Rabu, 29 Oktober 2014

Rani Amirah Rosyada


Rani Amirah Rosyada
BSI VII C
1211503104
UTS Filsafat Ilmu
Pengaplikasian Ontologi pada puisi “Kulihat Ada Tuhan Dimatanya” oleh Alin Ilmani
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Filsafat dan sastra adalah salah satu mata rantai dalam lingkaran pendidikan bahasa dan sastra. Namun pada kenyataannya pada zaman sekarang ini banyak permasalahan yang menyulitkan dalam penafsiran suatu karya sastra, kadang kala seseorang berpikir bahwasannya karya tersebut membahas filsafat begitupun sebaliknya, tanpa mengetahui perihal yang mendasari dari penciptaan karya filsafat ataupun karya sastra. 
Demi pancapaian suatu pemahaman terhadap permasalahan diatas, sebagai mahasiswa bahasa dan sastra saya menulusuri seluruh aspek yang berkenaan dengan filsafat sebagai sumber pemikiran dasar dan kesusastraan sebagai produksi aktif yang diharapkan dengan menggunakan objek puisi sebagai objek penelitiannya.
Selain dari itu saya juga mencoba membuat suatu pembahasan yang menjelaskan teori dasar Filsafat, teori dasar Sastra dan hubungan antara keduanya beserta penerapannya terhadap karya sastra berdasarkan pendapat dan bukti aktual dari para ahli dibidangnya.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Bagaimanakah hubungan filsafat dengan sastra?
b. Bagaimanakah hakikat filsafat sastra?
c. Bagaimanakah analisis puisi dari sudut pandang filsafat khususnya bidang kajian Ontologi?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan hubungan filsafat dengan sastra.
b. Mendeskripsikan hakikat filsafat sastra.
c. Mendeskripsikan analisis puisi dari sudut pandang filsafat bidang kajian Ontologi.

BAB 2
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dipaparkan teori-teori yang dijadikan landasan dalam penelitian ini. Teori tersebut meliputi: 1) hubungan filsafat dengan sastra dan 2) hakikat filsafat sastra.serta 3)analisis puisi
2.1 Hubungan Filsafat Dengan Sastra
Filsafat dan sastra ibarat dua sisi mata uang. Sisi yang satu tidak dapat dipisahkan dengan sisi yang lain. Hubungannya bersifat komplementer atau saling mengisi dan melengkapi (Mahayana, 2008). Demikianlah dasar hubungan antara filsafat dan sastra yang harus dipahami. Mengutip pemikiran Javissyarqi (2006) dalam kumpulan sajaknya yang berjudul Takdir Terlalu Dini, Javissyarqi menjelaskan bahwa barat dan timur itu tak dapat dipisahkan karena hubungannya bersifat komplementer. Sisi Barat (bagaimanapun bentuknya) tidak akan pernah ada tanpa sisi Timur. Hal ini juga berlaku sebaliknya. Sisi Timur (bagaimanapun bentuknya) tidak akan pernah ada tanpa sisi Barat. Demikian pula dengan filsafat dengan sastra.
Bagaimanapun perbedaan yang terdapat dalam filsafat dan sastra, muara keduanya tetaplah sama, yaitu manusia dan kehidupannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Mahayana (2008) yang menjelaskan bahwa filsafat dan sastra merupakan refleksi atas kehidupan manusia. Sutrisno (1995) menegaskan bahwa filsafat dan sastra memiliki muara yang sama, yaitu kehidupan manusia.
Sejak manusia mengenal mitos, sejak itu pula hubungan filsafat dan sastra tidak bisa dipisahkan. Banyak sekali filsafat-filsafat yang dituangkan dalam bentuk sastra. Hal ini merupakan salah satu cara filsafat menyentuh masyarakat dengan segala pencerahan kehidupan yang kandungnya. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dalam konteks tersebut, sastra merupakan corong filsafat dalam menyentuh masyarakat.
Dalam konteks sastra merupakan corong filsafat dalam menyentuh masyarakat, dapat dipahami bahwa sastra merupakan penghubung filsafat dengan masyarakat. Filsafat yang dikenal menggunakan ‘bahasa yang tinggi’ dan abstrak, menjadikannya sulit dipahami. Dengan adanya sastra sebagai corong filsafat, maka dengan mudah masyarakat memperoleh pencerahan kehidupan dari filsafat tersebut.
Selain sebagai corong filsafat untuk menyentuh masyarakat, sastra juga dapat berfungsi sebagai lahan filsafat untuk mengembangkan dahan-dahan falsafahnya. Sastra sebagai cermin kehidupan yang menyajikan cerita-cerita kehidupan adalah wadah filsuf dalam mengembangkan falsafah-falsafah baru bagi kehidupan manusia. Kehidupan yang terus berkembang tersebut (yang terurai dalam karya sastra) pada akhirnya terus diikuti oleh perkembangan filsafat yang berfungsi sebagai pemberi cahaya dalam kehidupan manusia agar lebih memiliki makna.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami hubungan filsafat dan sastra ibarat dua sisi mata uang yang bersifat komplementer. Filsafat tanpa sastra akan kehilangan salah satu corongnya dalam menyentuh kehidupan masyarakat. Apabila filsafat sudah tidak lagi bisa menyentuh masyarakat, maka filsafat akan kehilangan eksistensinya. Demikian pula dengan sastra. Sastra tanpa muatan falsafah kehidupan akan kehilangan ‘kesakralannya’.

2.2 Hakikat Filsafat Sastra
Berikut akan diuraikan hakikat filsafat sastra yang mengacu pada pendapat Djojosuroto (2007). Filsafat sastra adalah filsafat yang menganalisis nilai-nilai kehidupan manusia yang dijabarkan seorang sastrawan dalam karya sastranya; filsafat sastra adalah filsafat yang menganalisis karya sastra dengan latar belakang sastra merupakan bagian dari kehidupan manusia, sastra sebagai pranata sosial yang menggambarkan keadaan masyarakat dan kehidupan budaya pada masa tertentu, dan sastra sebagai refleksi kehidupan manusia dengan Tuhan; filsafat sastra merupakan wadah falsafah kehidupan yang menempatkan nilai kemanusiaan dengan semestinya, terutama di tengah-tengah kehidupan kemajuan sains dan teknologi.
            Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa filsafat sastra adalah filsafat yang mengupas hakikat nilai-nilai kehidupan manusia yang terkandung dalam karya sastra. Kehidupan manusia tersebut (beberapa di antaranya) meliputi hubungan manusia dengan manusia (hubungan horizontal), manusia dengan alam (hubungan horizontal), hingga manusia dengan Tuhan (hubungan vertikal).
2.3 Analisis Puisi
Kulihat Ada Tuhan di Matanya
Semua tak pernah berubah hingga kau berbicara kepadaku
Di sudut senja yang dingin di halaman itu
Kita berbicara kepada embun, matahari yang hampir tenggelam dan pepohonan yang mulai merunduk
Cerita dahulu, tentang Ayah dan Ibu
Lalu tentang kami, anak yang dahulu diimpi-impikan itu
Lalu tentang hari ini saat semua begitu kelabu dan jauh

Sampai. Kulihat ada tuhan di matanya

Dan sejenak, kucium senja dan berdo’a
Agar ia terus diberi kekuatan itu
Kami
Kita
Semua
Untuk terus berbuat baik
Layaknya tuhan yang telah memberikan nafasnya kepada kita yang tak tahu terima kasih ini.

Alin Imani
Puisi diatas merupakan puisi yang memilik nilai-nilai filsafat di dalamnya. Terbukti dengan kata-kata yang diluar nalar kita. Saya akan menganalisis puisi dari sudut pandang filsafat khususnya bidang kajian Ontologi. Bidang kajian ontologi dalam filsafat adalah cabang teori dari ilmu filsafat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Ontologi juga dikatakan sebagai salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Ontologi berasal dari bahasa Yunani yakni ta onta artinya “yang berada”, atau ontos artinya ada atau segala sesuatu yang ada (being). Dan logos artinya ilmu pengetahuan atau ajaran. Dengn demikian, ontologi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran tentang yang ada. Ontologi juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari hakikat dari segala sesuatu yang ada. Studi ini membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkrit.
Bila kita lihat arti dari sudut Ontologi atau pengertian dari Ontologi itu sendiri, maka secara umum kita bisa menarik kesimpulan bahwa sebuah puisi biasanya jauh dari sifat konkrit. Itu artinya sebuah puisi tidak termasuk kedalam bidang kajian Ontologi karena alasan yang telah disebutkan sebelumnya.. Seperti dalam kalimat berikut Kita berbicara kepada embun”  sesungguhnya embun tidak termasuk kedalam makhluk hidup yang bisa kita ajak bicara, karena yang bisa berkomunikasi hanyalah makhluk hidup. Walaupun sbnenarnya semua makhluk yang ada didunia ini mempunyai cara berkomunikasi tersendiri untuk berkomunikasi jika Allah SWT berkehendak, tapi tentu saja itu diluar nalar kita sebagai makhluk hidup yang konkrit yang mampu berpikir karena mempunyai akal dan rasional. Maka yang bisa melakukan semua aktifitas sesuai nalar manusia hanyalah makhluk hidup.
Selain itu kalimat lain yang berkenaan dengan filsafat yaitu “Sampai Kulihat ada tuhan di matanya”. Kalimat ini jelas menggambarkan sesuatu yang jaub dari nalar kita sebagai manusia. Pertama, sudah kita ketahui sebagai manusia yang beragama Islam di agama kita sudah dijelaskan bahwa Tuhan kita Allah SWT tidak berwujud dan tidak ada seorang pun yang mengetahui wujud, dan bagaimana Allah mampu mengontrol kita sebagai umat-Nya. Mungkin disini penulis mencoba menjelaskan peringatan dari Allah SWT untuk kita sebagai manusia yang wajib menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Pada kenyataannya semua itu sulit untuk direalisasikan karena Allah pula memberi kita banyak cobaan dan godaan, sekuat apa kita mampu bertahan dalam cobaan dan godaan-Nya, mampukah kita sebagai manusia melalui ujian hidup ini daln layak masuk kedalam Surga-Nya. Walaupun ketika karya sastra itu dibuat sah-saha saja ketika seorang penulis berimajinasi sesuai keinginannya.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Hubungan filsafat dan sastra ibarat dua sisi mata uang yang bersifat komplementer. Filsafat tanpa sastra akan kehilangan salah satu corongnya dalam menyentuh kehidupan masyarakat. Apabila filsafat sudah tidak lagi bisa menyentuh masyarakat, maka filsafat akan kehilangan eksistensinya. Demikian pula dengan sastra. Sastra tanpa muatan falsafah kehidupan akan kehilangan ‘kesakralannya’.
Sementara itu, filsafat sastra adalah filsafat yang mengupas hakikat nilai-nilai kehidupan manusia yang terkandung dalam karya sastra. Kehidupan manusia tersebut (beberapa di antaranya) meliputi hubungan manusia dengan manusia (hubungan horizontal), manusia dengan alam (hubungan horizontal), hingga manusia dengan Tuhan (hubungan vertikal). Maka saya mencoba mengaplikasikan penerapan filsafat khususnya bidang kajian Ontologi dalam puisi Kulihat Ada Tuhan Dimatanya. Dari puisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sebuah karya sastra dalam kasus ini sebuah puisi penuh dengan keimajinasian yang jauh dari konkrit sesuai dengan pengertian dari Ontologi itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Djojosuroto, Kinayati. 2007. Filsafat Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Javissyarqi, Nurel. 2006a. Takdir Terlalu Dini. Lamongan: Pustaka Pujangga.
Javissyarqi, Nurel. 2006b. Trilogi Kesadaran. Lamongan: Pustaka Pujangga.
Mahayana, Maman S. 2008. Hubungan Sastra dan Filsafat. Artikel. http://mahayana
mahadewa.com/2008/11/27/hubungan-sastra-dan-filsafat/. Diakses 9 November 2012.
Sutrisno, Mudji. 1995. Filsafat, Sastra, dan Budaya. Jakarta: Obor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar