Muhamad Abdullah Wahab
1211503079
Filsafat Ilmu UTS
BAB I
1.1
Latar Belakang
Kehidupan kita sekarang ini sudah sangat jauh dari hukum-hukum
alam, yang digantikan oleh hukum-hukum yang diciptakan oleh manusia sendiri
yang sangat egoistis dan mengandung nilai egoistis yang besar, sehinggan
kitapun merasakan betapa banyaknya bencana yang melanda diri kita. Etikaa hubungan
kita yang humanis dengan tiga komponen relasional hidup kita sudah terabaikan
begitu jauh, jadi jangan harap hidup kita di masa datang akan menjadi harmonis
dengan alam.
Dewasa ini terdapat perhatian yang sangat besar terhadap filsafat
ilmu. Perkembangan cepat dialami oleh banyak ilmu serta pengaruhnya yangsemakin
besarterhadap kehidupan masyarakat. Filsafat ilmu ialah penyelidikan terhadap
ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara memperolehnya. Dengan kata lain
filsafat ilmu merupakan suatu penyelidikan lanjutan.
Sampai saat ini sejarah tentang filsafat ilmu merupakan sebuah
kisah kesuksesan, kemenangan-kemenagan ilmu melambangkan suatu proses kumulatif
peningkatan pengetahuan dan rangkaian kemenangan terhadap kebodohan dan
takhayul. Dan dari ilmuwan kemudian mengalir arus penemuan-penemuan yang
berguna bagi hidup manusia. Sejarawan segera menyadari bahwa gagasan ilmu yang
diperoleh selama dalam penyelidikannya hanyalah salah satu dari sekian banyak
gagasan dan ini merupakan produk dari konteks-konteks yang bersifat sementara.
Pembagian-pembagian nama dan istilah dalam filsafat
mengkotak-kotakan setipa pengetahuan yang seringkali berdasar pada pengalaman,
selain itu tidak dipungkiri bahwa berfilsafat sebagai manifestasi kegiatan
intelektual yang meletakan dasar-dasar paradigmatik bagi tradisi dalam
kehidupan masyarakat ilmiah ala barat.
Sejalan dengan ajaran filsafat Auguste Comte yang dikenal sebagaii
bapak Sosiologi, logico – positivisme yang juga digagas olehnya, merupakan
metode epistemologi yang di dalamnya terdapat langkah-langkah progresinya
menempuh jalan melalui observasi, eksperimentasi, dan komparasi mendapat
apresiasi yang berlebihan sehingga model ini juga mulai dikembangkan dalam penelitian
ilmu-ilmu sosial. Penulis akan membahas
sosiologi sastra pada makalah ini serta kaitananya dengan analisis kritik
sosial dalam kumpulan cerpen Markesot Bertutur karya Emha Ainun Najib.
Sosiologi sastra merupakan teori sastra yang lahir di zaman
positivisme. Sosiologi sastra sebagai suaut jenis pendekatan terhadap sastra
memiliki paradigma dengan asumsi dan implikasi epistemologis yang berbeda dari
pada yang telah digariskan oleh teori sastra berdasarkan prinsip otonomi
sastra. Penelitian-penelitian sosiologi sastra menghasilkan pandangan bahwa
karya sastra adalah ekspresi dan bagian dari masyarakat, dan dengan demikian
keterkaitan resiprokal degan jaringan-jaringan sistem dan nilai dalam masyarakt
tersebut (Soemanto, 1993; Levin,1973:56). Sebagai suatu bidang teori, maka
sosiologi sastra dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan kelimuwan dalam
menangani objek sasarannya. Sosiologi sastra sendiri lahir ketika Auguste Comte
pada tahun 1838 mengusulkan suau cabang ilmu yang mengkaji tentang aturan
mengenai dan tentang masyarakat (Wrong, 2008:1).
Perkembangan yang lebih serius di dalam studi sosiologi ke bidang
sastra dicetuskan oleh Hippolyte Taine. Ia mengeluarkan doktrinnnya yang
terkenal mengenai keterjaitan sastra dengan masyarakat. Taine meyakini bahwa
suatu karya muncul hanya dalam konteks sosial tertentu, sebagai bagian dari
kebudayaan, di dalam kondisitertentu, Taine merumuskan tiga hal yang menjadi
faktor penetu kekhasan sebuah karya: race (ras), milieu (kondisi
sekitar), dan moment (momen) (dalam Escarpit, 2005; 6 Wellek dan Warren,
1970: 105). Baginya, sastra bukan hanya permainan imajinasi seorang pengarang,
namun merupaka rekaman ciri khas suatu jaman. Masih menurut Tane, setiap jaman
memiliki gagasan-gagasan yang dominan dan juga pola intelektual yang khas yang
membedakannya dengan jaman yang lainnya yang tampak terlihat pada karya-karya
sastra (Damono, 1978: 19 – 22).
Proses kreatif yang dilakukan pengarang melalui karya sastra sangat
mungkin terinspirasi dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Menurut Plato
(dalam Ratna, 2013:4), karya seni semata-mata merupakan tiruan (mimesis)
yang ada dalam dunia ide. Dengan kata lain, sastra merupakan tiruan dari
tiruan. Meminjam istilah Wellek dan Warren (2014:98), sastra “menyajikan
kehidupan”, dan “kehidupan” sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun
karya sastra juga “meniru” alam dan dunia subjektif manusia. Kenyataan sosial
yang terkandung dalam karya sastra biasanya melukiskan tentang kondisi sosial
suatu masyarakat pada zaman karya sastra itu ditulis.
Wellek dan Warren (2014:98) mendefinisikan bahwa sastra adalah
institusi sosial yang memakai medium bahasa. Peran bahasa dalam karya sastra
sungguh penting, sebab hal ini akan menjadi pembeda antara karya sastra dengan
koran, karya sastra dengan resep makanan. Bahasa dalam karya sastra berfungsi sebagai
simbol yang mewakili sesuatu. Hal ini berkaitan dengan teori strukturalisme
yang diusung oleh Ferdinand de Saussure. Salah satu konsepnya yang menarik
yaitu mengenai tanda. Saussure membagi istilah tanda bahasa ke dalam tiga
istilah, yakni tanda bahasa (sign), penanda (signifier), dan
petanda (signified). Signifier merupakan bunyi yang memiliki
makna dan juga gambaran atau tulisan. Signifier tidak akan bermakna
tanpa signifiant karena akan sukar untuk menangkap makna. Jadi, secara
umum bahasa dalam karya sastra memberikan simbol dalam menyajikan kehidupan
nyata.
Pengarang dalam menyampaikan paham, ideologi dan pemikirannya
menggunakan sastra sebagai medianya. Karya sastra tersebut dapat berbentuk
prosa, drama, atau puisi. Ketiga hak tersebut dikategorikan sebagai karya
sastra bersifat fiksi. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia
dalam interaksinya dengan lingkungan dan seksama, interaksinya dengan diri
sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan (Nurgiyantoro, 2013:3).
Pengungkapan ide pengarang lewat novel tentu akan berbeda dengan
pengungkapan lewat drama. Demikian juga halnya pengungkapan dengan cerita
pendek atau cerpen. Cerpen merupakan bentuk karya sastra yang seklaigus disebut
fiksi. Nurgiyantoro (2013:12) menjelaskan bahwa cerpen memiliki karakteristik
pemadatan pemusatan terhadap sesuatu yang dikisahkan. Jadi, cerita tidak
mengakar atau bercabang-cabang, namun fokus terhadap tema yang diusung oleh
cerpen tersebut.
Cerpen “Markesot Bertutur” merupakan cerpen yang mengandung nilai-nilai
kemasyarakatan yang kuat berserta kritikan terhadap pemerintah pada masa orde
baru. Kehidupan masyarakat ditulis berdasarkan fenomena kehidupan sosial
masyarakat pada masa itu. Misal saja, pembangunan waduk, hingga persoalan
sosial lainnya seperti SDSB dan korupsi yang tak terselesaikan.
Dalam kumpulan cerpen ini Emha Ainun Najib mengisahkan tokoh utama
yang bernama Markesot. Tokoh Markesot bagi Emha Ainun Najib merupakan kisah
masa lalunya saat masih berusia belia. Membuat kritik sosial kemasyarakatan
melalui tokoh Markesot, hal itulah yang dilakukan Emha Ainun Najib sehingga
tokoh Markesot adalah wakilnya dalam menyampaikan pesan moral kepada
masyarakat, khususnya pembaca.
Penelitian semacam ini telah banyak dilakukan oleh para peneliti
terhadap berbagai macam dan bentuk karya sastra, namun penulis mengambil sebuah
penelitian yang telah dilakukan oleh Rozaenah (2012) terhadap cerpen “Gus
Jakfar”. Dalam penelitiannya, ia menggunakan pendekatan sosiologi sastra dimana
ia mengaitkan cerpen “Gus Jakfar” dengan kehidupan pesantren Jawa dan
masyarakat Islam Indonesia.
1.1
Beberapa
masalah yang perlu dikaji dalam penelitian ini yakni sebagai berikut :
1.1.1
Apa
saja faktor-faktor sosial yang terkandung dalam cerpen “Markesot Bertutur” ?
1.1.2
Bagaimana
realitas sosial yang ada dalam masyarakat pada zaman Orde Baru?
1.1.3
Bagaimana
hubungan antara faktor-faktor sosial yang terkandung dalam cerpen dan realitas
masyarakat zaman Orde Baru?
1.2
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.3.1
Untuk
mengetahui faktor-faktor sosial yang terkandung dalam cerpen “Markesot
Bertutur”.
1.3.2
Untuk
mengetahui realitas sosial yang ada dalam masyarakat pada zaman Orde Baru.
1.3.3
Untuk
mengetahui hubungan antara faktor-faktor sosial yang terkandung dalam cerpen
dan realitas masyarakat zaman Orde Baru.
BAB II
LANDASAN TEORI
Analisis ini berdasarkan pada pendekatan sosiologi sastra yang
menyatakan adanya hubungan antara karya sastra dengan masyarakat. Sosiologi
sastra memandang karya sastra sebagai bentuk cerminan dari masyarakat. Hal ini
dikarenakan pengarang merupakan bagian dari masyarakat dan karya sastra yang
dihasilkannya menampilkan kondisi masyarakatnya. Sesungguhnya kedua ilmu
memliki objek yang sama yaitu manusia dalam masyarakat (Ratna, 2013:2).
Wellek dan Warren (2014:100) mengklasifikasi telaah dengan
pendekatan sosiologi sastra. Klasifikasi pertama adalah sosiologi pengarang
yang membicarakan latar belakang sosial, stsaus pengarang, ekonomi produksi
sastra, dan ideologi pengarang. Klasifikasi kedua adalah sosiologi sastra yang
mengenai isi karya sastra, tujuan, dan hal-hal yang berhubungan dengan masalah
sosial. Klasifikasi ketiga adalah sosiologi pembaca yang menyangkut dampak
sastra terhadap masyarakat.
Melalui sosiologi sastra, pengarang berusaha memindahkan kenyataan
hidup sehari-hari ke dalam tulisan berbentuk fiksi-imajinatif. Kenyataan yang
ada pada sastra bersifat interpretatif subjektif, artinya kenyataan dalam karya
sastra akan menjadi contoh bagi masyarakat pembaca sehingga masyarakat dapat menyadari
keberadaannya di dalam karya sastra. Seniman tidak semata-mata melukiskan
keadaan yang sesungguhnya, tetapi mengubah sedemikian rupa sesuai dengan
kualitas kreativitasnya (Ratna, 2013:7).
Karya sastra yang diciptakan oleh pengarangnya bisa jadi akan
mengangkat masalah atau konflik yang ada di dalam masyarakat. Kritik sosial
yang disampaikan oleh Cak Nun dalam cerpen-cerpennya tidak dapat dipisahkan
dengan kedudukan sebuah karya sastra sebagai cermin masyarakat. Banyak karya
sastra yang bernilai tinggi yang di dalamnya menampilkan pesan-pesan kritik
sosial (Nurgiantoro, 2014:455). Selain itu, kritik sosial yang disampaikan
pengarang dalam karya sastra mempengaruhi aktualisasi karya yang bersangkutan
(Nurgiyantoro, 2014:456). Begitupun dengan cerpen-cerpen Cak Nun, ada beberapa
perisitiwa aktual yang terjadi dalam masyarakat Indonesia yang dikritik Cak
Nun.
Sastra menampilkan pesan kritik, menurut Nurgiyantoro (2014:456)
dalam penyampaiannya dapat disebut sebagai sastra kritik. Sastra
kritik—biasanya akan lahir ditengah masyarakat jika terjadi hal-hal yang kurang
beres dalam kehidupan sosial dalam masyarakat. Dalam kumpulan cerpen Markesot
Bertutur dapat ditemukan kritik yang disampaikan Cak Nun terhadap pemerintah
masa Orde Baru.
Seperti yang telah disebutkan dalam tujuan penelitian, penulis akan
menganalisis unsur intrinsik cerpen-cerpen dalam Markesot Bertutur yang
dibatasi pada tema dan tokoh. Pengertian tema dalam diambil dari Burhan
Nurgiantoro. Menurut Nurgiantoro (2014:115) tema adalah gagasan (makna) dasar
umum yang menopang sebuah karya sastra sebagai struktur semantis dan bersifat
abstrak yang secara berulang-ulang dimunculkan lewat motiif-motif dan biasanya
dilakukan secara implisit.
Pengertian tokoh dalam penelitian ini diambil dari Abrams yang
dikutip Nurgiantoro. Tokoh cerita (character), menurut Abrams yang
dikutip Nurgiantoro (2014:247), adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif, drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
dilakukan dalam tindakan.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pengantar
Bab ini merupakan bagian inti penelitian yang berisi pembahasan
kritik sosial dalam kumpulan cerpen Markesot Bertutur karya Emha Ainun Najib.
Dalam bab ini akan dilakukan analisis lebih atas data penelitian untuk mencapai
tujuan penelitian. Pada tahap awal, penulis akan menganalisis unsur intrinsik
cerpen-cerpen Markesot Bertutur yang dibatasi pada tema dan tokoh. Pembahasan
unsur intrinsik cerpen-cerpen itu juga dibatasi cerpen cerpen Markesot
Bertutur—yang menurut penulis—menampilkan kritik sosial. Cerpen-cerpen tersebut
adalah “Menafsirkan Bersin Baginda Raja”, “Kepekaan untuk Mengamankan
Demokrasi”, “Kegusaran si Binatang Langka”, “Sarip Tambalelo dan Sang Prabu
Ngutowaton”, “Sssst... Ada yang Cipta Keadilan”, “Senyum Serdadu”, dan
“Demokrasi Naga”.
Dari analisis
unsur intrinsik tema dan tokoh pada tujuh cerpen di atas akan diungkapkan dan
dijelaskan bentuk kritik sosial yang terdapat dalam kumpulan cerpen Markesot
Bertutur. Penjelasan bentuk kritik sosial tersebut akan dilakukan melalui
pedekatan sosiologi sastra. Pendekatan ini tentu akan menggunakan referensi
yang berhubungan dengan bentuk kritik sosial yang dimaksud.
B.
Tema dan Tokoh dalam Kumpulan Cerpen Markesot Bertutur
Menganalisis
tema dan tokoh pada cerpen tentunya berbeda dengan jika dibandingkan dengan
menganalisis novel. Sebuah cerpen biasanya hanya berisi satu tema. Hal ini
berkaitan dengan keadaan plot yang juga tunggal dan pelaku yang terbatas.
Sebaliknya novel dapat saja menawarkan lebih dari satu tema, yaitu satu tema
utama dan tema-tema tambahan (Nurgiantoro, 2013:15). Dalam cerpen, jumlah tokoh
lebih terbatas, baik yang menyangkut jumlah maupun data-data jati diri tokoh,
khususnya yang berkaitan dengan perwatakan sehingga pembaca harus
merekonstruksi sendiri gambaran yang lebih lengkap tentang tokoh itu
(Nurgiantoro, 2013:15-16).
Tema disaring
dari motif-motif yang terdapat dalam karya sastra yang bersangkutan yang
menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan peristiwa tertentu
(Nurgiantoro, 2013:116).
Unsur lain yang
akan dianalisis dalam penelitian ini adalah tokoh. Tokoh cerita (character),
menurut Abrams yang dikutip Nurgiantoro (2014:247), adalah orang yang
ditampilkan dalam suatu karya naratif, drama, yang oleh pembaca ditafsirkan
memliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan
dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dalam kaitan dengan
keseluruhan cerita, peranan masing-masing tokoh yang dihadirkan dalam cerpen
tidak sama.
Apabila dilihat
dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh
yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga terasa
mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya ada tokoh yang hanya
dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun mungkin dalam
porsi penceritaan yang relatif pendek (Nurgiyantoro, 2013:258). Tokoh yang
disebut pertama adalah tokoh utama cerita (central character, main character),
sedangkan yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character) (Nurgiyantoro,
2013:258). Dalam penelitian ini penulis akan menganalisis tokoh utama dan tokoh
tambahan yang terdapat dalam kumpulan cerpen Markesot Bertutur.
Tokoh utama
pada kumpulan cerpen Markesot Bertutur adalah Markesot. Ia merupakan anggota
masyarakat menegah ke bawak yang memiliki pemikiran dan daya kritis yang kuat.
Tema yang diusung pada keseluruhan cerpen Markesot Bertutur adalah
ketidakadilan pemerintah. Selanjutnya, tokoh-tokoh tambahan dalam kumpulan
cerpen Markesot Bertutur yang telah penulis tulis yaitu :
1.
Cerpen
“Menafsirkan Bersin Baginda Raja”
Sahabat Markesot. Pada Cerpen ini si Sahabat Markesot sedang
berdiskusi dengan markesot mengenai kekacauan di negaranya.
2.
Cerpen
“Kepekaan untuk Mengamankan Demokrasi
Tokoh tambahan
dalam cerpen ini adalah seorang penjual rokok, rekan dari Markesot. Penjual
rokok tersebut dikejar-kejar oleh aparat keamanan karena memasang poster yang
menurut aparat keamanan itu berisi provokasi, kemudian ia bersembunyi di rumah
Markesot.
3.
Cerpen
“Kegusaran si Binatang Langka”
Tokoh tambahan
dalam cerpen ini ialah seorang seniman yang merupakan teman kental Markesot
yang tinggal di ibu kota. Dalam cerpen ini, tamu tersebut tiba-tiba datang ke
rumah Markesot dengan marah-marah. Rupanya ia kesal karena pementasan seni yang
akan dihadiri olehnya sebagai bintang tamu dibatalkan oleh panitia pelaksana.
4.
Cerpen
“Sarip Tambalelo dan Sang Prabu Ngutowaton”
Tokoh tambahan
dalam cerpen ini yaitu warga KPMb, Makembloh, dan Markadal. Dalam cerpen ini
diceritakan mengenai diskusi tentang tulisan-tulisan yang ada di Majalah
Dinding warga KPMb serta diskusi tentang ketidakadilan pemerintah.
5.
Cerpen
“Sssst... Ada yang Cipta Keadilan?”
Tokoh tamabahan
dalam cerpen ini ialah menteri, sutradara, aktivis mahasiswa, serta anak sulung
sang sutradara. Dalam cerpen ini, Markesot diajak oleh sahabat-sahabatnya,
sutradara dan mahasiswa, untuk menghadiri acara peresmian sebuah yayasan di
Ujungpandang.
6.
Cerpen
“Senyum Serdadu”
Tokoh tamabahn
dalam cerpen ini ialah teman-teman dari Markesot. Dalam cerpen ini Markesot
menceritakan pengalaman selama hidup di Jerman kepada teman-temannya.
7.
Cerpen
“Demokrasi Naga”
Tokoh tambahan
dalam cerpen ini ialah teman dari Markesot. Pada cerpen ini diceritakan tentang
Markesot mendapat surat dari rekannya berkebangsaan Cina yang sedang studi di
Belanda. Isi surat itu ialah mahasiswa Cina itu meminta Markesot mendukung
pembentukan negara demokrasi di Cina, karena pada waktu itu di Cina masih
menganut sistem komunis.
C.
Kritik Sosial dalam Kumpulan Cerpen Markesot Bertutur Karya Emha
Ainun Najib: Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra
Persoalan
masyarakat seringkali diangkat pengarang dalam karya sastra. Persoalan tersebut
biasanya merupakan permasalahan-permasalahan sosial di masyarakat. Pengarang
melalui karya-karyanya melakukan kritik terhadap persoalan yang sedang terjadi
di masyarakat. Kritik terhadap masyarakat yang dilakukan pengarang pada
dasarnya bersumber pada pandangan yang sudah menjadi slogan, yakni “seni adalah
cermin masyarakatnya”. Slogan ini mencakup pengertian bahwa sastra mencerminkan
persoalan sosial yang ada dalam masyarkatnya: dan kalau pengarang memiliki
taraf kepekaan yang tinggi, karya sastranya juga pasti mencerminkan kritik
sosial (yang barangkali tersembunyi) ada dalam masyarakt itu (Damono, 1983:22).
Menurut
penulis, ketujuh cerpen yang diambil dari kumpulan cerpen Markesot Bertutur ini
menampilkan bentuk-bentuk kritik sosial. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kritik
sosial, maka perlu referensi mengenai sejarah kepemerintahan pada masa orde
baru, peristiwa yang terjadi di Cina, serta peristiwa runtuhnya Tembok Berlin.
Oleh karena itu, dalam menjelaskan bentuk kritik sosial cerpen-cerpen Markesot
Bertutur akan digunakan pendekatan sosiologi sastra.
Emha Ainun
Najib pada cerpen-cerpennya melontarkan kritik terhadap kondisi sosial
masyarakat yang dekat dengan kesehariannya, yaitu kepemerintahan pada masa Orde
Baru, demonstrasi mahasiswa di Cina, dan Kritik Terhadap Tembok Berlin, Jerman
Barat, dan Jerman Timur. Berikut ini adalah bentuk-bentuk kritik sosial yang
terdapat dalam cerpen-cerpen Emha Ainun Najib.
a.
Kritik terhadap Pemerintah Orde Baru
Soeharto
diangkat menjadi presiden di Indonesia pada tahun 1966. Sebelumnya, jabatannya
adalah sebagai pangkostrad. Setelah peristiwa G30S, ia diangkat pula menjadi
pangkopkamtib. Setelah adanya Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret)
Soeharto pun diangkat menjadi presiden pada tahun 1966. Ia menjabat sebagai
presiden selama 32 tahun sampai tahun 1998.
Latar waktu
pada kumpulan cerpen Markesot Bertutur adalah dari tahun 1965-200-an. Dalam
Markesot Bertutur, Cak Nun menggambarkan sebuah keadaan masyarakat yang
mengalami “zaman edan”. Pada rentang waktu dalam kumpulan cerpen tersebut,
pemerintah yang berkuasa di Indonesia adalah Orde Baru. Berdasarkan latar waktu
dalam kumpulan cerpen yang kental dengan berbagai kritik tersebut, secar tidak
langsung terlibat bahwa Cak Nun mengkritik pemerintahan Orde Baru.
Pada Markesot
Bertutur, ditemukan berbagai kritik yang begitu tajam terhadap Orde Baru. Akan
tetapi, Emha ainun Najib tidak secara gamblang menyebutkan Orde Baru atau
Soeharto sebagai presiden pada masa tersebut. Kritiknya disampaikan melalui
berbagai cara. Berikut adalah penjelasan hal-hal apa sajakah dalam pemerintahan
Orde Baru yang dijadikan sasaran kritik oleh Emha Ainun Najib.
1.
Pemenjaraan
Pikiran
Orde Baru
memperlakukan orang-orang yang dianggap mengganggu kelanggengan kekuasaan
tersebut dengan cara membungkam orang-orang yang mencoba mengungkapkan keburukan-keburukan
Orde Baru. Hal ini terlukiskan pada kutipan cerpen berikut ini:
“Kenapa dicopot
poster yang bagus seperti itu?” seorang anggota forum menggugat, “Bukankah isi
poster itu jauh lebih positif dibandingkan iklan-iklan barang mewah, iming-iming
hadiah besar dalam penjualan barang, atau publikasi kode-kode nomer buntuu?
Poster itu 100% positif, karena membela nasib guru, antikorupsi, dan antijudi.
Itu sesuai dengan perjuangan pemerintah sendiri...” dalam cerpen Kepekaan untuk Mengamankan Demokrasi (Najib,
2012:21-22).
Kutipan
tersebut diungkapkan oleh tokoh seorang anggota forum dalam Markesot Bertutur.
Tokoh ini memprotes kejadian pencopotan sebuah poster oleh aparat keamanan yang
menurutnya poster tersebut bernilai positif. Pada masa Orde Baru, kebebasan
berpendapat dikekang oleh pemerintah. Seseorang yang bebas fisiknya, dikatakan
tidak bebas jika ia dilarang mengungkapkan pendapatnya. Kemudian, pada kutipan
cerpen yang lain dikuatkan mengenai pengekangan pendapat oleh pemerintah Orde
Baru, seperti berikut ini:
“Kalau nggak
paham jangan jadi pemuka masyarakat, Tuhan saja memberi kemerdekaan sedemikian
besar, tapi mereka ini meletakan diri melebihi batas kewenangan Tuhan. Mereka
menyensor setiap gejala sosial yang diperkirakan merugikan kekuasaan mereka.
Mereka menyensor khotbah di masjid, menyensor bunyi mulut mubaligh, menyensor
puisi penyair, menyensor drama para teaterawan – kadangkala tanpa kriteria yang
jelas. Lama-lama mereka menyensor mimpi kita waktu tidur...”, dalam cerpen Kegusaran si Binatang Langka (Najib,
2012:24).
“Kemerdekaan
berpendapat itu dijamin oleh Undang-Undang Dasar negara kita. Jadi mau ngobrol,
menerbitkan koran, majalah, tabloid, atau mading, kapan saja bisa tanpa
izin-izin segala. Orang Indonesia sudah jadi bodoh. Disangkanya menerbitkan
koran itu memang sewajarnya pakai SIUPP....”
dalam cerpen Sarip Tambalelo dan Sang Prabu Ngutowaton (Najib, 2012:28).
2.
Pejabat
yang Korup
Selama
pemeritahan Orde Baru, korupsi di Indonesia semakin meningkat. Beberapa sektor
dalam pemerintahan tidak luput dari korupsi. Para penguasa dan pemimpin pun
menjadi semakin diuntungkan sementara bawahan dan rakyat semakin dirugikan. Hal
ini tidak luput dikritik oleh Cak Nun dalam Markesot Bertutur. Berikut adalah
kutipannya:
“Ya kasus-kasus
di negara kita ini. Tak habis-habisnya. Yang satu tak terselesaikan, muncul
yang lainnya lagi. Soal tanah ribut, korupsi bank ribut, pernyataan-pernyataan
ribut, tuntut-menuntu ribut...” dalam
cerpen Menafsirkan Bersin Baginda Raja (Najib, 2012:17).
Tokoh yang mengucapkan
protes tersebut ialah teman Markesot yang oleh Cak Nun tidak disebutkan
namanya. Ia merasakan kegusaran akibat kasus-kasus yang melanda Indonesia,
salah satunya korupsi, yang ternyata tidak hanya pemerintah, tetapi juga bank.
Pada bagian
cerpen yang lain, Cak Nun menuliskan sebuah doa agar negeri ini terbebas dari
korupsi, yakni sebagai berikut:
“Ya Allah,
Jauhkan Negeri Kami dari Korupsi”
dalam cerpen Kepekaan untuk Mengamankan Demokrasi (Najib, 2012:21).
Tulisan itu
merupakan isi dari poster yang dipajang oleh tukang rokok di kiosnya yang oleh
pihak keamanan dicopot. Namun dibalik itu, Cak Nun sengaja menulisnya agar
menjadi doa bagi bangsa Indonesia pada umumnya agar terhindar dari korupsi.
b.
Kritik Terhadap Pemerintah Cina
Cak Nun tidak
hanya mengkritisi pemerintah Orde Baru saja, namun peristiwa-peristiwa sosial
yang terjadi di luar negeri pun ia kritisi guna menjadi pembelajaran bagi
bangsa Indonesia. Perisitiwa luar negeri yang diangkat dalam Markesot Bertutur
yaitu tragedi Tiananmen di Beijing pada tahun 1989. Sebelum membahas mengenai
kejadian tersebut, penulis mencoba menjelaskan tokoh yang disebut dalam cerpen
Demokrasi Naga yang dikritisi oleh Emha Ainun Najib yaitu, Deng Xiaoping.
Deng Xiaoping
adalah tokoh utama yang memimpin dan memulai proses reformasi ekonomi dan
politik Cina. Deng Xiaoping juga merupakan orang paling berkuasa sekaligus
pimpinan tertinggi Cina setelah menggantikan Mao Zedong yang meninggal dunia.
Hal yang dikritisi Emha Ainun Najib tentang Deng Xiaoping ialah seperti kutipan
berikut:
“Si Deng
Xiaoping maunya bikin perestroika ekonomi dan budaya tapi tanpa demokrasi
politik. Jadinya njomplang. Kapal jadi oleng. Ndak karuan iramanya...” dalam cerpen Demokrasi Naga (Najib, 2012:37).
Peristiwa yang
diangkat pada cerpen Demokrasi Naga sebagai akibat dari permasalahan yang
dikutip diatas yaitu tragedi Tiananmen 1989. Tragedi Tiananmen adalah sebuah
rangkaian demokrasi mahasiswa yang diadakan di Lapangan Tiananmen di Beijing,
Cina, antara 15 April dan 4 Juni 1989. Kutipan yang menunjukan peristiwa ini
yaitu:
“Dalam keadaan
oleng begitu, para mahasiswa juga kesusu. Mereka maunya menyelengarakan
peregeseran atmosfir politik ke arah demokrasi, tapi dengan setengah sulapan.
Infrastrukturnya belum siap. Dan lantas PKC juga kesusu ambil tindakan yang
supra represif, dar, der, dor, mbunuhin rakyatnya sendiri seperti orang ngopor
kedelai dan dikremusi.
Protes ini
ditujukan terhadap ketidakstabilan ekonomi dan korupsi politik yang kemudian
merembet menjadi demonstrasi pro-demokrasi yang memang merupakan sesuatu yang
belum lazim di Cina yang otoriter. Lebih dari 3.000 orang meninggal sebagai
akibat dari tindakan dari pasukan bersenjata. Maka pada cuplikan cerpen
Demokrasi Naga yang lain, Cak Nun mengkritisi lagi kebijakan Deng Xiaoping yang
menurutnya tidak tepat.
“Heran, deng
dan Li Peng kok goblok. Mestinya mereka jangan menolak demokrasi, mestinya
mereka bisa sedikit lebih arif dan licik untuk tidak menolak tuntutan para
mahasiswa prodemokrasi itu secara semata-mata, apalagi dengan taburan
peluru-peluru...” dalam cerpen
Demokrasi Naga (Najib, 2012:38).
c.
Kritik Terhadap Tembok Berlin, Jerman Timur, dan Jerman Barat
Tembok Berlin
adalah sebuah tembok pembatas yang dibuat dari beton yang dibangun oleh
Republik Demokratik Jerman (Jerman Timur) yang memisahkan Berlin Barat dan
Berlin Timur serta daerah Jerman Timur lainnya. Tembok ini dibangun mulai pada
tanggal 13 Agustus 1961. Tembok pembatas ini dilengkapi dengan menara pengawas
yang ada di sepanjang tembok ini, juga pendirian sebuah daerah terlarang yang
diisi dengan ranjau anti kendaraan. Para pemerintah Jerman Timur menyatakan
bahwa tembok ini dibangun untuk melindungi warganya dari elemen-elemen
fasis yang dapat memicu gerakan-gerakan
besar, sehingga mereka dapat membentuk pemerintahan komunis di Jerman Timur.
Permasalahan
mengenai Tembok Berlin dibahas pada cerpen Senyum Serdadu dalam kumpulan cerpen
Markesot Bertutur. Emha Ainun Najib mengkritisi mengenai Tembok Berlin, seperti
kutipan berikut:
“Tembok Berlin
adalah lambang nyata dan realisitis dari kebiadaban dunia berpolitik umat
manusia. Sanak famili, sahabat, atau handaitolan dipisahkan secara mendadak
oelh makhluk yang bernama ideologi politik.” dalam
cerpen Senyum Serdadu (Najib, 2012:24).
Jerman Barat
dibawah zona pendudukan Amerika, Inggris, dan Perancis yang menganut sistem
ekonomi liberal. Adopsi Jerman Barat dalam politiknya yang demokrasi setelah
1945, membuat suatu perbaikan ekonomi yang sagat kuat bahkan menjadikannya
sebagai economic miracle, yang mampu menjadi salah satu negara termakmur
di dunia di akhir 1960-an. Sementara itu, Jerman Timur yang dibawah zona
kekuasaan Uni Sovyet merupakan negara dengan ideologi komunis di Eropa. Hidup
di Jerman Timur tidak akan memiliki kebebasan karena segala infrastruktur yang
ada merupakan aset negara.
Perkembangan
ekonomi Jerman Timur sangat jauh berbeda dengan Jerman Barat yang menganut
faham liberal. Di Jerman Barat, setiap orang bebas berkompetisi mendirikan
faktor-faktor ekonomi, sementara di Jerman Timur hanya pemerintahlah yang
mengatur jalannya perekonomian. Hal ini seperti pada kutipan cerpen berikut
ini:
“Lihat saja
Jertim yang antiswasta itu jadi buram dan terbelakang, miskin dan begitu-begitu
terus, mobilnya hanya satu macam. Beda dengan Jerbar yang menjulang...” dalam cerpen Senyum Serdadu (Najib, 2012:35).
Kemudian pada
kutipan yang lain di cerpen yang sama, Cak Nun juga membandingkan secara rinci
antara Jerman Barat dan Jerman Timur melalui dialog tokohnya.
“Memang. Di
Jertim orang dicukupi semua keperluannya meskipun terbatas dan sederhana. Makan
cukup, minum cukup, sandang, rumah, air, listrik, apa saja asal tidak mewah.
Syaratnya, jangan omong macam-macam, pokoknya ikut saja apa kata pemerintah.
Kalau di Jerman Barat, orang bebas berpendapat, bebas bersaing, sehingga sangat
maju, tapi juga banyak orang kalah dan terpinggirkan menjadi gelandangan atau
gila...” dalam cerpen Senyum Serdadu (Najib,
2012:36).
Kritik sosial
yang ingin disampaikan oleh Cak Nun pada cerpen Senyum Serdadu ialah: pertama,
permasalahan Tembok Berlin yang berusaha memisahkan persaudaraan antar umat
manusia demi kepentingan ideologis semata. Kedua, Cak Nun secara tidak langsung
mengkritisi zaman Orde Baru dengan menyamakan kondisi yang hampir sama terjadi di
Jerman Barat dan Jerman Timur seperti yang terjadi di Indonesia yakni:
persaingan yang sengit antar penguasa membuat yang kalah menjadi gelandangan
bahkan gila, Orde Baru yang otoriter, seperti halnya Jerman Timur, membuat
masyarakat menderita dan kemiskinan sementara penguasalah yang bergelimang
harta, kebebasan berpendapat dikekang, dan pengawasan yang ketat dari keamanan
negara.
BAB IV
KESIMPULAN
1.1 Kesimpulan
Sosok Emha
Ainun Najib dalam dunia sastra Indonesia modern merupakan sosok yang tidak bisa
diabaikan begitu saja. Karya-karyanya berupa puisi dan cerpen sudah meramaikan
dunia sastra Indonesia modern. Karya Emha Ainun Najib, salah satunya Markesot
Bertutur, telah mendapat perhatian dari berbagai kalangan penikmat sastra,
pemerhati sastra, dan sastrawan Indonesia.
Melalui
karya-karyanya tersebut, Emha Ainun Najib sepertinya ingin mengatakan bahwa
“hidup kita harus bersih dari penyelewengan moral, hukum, politik, kebenaran
bahasa, dan agama”. Setiap orang harus mengikuti norma dan aturan yang berlak
di masyarakat, namun bukan berarti dikekang, hanya saja segala tindak,
perilaku, budi, dibebaskan dengan mengikuti pedoman yang ada di masyarakat
supaya tidak terjadi penyelewengan moral. Dengan segala sikapnya yang humoris,
kritis, dan mbeling, kiranya sosok Emha Ainun Najib pantas mendapat
perhatian dan layak untuk disebut sebagai bagian dari dunia sastra Indonesia
modern.
Ada dua hal
yang telah dicapai pada penelitian ini. Pertama, telah dianalisis unsur-unsur
intrinsik cerpen-cerpen Markesot Bertutur yang dibatasi pada tema dan tokoh.
Kedua, dari hasil analisis tersebut penulis menemukan tiga bahasan utama yang
menjelaskan bentuk-bentuk kritik sosial berdasarkan fenomena yang sedang
terjadi di masyarakat menggunakan metode sosiologi sastra, yakni sebagai
berikut
1.
Kritik
terhadap Pemerintahan Orde Baru.
2.
Kritik
Terhadap Pemerintahan Cina.
3.
Kritik
Terhadap Tembok Berlin, Jerman Barat, Jerman Timur.
DAFTAR PUSTAKA
Damono, Sapardi Djoko. 1983. “Kritik Sosial dalam Sastra Indonesia:
Lebah Tanpa Sengat” dalam Kesusastraan
Indonesia Modern, Beberapa Catatan. Jakarta: PT. Gramedia.
Damono, Sapardi Djoko. 1983. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar
Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Escarpit, Robert. 2005. Sosiologi Sastra terjemahan Ida
Sundari. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Hikmat, Mahi M. 2011. Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu
Komunikasi dan Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nurgiantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian
Sastra Dari Strukturalisme hingga Postrukturalisme: Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 2014. Teori Kesusastraan,
terj. Meliani Budianta. Jakarta: Gramedia.
Wrong, Dennis Hume. 2008. Sociology. Microsoft Encarta® 2009
(DVD). Redmond, WA; Microsoft Corporation.
Pokervita - Deposit Pulsa PKV | Judi Deposit Pulsa PKV | Deposit Via Pulsa | Deposit Via Pulsa PKV
BalasHapusKenapa Harus Daftar Di Pokervita Agen PKV Deposit Pulsa Pertama
karna di Pokervita memberikan rating kemenangan tertinggi
Dan yang tak ketinggalan Pokervita menerima deposit via pulsa loh!
Pokervita Menerima Deposit Via GO-PAY
deposit via Go-Pay
deposit via pulsa
judi ovo indonesia
bonus turnover terbesar
situs judi online terpercaya
bonus referral terbesar
poker depo pulsa
capsa depo pulsa
aduq deposit pulsa
domino deposit pulsa
deposit via telkomsel
deposit via xl
Whatsapp Daftar Deposit Pulsa Alfamart
Livechat PKV Deposit Pulsa