dan Allah saling bersangkutan di
mana Big Bang berperan sebagai proses dan Allah sebagai pelaku yang melakukan
proses tersebut. Bagaimana pun membicarakan Allah sama dengan mengarah pada
pelaku yang absolute. Banyak orang yang masih ragu mengenai kuasa Allah dengan
menyebutkan bahwa yang bersangkutan dengan Allah merupakan kemungkinan karena
Allah sendiri bersifat abstrak, sedangkan membicarakan ilmu pengetahuan yang
melibatkan logika selalu dianggap sebagai sebuah kebenaran karena sudah
melewati proses riset.
Perbedaannya hanya yang meyakini dan
yang tidak. Bagi yang meyakini, Allah sudah lebih dari cukup untuk memecahkan
semua misteri mengenai alam semesta. Permasalahan ketuhanan tak mampu dijangkau
oleh akal manusia karena Allah sendiri yang memberi batasan itu. Tugas manusia
di muka bumi bukan untuk memikirkan keberadaan Allah, tercipta dari apa, atau
pertanyaan-pertanyaan lainnya. Manusia memang dianugerahi akal sebagai pembeda
derajat dengan makhluk lainnya, tapi mengungkap misteri alam semesta yang
luasnya tak bisa diukur ini otak dirasa terlalu kecil untuk bisa serba tahu
mengenai keseluruhan detail alam ini.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari pembahasan
di atas dapat disimpulkan bahwa ontology merupakan ilmu yang mempelajari
hakikat dari segala sesuatu yang ada. Manfaat ontology dalam penelitian ini
adalah mengetahui hakikat alam semesta. Asumsi ontologis terletak pada sebuah
ilmu merupakan pendapat yang telah didukung oleh beberapa teori dan fakta yang
dapat dibuktikan secara rasional, yaitu hal yang mendasar yang harus ada dalam
ontology suatu ilmu pengetahuan. Permasalahan Big Bang menjadi perdebatan
antara kaum materialis yang mengungkapkan bahwa adanya alam semesta ini tak
berawal dan tak berakhir yang menempatkan air sebagai material utama pembentuk
semesta secara natural. Para ilmuwan mengatakan Big Bang adalah awal dari
terbentuknya semesta melalui risetnya yang didukung oleh kaum agamis yang
menanggapi fenomena Big Bang menandakan kekuasaan Sang Pencipta. Adanya perbedaan
pendapat dari kaum materialis dan kaum agamis menyimpulkan bahwa adanya
keberagaman daya berpikir kritis mengenai keberadaan alam semesta yang
masing-masingnya menunjukkan kekuatan argumen mengenai hal ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hartono. 2007. Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta.
Bandung: CV Citra Praya
Abiding, Dr.
Danial Zainal. 2007. Quran Saintifik.
Kuala Lumpur: PTS Millenia.
Pranggono, Ir.
H. Bambang. 2006. Mukjizat Sains Al
Quran: Menggali Inspirasi Ilmiah. Bandung: Ide Islami
Supelli, Karlina. 2010. Kosmologi: Mengenali Alam Semesta. www.arusbawah20.wordpress.com//
2010/07/24. Akses 2014/10/30.
Yanty. 2007. Teori
Ledakan Besar. www.virtualworldofscience.wordpress.com//
2007/11. Akses 2014/10/30.