Rani Amirah Rosyada
BSI VII C
1211503104
UTS Filsafat Ilmu
Pengaplikasian
Ontologi pada puisi “Kulihat Ada Tuhan Dimatanya” oleh Alin Ilmani
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Filsafat
dan sastra adalah salah satu mata rantai dalam lingkaran pendidikan bahasa dan
sastra. Namun pada kenyataannya pada zaman sekarang ini banyak
permasalahan yang menyulitkan dalam penafsiran suatu karya sastra, kadang kala
seseorang berpikir bahwasannya karya tersebut membahas filsafat begitupun
sebaliknya, tanpa mengetahui perihal yang mendasari dari penciptaan karya
filsafat ataupun karya sastra.
Demi
pancapaian suatu pemahaman terhadap permasalahan diatas, sebagai mahasiswa
bahasa dan sastra saya menulusuri seluruh aspek yang berkenaan dengan filsafat
sebagai sumber pemikiran dasar dan kesusastraan sebagai produksi aktif yang
diharapkan dengan menggunakan objek puisi sebagai objek penelitiannya.
Selain dari
itu saya juga mencoba membuat suatu pembahasan yang menjelaskan teori dasar
Filsafat, teori dasar Sastra dan hubungan antara keduanya beserta penerapannya
terhadap karya sastra berdasarkan pendapat dan bukti aktual dari para ahli
dibidangnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Bagaimanakah hubungan filsafat dengan sastra?
b. Bagaimanakah hakikat filsafat sastra?
c.
Bagaimanakah analisis puisi dari sudut pandang filsafat khususnya bidang kajian
Ontologi?
1.3 Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan hubungan filsafat dengan sastra.
b. Mendeskripsikan hakikat filsafat sastra.
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan hubungan filsafat dengan sastra.
b. Mendeskripsikan hakikat filsafat sastra.
c.
Mendeskripsikan analisis puisi dari sudut pandang filsafat bidang kajian
Ontologi.
BAB 2
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dipaparkan
teori-teori yang dijadikan landasan dalam penelitian ini. Teori tersebut
meliputi: 1) hubungan filsafat dengan sastra dan 2) hakikat filsafat sastra.serta
3)analisis puisi
2.1
Hubungan Filsafat Dengan Sastra
Filsafat dan sastra
ibarat dua sisi mata uang. Sisi yang satu tidak dapat dipisahkan dengan sisi
yang lain. Hubungannya bersifat komplementer atau saling mengisi dan melengkapi
(Mahayana, 2008). Demikianlah dasar hubungan antara filsafat dan sastra yang harus
dipahami. Mengutip pemikiran Javissyarqi (2006) dalam kumpulan sajaknya yang
berjudul Takdir Terlalu Dini, Javissyarqi menjelaskan bahwa barat dan timur itu
tak dapat dipisahkan karena hubungannya bersifat komplementer. Sisi Barat
(bagaimanapun bentuknya) tidak akan pernah ada tanpa sisi Timur. Hal ini juga
berlaku sebaliknya. Sisi Timur (bagaimanapun bentuknya) tidak akan pernah ada
tanpa sisi Barat. Demikian pula
dengan
filsafat dengan sastra.
Bagaimanapun perbedaan
yang terdapat dalam filsafat dan sastra, muara keduanya tetaplah sama, yaitu
manusia dan kehidupannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Mahayana (2008) yang
menjelaskan bahwa filsafat dan sastra merupakan refleksi atas kehidupan
manusia. Sutrisno (1995) menegaskan bahwa filsafat dan sastra memiliki muara
yang sama, yaitu kehidupan manusia.
Sejak manusia mengenal
mitos, sejak itu pula hubungan filsafat dan sastra tidak bisa dipisahkan.
Banyak sekali filsafat-filsafat yang dituangkan dalam bentuk sastra. Hal ini
merupakan salah satu cara filsafat menyentuh masyarakat dengan segala
pencerahan kehidupan yang kandungnya. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
dalam konteks tersebut, sastra merupakan corong filsafat dalam menyentuh
masyarakat.
Dalam konteks sastra
merupakan corong filsafat dalam menyentuh masyarakat, dapat dipahami bahwa
sastra merupakan penghubung filsafat dengan masyarakat. Filsafat yang dikenal
menggunakan ‘bahasa yang tinggi’ dan abstrak, menjadikannya sulit dipahami.
Dengan adanya sastra sebagai corong filsafat, maka dengan mudah masyarakat
memperoleh pencerahan kehidupan dari filsafat tersebut.
Selain sebagai corong
filsafat untuk menyentuh masyarakat, sastra juga dapat berfungsi sebagai lahan
filsafat untuk mengembangkan dahan-dahan falsafahnya. Sastra sebagai cermin
kehidupan yang menyajikan cerita-cerita kehidupan adalah wadah filsuf dalam
mengembangkan falsafah-falsafah baru bagi kehidupan manusia. Kehidupan yang
terus berkembang tersebut (yang terurai dalam karya sastra) pada akhirnya terus
diikuti oleh perkembangan filsafat yang berfungsi sebagai pemberi cahaya dalam
kehidupan manusia agar lebih memiliki makna.
Berdasarkan uraian di
atas, dapat dipahami hubungan filsafat dan sastra ibarat dua sisi mata uang
yang bersifat komplementer. Filsafat tanpa sastra akan kehilangan salah satu
corongnya dalam menyentuh kehidupan masyarakat. Apabila filsafat sudah tidak
lagi bisa menyentuh masyarakat, maka filsafat akan kehilangan eksistensinya.
Demikian pula dengan sastra. Sastra tanpa muatan falsafah kehidupan akan
kehilangan ‘kesakralannya’.
2.2 Hakikat Filsafat Sastra
2.2 Hakikat Filsafat Sastra
Berikut akan diuraikan
hakikat filsafat sastra yang mengacu pada pendapat Djojosuroto (2007). Filsafat
sastra adalah filsafat yang menganalisis nilai-nilai kehidupan manusia yang
dijabarkan seorang sastrawan dalam karya sastranya; filsafat sastra adalah
filsafat yang menganalisis karya sastra dengan latar belakang sastra merupakan
bagian dari kehidupan manusia, sastra sebagai pranata sosial yang menggambarkan
keadaan masyarakat dan kehidupan budaya pada masa tertentu, dan sastra sebagai
refleksi kehidupan manusia dengan Tuhan; filsafat sastra merupakan wadah
falsafah kehidupan yang menempatkan nilai kemanusiaan dengan semestinya,
terutama di tengah-tengah kehidupan kemajuan sains dan teknologi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa filsafat sastra adalah filsafat yang mengupas hakikat nilai-nilai kehidupan manusia yang terkandung dalam karya sastra. Kehidupan manusia tersebut (beberapa di antaranya) meliputi hubungan manusia dengan manusia (hubungan horizontal), manusia dengan alam (hubungan horizontal), hingga manusia dengan Tuhan (hubungan vertikal).
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa filsafat sastra adalah filsafat yang mengupas hakikat nilai-nilai kehidupan manusia yang terkandung dalam karya sastra. Kehidupan manusia tersebut (beberapa di antaranya) meliputi hubungan manusia dengan manusia (hubungan horizontal), manusia dengan alam (hubungan horizontal), hingga manusia dengan Tuhan (hubungan vertikal).
2.3
Analisis Puisi
Kulihat Ada
Tuhan di Matanya
Semua tak pernah berubah hingga kau
berbicara kepadaku
Di sudut senja yang dingin di halaman itu
Kita
berbicara kepada embun, matahari yang hampir tenggelam
dan pepohonan yang mulai merunduk
Cerita dahulu, tentang Ayah dan Ibu
Lalu tentang kami, anak yang dahulu
diimpi-impikan itu
Lalu tentang hari ini saat semua begitu
kelabu dan jauh
Sampai.
Kulihat ada tuhan di matanya
Dan sejenak, kucium senja dan berdo’a
Agar ia terus diberi kekuatan itu
Kami
Kita
Semua
Untuk terus berbuat baik
Layaknya tuhan yang telah memberikan
nafasnya kepada kita yang tak tahu terima kasih ini.
Alin Imani
Puisi diatas merupakan puisi yang
memilik nilai-nilai filsafat di dalamnya. Terbukti dengan kata-kata yang diluar
nalar kita. Saya akan menganalisis puisi dari sudut pandang filsafat khususnya
bidang kajian Ontologi. Bidang kajian ontologi dalam filsafat adalah cabang
teori dari ilmu filsafat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Ontologi
juga dikatakan sebagai salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal
dari Yunani. Ontologi berasal dari bahasa Yunani yakni ta onta artinya “yang
berada”, atau ontos artinya ada atau segala sesuatu yang ada (being). Dan logos
artinya ilmu pengetahuan atau ajaran. Dengn demikian, ontologi berarti ilmu
pengetahuan atau ajaran tentang yang ada. Ontologi juga dapat diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari hakikat dari segala sesuatu yang ada. Studi ini membahas
keberadaan sesuatu yang bersifat konkrit.
Bila kita lihat arti
dari sudut Ontologi atau pengertian dari Ontologi itu sendiri, maka secara umum
kita bisa menarik kesimpulan bahwa sebuah puisi biasanya jauh dari sifat
konkrit. Itu artinya sebuah puisi tidak termasuk kedalam bidang kajian Ontologi
karena alasan yang telah disebutkan sebelumnya.. Seperti dalam kalimat berikut “Kita berbicara kepada embun” sesungguhnya embun tidak termasuk kedalam
makhluk hidup yang bisa kita ajak bicara, karena yang bisa berkomunikasi
hanyalah makhluk hidup. Walaupun sbnenarnya semua makhluk yang ada didunia ini
mempunyai cara berkomunikasi tersendiri untuk berkomunikasi jika Allah SWT
berkehendak, tapi tentu saja itu diluar nalar kita sebagai makhluk hidup yang
konkrit yang mampu berpikir karena mempunyai akal dan rasional. Maka yang bisa
melakukan semua aktifitas sesuai nalar manusia hanyalah makhluk hidup.
Selain itu kalimat lain yang
berkenaan dengan filsafat yaitu “Sampai Kulihat
ada tuhan di matanya”. Kalimat ini jelas menggambarkan sesuatu yang jaub
dari nalar kita sebagai manusia. Pertama, sudah kita ketahui sebagai manusia
yang beragama Islam di agama kita sudah dijelaskan bahwa Tuhan kita Allah SWT
tidak berwujud dan tidak ada seorang pun yang mengetahui wujud, dan bagaimana
Allah mampu mengontrol kita sebagai umat-Nya. Mungkin disini penulis mencoba
menjelaskan peringatan dari Allah SWT untuk kita sebagai manusia yang wajib
menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Pada
kenyataannya semua itu sulit untuk direalisasikan karena Allah pula memberi
kita banyak cobaan dan godaan, sekuat apa kita mampu bertahan dalam cobaan dan
godaan-Nya, mampukah kita sebagai manusia melalui ujian hidup ini daln layak masuk
kedalam Surga-Nya. Walaupun ketika
karya sastra itu dibuat sah-saha saja ketika seorang penulis berimajinasi
sesuai keinginannya.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Hubungan
filsafat dan sastra ibarat dua sisi mata uang yang bersifat komplementer.
Filsafat tanpa sastra akan kehilangan salah satu corongnya dalam menyentuh
kehidupan masyarakat. Apabila filsafat sudah tidak lagi bisa menyentuh
masyarakat, maka filsafat akan kehilangan eksistensinya. Demikian pula dengan
sastra. Sastra tanpa muatan falsafah kehidupan akan kehilangan ‘kesakralannya’.
Sementara
itu, filsafat sastra adalah filsafat yang mengupas
hakikat nilai-nilai kehidupan manusia yang terkandung dalam karya sastra.
Kehidupan manusia tersebut (beberapa di antaranya) meliputi hubungan manusia
dengan manusia (hubungan horizontal), manusia dengan alam (hubungan
horizontal), hingga manusia dengan Tuhan (hubungan vertikal). Maka saya
mencoba mengaplikasikan penerapan filsafat khususnya bidang kajian Ontologi dalam
puisi Kulihat Ada Tuhan Dimatanya. Dari puisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
sebuah karya sastra dalam kasus ini sebuah puisi penuh dengan keimajinasian
yang jauh dari konkrit sesuai dengan pengertian dari Ontologi itu sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Djojosuroto, Kinayati. 2007.
Filsafat Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Javissyarqi, Nurel. 2006a. Takdir
Terlalu Dini. Lamongan: Pustaka Pujangga.
Javissyarqi, Nurel. 2006b. Trilogi
Kesadaran. Lamongan: Pustaka Pujangga.
Mahayana, Maman S. 2008. Hubungan
Sastra dan Filsafat. Artikel. http://mahayana
mahadewa.com/2008/11/27/hubungan-sastra-dan-filsafat/.
Diakses 9 November 2012.
Sutrisno, Mudji. 1995. Filsafat,
Sastra, dan Budaya. Jakarta: Obor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar