HUBUNGAN
ANTARA FILSAFAT ILMU DENGAN KEPERAWATAN
Dibuat
untuk memenuhi nilai Ujian Tengah Semester mata kuliah Filsafat Ilmu
Penyusun:
Nur Anisa
1211503089
Bahasa dan Sastra
Inggris
Fakultas Adab dan
Humaniora
Universitas Islam Negri
Sunan Gunung Djati
Bandung
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Seluruh
ilmu hakikatnya berasal dari filsafat. Darinyalah seluruh ilmu berasal, darinya
pula seluruh ilmu dan pengetahuan manusia dilahirkan. Sikap dasar selalu
bertanya menjadi ciri filsafat, menurun pada berbagai cabang ilmu yang semula
berinduk padanya. Karenanya, dalam semua ilmu terdapat kecenderungan dasar itu.
Manakala ilmu mengalami masalah yang sulit dipecahkan, ia akan kembali pada
filsafat dan memulainya dengan sikap dasar untuk bertanya. Dalam filsafat, manusia
mempertanyakan apa saja dari berbagai sudut, secara totalitas menyeluruh,
menyangkut hakikat inti, sebab dari segala sebab, mancari jauh ke akar, hingga
ke dasar.
Dalam
memahami ilmu fisafat maka sebaiknya memahami cabang-cabang dari ilmu filsafat
itu sendiri yakni ontology, epistimologi dan akseologi. Ketiga cabang tersebut
sangatlah perlu untuk difahami sebagai tolak ukur / landasan dalam berfikir.
B. Rumusan
masalah
Berdasarkan
latar belakang yang dikemukakan di atas, dapat mengambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1.
Bagaimana pengertian filsafat
?
2.
Bagaimana hubungan filsafat
dengan pancasila ?
3.
Bagaimana hubungan filsafat
dengan keperawatan ?
C. Tujuan
Masalah
1. Untuk
mengetahui pengertian filsafat
2. Untuk
mengetahui hubungan filsafat dengan pancasila
3. Untuk
mengetahui hubungan filsafat dengan keperawatan
BAB II
LANDASAN
TEORI
A. Pengertian
Filsafat Ilmu
Para
Cendikiawan berbeda - beda dalam memberikan pengertian seputar filsafat ilmu. Berikut
ini disajikan beberapa defnisi filsafat ilmu agar bisa dipahami secara utuh dan
menyeluruh, pengertian tersebut antara lain:
1. Lewis
White Beck mencoba mendefinisikan filsafat ilmu sebagai ilmu yang membahas dan
mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan
pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
2. A.
Cornelius Benjamin berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah Cabang pengetahuan
filsafat yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya
metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya
dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.
3. Michael
V. Berry “berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah Penelaahan tentang logika
interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan
teori, yakni tentang metode ilmiah.
4. May
Brodbeck mengatakan bahwa yang dimaksud dengan filsafat ilmu adalah Analisis
yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai
landasan – landasan ilmu.
Jadi
antara Filsafat dan Filsafat Ilmu ada keterkaitan yang tidak bisa dilepas.
Untuk memahami Filsafat Ilmu harus terlebih dahulu paham Filsafat. Peter Caws
berpendapat bahwa Filsafat melakukan dua macam hal: di satu pihak, ini
membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya
sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan. Di lain pihak, Filsafat
memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan
bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan
pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan.
B. Ontologi Keperawatan
a) Apa Ilmu Keperawatan (Ontologi Ilmu Keperawatan)
1.
Pengertian perawat
a.
Pada
Lokakarya Nasional Tahun 1983
Telah disepakati
pengertian keperawatan sebagai berikut, keperawatan adalah pelayanan
professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio psiko sosio
spiritual yang komprehensif yang ditujukan kepada individu, kelompok dan
masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan
manusia.
b. Florence Nightingale (1895)
Mendefinisikan
keperawatan sebagai berikut, keperawatan adalah menempatkan pasien alam kondisi
paling baik bagi alam dan isinya untuk bertindak.
c.
Calilista
Roy (1976)
Mendefinisikan
keperawatan merupakan definisi ilmiah yang berorientasi kepada praktik
keperawatan yang memiliki sekumpulan pengetahuan untuk memberikan pelayanan
kepada klien.
Dari beberapa definisi
di atas dapat disimpulkan bahwa keperawatan adalah upaya pemberian
pelayanan/asuhan yang bersifat humanistic dan professional, holistic
berdasarkan ilmu dan kiat, standart pelayanan dengan berpegang teguh kepada
kode etik yang melandasi perawat professional secara mandiri atau memalui upaya
kolaborasi.
d.
Definisi
perawat menurut UU RI. No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
Perawat adalah mereka
yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan
berdasarkan ilmu yang dimiliki diperoleh melalui pendidikan keperawatan.
e.
Tyalor
C Lillis C Lemone (1989)
Mendefinisikan perawat
adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dengan
melindungi seseorang karena sakit, luka dan proses penuaan.
f.
Definisi
perawat menurut ICN (international council of nursing) tahun 1965.
Perawat adalah seseorang
yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan yang memenuhi syarat serta
berwenang di negeri bersangkutan untuk memberikan pelayanan keperawatan yan
bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit dan
pelayanan penderita sakit.
Pohon ilmu dari
keperawatan adalah ilmu keperawatan itu sendiri. Pendidikan keperawatan sebagai
pendidikan profesi harus dikembangkan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu dan
profesi keperawatan, yang harus memiliki landasan akademik dan landasan professional
yang kokoh dan mantap.
Pengembangan pendidikan
keperawatan bertolak dari pengertian dasar tentang ilmu keperawatan seperti
yang dirumuskan oleh Konsorsium Ilmu kesehatan (1991) yaitu : “Ilmu
keperawatan mencakup ilmu-ilmu dasar seperti ilmu alam, ilmu social, ilmu
perilaku, ilmu biomedik, ilmu kesehatan masyarakat, ilmu dasar keperawatan,
ilmu keperawatan komunitas dan ilmu keperawatan klinik, yang apluikasinya
menggunakan pendekatan dan metode penyelesaian masalah secara ilmiah, ditujukan
untuk mempertahankan, menopang, memelihara dan meningkatkan integritas seluruh
kebutuhan dasar manusia”.
Wawasan ilmu
keperawatan mencakup ilmu-ilmu yang mempelajari bentuk dan sebab tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, melalui pengkajian mendasar tentang hal-hal
yang melatar belakangi, serta mempelajari berbagai bentuk upaya untuk mencapai
kebutuhan dasar tersebut melalui pemanfaatan semua sumber yang ada dan
potensial.
Bidang garapan dan
fenomena yang menjadi objek studi keperawatan adalah penyimpangan dan tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (bio-psiko-sosio-spiritual), mulai dari
tingkat individu tang utuh (mencakup seluruh siklus kehidupan), sampai pada
tingkat masyarakat, yang juga tercermin pada tidak terpenuhinya kebutuhan dasar
pada tingkat system organ fungsional sampai sub seluler atau molekuler.
Dari uraian diatas
dapat dijelaskan bahwa hakikat dari ilmu keperawatan adalah mempelajari tentang
respon manusia terhadap sehat dan sakit yang difokuskan pada kepedulian perawat
terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pasien atau disebut dengan care.
Hal ini berbeda dengan hakikat kedokteran adalah pengobatan atau disebut cure.
a) Bagaimana lahirnya ilmu keperawatan (Epistemologi ilmu
keperawatan)
Keperawatan lahir sejak
naluriah keperawatan lahir bersamaan dengan penciptaan manusia. Orang-orang
pada zaman dahulu hidup dalam keadaan primitive. Namun demikian mereka sudah
mampu sedikit pengetahuan dan kecakapan dalam merawat atau mengobati. Pekerjaan
"merawat" dikerjakan berdasarkan naluri (instink) Ã naluri binatang Ã
"mother instinct" (naluri keibuan) yang merupakan suatu naluri
dalam yang bersendi pada pemeliharaan jenis (melindungi anak, merawat orang
lemah).
Perkembangan
keperawatan dipengaruhi dengan semakin maju peradaban manusia maka semakin berkembang
keperawatan. Diawali ole seorang Florence Nigtingale
yang mengamati fenomena
bahwa pasien yang dirawat dengan keadaan lingkungan yang bersih ternyata lebih
cepat sembuh dibanding pasien yang dirawat dalam kondisi lingkungan yang kotor.
Hal ini membuahkan kesimpulan bahwa perawatan lingkungan berperan dalam
keberhasilan perawatan pasien yang kemudian mejadi paradigma keperawatan
berdasar lingkungan.
Semenjak
itu banyak pemikiran baru yang didasari berbagai tehnik untuk mendapatan
kebenaran baik dengan cara Revelasi (pengalaman pribadi), otoritas dari seorang
yang ahli, intusisi ( diluar kesadaran), common sense (pengalaman tidak
sengaja), dan penggunaan metode ilmiah dengan penelitian-peneltian dalam bidang
keperawatan. Sehingga muncullah paradigma lain diantaranya:
1. Peplau (1952) :
Teori interpersonalsebagai dasar perawatan
2. Orlando (1961) :
Teori komunikasi sebagai dasar perawatan
3. Johnson (1961) :
Stabilitas sebagai tujuan perawatan
4. Roy (1970) : Teori
adaptasi sebagai dasar perawatan
5. Rogers (1970) : Konsep
manusia yang unik
6. King (1971) : Proses
transaksi perawat-klien
7. Orem (1971) :
Kemandirian pasien untuk merawat dirinya sebagai tujuan perawatan.
1. Ontologi
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani,
yaitu : Ontos : being, dan Logos Logic. Jadi, ontology adalah the
theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Atau
bisa juga ilmu tentang yang ada. Secara istilah ontologi adalah ilmu yang
membahas tentang hakikat yang ada yang merupakan realiti baik berbentuk jasmani
atau kongkrit maupun rohani atau abstrak.
Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan
oleh rudolf Goclenius pada tahun 1936 M, untuk menamai hakekat yang ada
bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolf (1679-1754) membagi
metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan khusus.
Metafisika umum adalah istilah lain dari
ontologi. Dengan demikian, metafiska atau otologi adalah cabang filsafat yang
membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala
sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih terbagi menjadi Kosmologi,
Psikologi dan Teologi.
Didalam pemahaman Ontologi terdapat beberapa
pandangan-pandangan pokok pemikiran, diantaranya:
a). Monoisme, Paham ini menganggap bahwa
hakikat yang berasal dari kenyataan adalah satu saja, tidak mungkin dua.
Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik berupa materi maupun
rohani. Paham ini terbagi menjadi dua aliran.
b). Materialisme, Aliran ini menganggap bahwa
sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering disebut
naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya
fakta yang hanyalah materi, sedangkan jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu
kenyataan yang berdiri sendiri
c). Idealisme, Sebagai lawan dari materialisme
yang dinamakan spriritualismee. Dealisme berasal dari kata ”Ideal” yaitu suatu
yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang
beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atu sejenis dengannya, yaitu
sesuatu yang tidak terbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat ini hanyalah
suatu jenis dari penjelamaan ruhani.
d). Dualisme, Aliran ini berpendapat bahwa
benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat
materi dan ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari
benda, sama-sama hakikat, kedua macam hakikat tersebut masing-masing bebas dan
berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi, hubungan keduanya menciptakan kehidupan
di alam ini. Tokoh paham ini adalah Descater (1596-1650 SM) yang dianggap
sebagai bapak Filosofi modern.
e). Pluralisme, Paham ini beranggapan bahwa
segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme tertolak dari keseluruhan
dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata, tokoh aliran ini
pada masa Yunani kuno adalah Anaxagoras dan Empedcoles, yang menyatakan bahwa
substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah,
air, api dan udara.
f). Nihilisme, berasal dari bahasa Yunani
yang berati nothing atau tidak ada. Istilah Nihilisme dikenal oleh
Ivan Turgeniev dalam novelnya Fadhers an Children yang ditulisnya pada tahun
1862 di Rusia. Doktrin tentang Nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman
Yunani kuno, yaitu pada pandangan Grogias (483-360 SM) yang memberikan tiga
proporsi tentang realitas Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis.
Realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak
dapat diketahui, ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya,
penginderaan itu sumber ilusi. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita
ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
g). Agnotitisme, Paham ini mengingkari
kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda, baik hakikat materi maupun
hakikat ruhani, kata agnosticisme barasal dari bahasa Grick. Ignotos yang
berarti Unknow artinya not, Gno artinya Know.
Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu
menerangkan secara kongkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan
dapat dikenal.
Akal merupakan salah satu anugrah dari Allah
SWT yang paling istimewa bagi manusia. Sifat akal adalah selalu ingin tahu
terhadap segala sesuatu, termasuk dirinya sendiri. Pengetahuan yang dimiliki
manusia bukan di bawa sejak lahir, tapi lewat sebuah proses berpikir dan
mendapatkan pengalaman.
1.
Epistimologi
a). Pengertian Epistimologi
Secara historis, istilah epistemologi digunakan
pertama kali oleh J.F. Ferrier, untuk membedakan dua cabang filsafat, epistemologi
dan ontologi. Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi ternyata menyimpan
“misteri” pemaknaan atau pengertian yang tidak mudah dipahami. Pengertian
epistemologi ini cukup menjadi perhatian para ahli, tetapi mereka memiliki
sudut pandang yang berbeda ketika mengungkapkannya, sehingga didapatkan
pengertian yang berbeda-beda, buka saja pada redaksinya, melainkan juga pada
substansi persoalannya.
Substansi persoalan menjadi titik sentral dalam
upaya memahami pengertian suatu konsep, meskipun ciri-ciri yang melekat padanya
juga tidak bisa diabaikan. Lazimnya, pembahasan konsep apa pun, selalu diawali
dengan memperkenalkan pengertian (definisi) secara teknis, guna mengungkap
substansi persoalan yang terkandung dalam konsep tersebut. Hal ini berfungsi
mempermudah dan memperjelas pembahasan konsep selanjutnya. Misalnya, seseorang
tidak akan mampu menjelaskan persoalan-persoalan belajar secara mendetail jika
dia belum bisa memahami substansi belajar itu sendiri. Setelah memahami
substansi belajar tersebut, dia baru bisa menjelaskan proses belajar, gaya
belajar, teori belajar, prinsip-prinsip belajar, hambatan-hambatan belajar,
cara mengetasi hambatan belajar dan sebagainya. Jadi, pemahaman terhadap
substansi suatu konsep merupakan “jalan pembuka” bagi pembahasan-pembahsan
selanjutnya yang sedang dibahas dan substansi konsep itu biasanya terkandung
dalam definisi (pengertian).
Demikian pula, pengertian epistemologi
diharapkan memberikan kepastian pemahaman terhadap substansinya, sehingga
memperlancar pembahasan seluk-beluk yang terkait dengan epistemologi itu. Ada
beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat
dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu.
epistemologi
juga disebut teori pengetahuan (Theory Of Knowledge). Secara etimologi,
istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan
logos berarti teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat
yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya)
pengetahuan. Dalam Epistemologi, pertanyaan pokoknya adalah “apa yang dapat
saya ketahui”? Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah: 1.Bagaimanakah
manusia dapat mengetahui sesuatu?; 2). Dari mana pengetahuan itu dapat
diperoleh?; 3). Bagaimanakah validitas pengetahuan a priori (pengetahuan pra
pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman)?;
b). Ruang
Lingkup Epsitimologi
Bertolak
dari pengertian-pengertian epistemologi tersebut, kiranya kita perlu
memerinci aspek-aspek yang menjadi cakupannya atau ruang lingkupnya. Sebenarnya
masing-masing definisi diatas telah memberi pemahaman tentang ruang lingkup
epistimologi sekaligus, karena definisi-definisi itu tampaknya didasarkan
pada rincian aspek-aspek yang tercakup dalam lingkup epistimologi daripada
aspek-aspek lainnya, seperti proses maupun tujuan. Akan tetapi, ada baiknya
dikemukakan pernyataan-pernyataan lain yang mencoba menguraikan ruang
lingkup epistemologi, sebab pernyataan-pernyataan ini akan membantu
pemahaman secara makin komprehensif dan utuh (holistik) mengenai ruang lingkup
pemabahasan epistimologi.
M. Arifin
merinci ruang lingkup epistimologi, meliputi hakikat, sumber dan validitas
pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur,
macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin
menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus
dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya,
bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah
kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai
dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah
pokok; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
Jadi
meskipun epistemologi itu merupakan sub sistem filsafat, tetapi
cakupannya luas sekali. Jika kita memaduakan rincian aspek-aspekepistemologi,
sebagaimana diuraikan tersebut, maka teori pengetahuan itu bisa meliputi,
hakikat, keaslian, sumber, struktur, metode, validias, unsur, macam, tumpuan,
batas, sasaran, dasar, pengandaian, kodrat, pertanggungjawaban dan skope
pengetahuan. Bahkan menurut, Sidi Gazalba, taklid kepada pengetahuan atas
kewibaan orang yang memberikannya termasuk epistemologi, sekalipun ia
sebenarnya merupakan doktrin tentang psikologi kepercayaan. Jelasnya, seluruh
permasalahan yang berkaitan dengan pengetahuan adalah menjadi
cakupan epistemologi.
2.
Aksiologi
a). Pengertian
Aksiologi
Aksiologi
merupakan cabang Filsafat Ilmu yang
mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah
yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar.
Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai.
Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam
lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti
politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang
berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Aksiologi
adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi
Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya
dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia
kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya
dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang
mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak
benar.
Pembahasan
aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai.
Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan
nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu
tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan
kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.
b). Penilaian
dalam Aksiologi
Dalam
aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika.
Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis
masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat
istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya
ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis.
Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan
sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis
Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral
ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan
adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak
menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah
pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia
mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Didalam
etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan.
Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung
jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai
sang pencipta.
Dalam
perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral
yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah
padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan.
Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun
tujuan dari manusia itu sendiri adalah kebahagiaan.
Selanjutnya
utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan kepentingan
para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah Ilahi atau melindungi
apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontolo1gi, adala h pemikiran
tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa
disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Semua hal lain
disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Misalnya kekayaan manusia
apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.
Sementara
itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika. Estetika merupakan bidang studi
manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti
bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara
tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh.
Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras
serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.
Sebenarnya
keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang
senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bengun pagi, matahari
memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan
kenikmatan. Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita
mengalaminya dengan perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan
perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya memandang keindahan sebagai
sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya tetap merupakan perasaan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Hubungan
Filsafat Ilmu dengan Ilmu Keperawatan
Ilmu
keperawatan merupakan ilmu yang tidak akan ada habisnya dalam perjalanan
kehidupan, banyaknya berbagai problema dalam masalah kesehatan semakin memaksa
ilmu keperawatan untuk terus selalu update dalam setiap perputaran waktu.
Sebagai ilmu pengetahun, keperawatan juga lahir dari Filsafat Ilmu.
Sebagai
induk dari segala ilmu, Filsafat tentunya selalu berkaitan dengan semua ilmu,
baik kitannya yang bersifat umum atau khusus. Hubungan antara filsafat ilmu
dengan ilmu keperawatan sangat terlihat jelas saat kita melihat bagaimana
perawat itu dalam bertindak haruslah segara melakukan tindakan yang tepat, dan
itu tidak akan bisa diwujudkan oleh seorang perawat bila seandainya perawat tidak
faham dan tidak mengerti apa sebenarnya Filsafat Ilmu.
1.
Ontologi
Keperawatan
Kata
ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu : Ontos : being, dan Logos
Logic Jadi ontology adalah the theory of being qua being
( teori tentang keberadaan sebagai keberadaan ). Atau bisa juga ilmu
tentang yang ada. Secara istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang
hakikat yang ada yang merupakan realiti baik berbentuk jasmani atau kongkrit
maupun rohani atau abstrak.
Ontologis;
cabang ini menguak tentang objek apa yang di telaah ilmu? Bagaimana wujud yang
hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya
tangkap manusia (sepert berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan
pengetahuan.
Jadi
dapat di simpulkan bahwa ontologi keperawatan yaitu ilmu dimana kita
mempelajari sesuatu sesuai dengan yang ada , berdasarkan bukti yang kongkrit.
Yang berdasarkan ilmu keperawatan itu sendiri. Contohnya :
Sesuatu
yang bersifat lahirah itu fana
Tubuh
itu sesuatu yang lahiri
Jadi,
tubuh itu fana’
2.
Epistimologi
Keperawatan
Masalah
epistemology bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan.
Sebelum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan, perlu diperhatikan
bagaimana dan dengan sarana apakah kita dapat memperoleh pengetahuan. Jika kita
mengetahui batas-batas pengetahuan, kita tidak akan mencoba untuk mengetahui
hal-hal yang pada akhirnya tidak dapat di ketahui. Memang sebenarnya, kita baru
dapat menganggap mempunyai suatu pengetahuan setelah kita meneliti
pertanyaan-pertanyaan epistemology. Kita mungkin terpaksa mengingkari
kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan, atau mungkin sampai kepada kesimpulan
bahwa apa yang kita punyai hanyalah kemungkinan-kemungkinan dan bukannya kepastian,
atau mungkin dapat menetapkan batas-batas antara bidang-bidang yang
memungkinkan adanya kepastian yang mutlak dengan bidang-bidang yang tidak
memungkinkannya.
Manusia tidak lah memiliki pengetahuan yang sejati,
maka dari itu kita dapat mengajukan pertanyaan “bagaimanakah caranya kita
memperoleh pengetahuan”?
B. Metode-Metode
Untuk Memperoleh Pengetahuan
a. Empirisme
Empirisme
adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh
pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania,
mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan
yang kosong (tabula rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat
pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita
diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang
diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana
tersebut.
Ia
memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif menerima
hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun
rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi
yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun
objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak kembali
secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah
pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.
b. Rasionalisme
Rasionalisme
berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena
rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling
dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme
yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di
dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang
sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di
dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
c. Fenomenalisme
Bapak
Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang pengalaman.
Baran sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinyan sendiri merangsang alat
inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan
disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah
mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaanya sendiri,
melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya,
pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
Bagi
Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan di
dasarkan pada pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi para
penganut rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya
sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.
d. Intusionisme
Menurut
Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan
seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan,
tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan
intuitif.
Salah
satu di antara unsut-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah,
paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman
yang dihayati oleh indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat
merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang
dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa
pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus
meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif.
Hendaknya
diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman inderawi yang biasa
dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intusionisme – setidak-tidaknya dalam
beberapa bentuk-hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh
melalui intuisi, sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi-yang meliputi
sebagian saja-yang diberikan oleh analisa. Ada yang berpendirian bahwa apa yang
diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai lawan dari apa
yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan, barang sesuatu
tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada kita, dan hanya
intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang senyatanya.
Jadi
dapat di simpulkan bahwa epistimologi keperawatan merupakan pemikiran yang
membahas tentang bagaimana kita mendapat pengetahuan tentang keperawatan , baik
berdasarkan pengalaman , berdasarkan akal fikiran , maupun saat langsung kita
berhadapan langsung dengan pengetahuan itu.
1.
Aksiologi
keperawatan
Aksiologi merupakan cabang Filsafat Ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan
ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari
hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu
pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan
tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena
akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu
dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Secara aksiologi, keperawatan yang merupakan bagian
integral dari layanan kesehatan yang memiliki andil besar dari masyrakat,jika
dulu orientasi keperawatan adalah pada individuyang sakit, kini orientasi
meluas hingga individu yang sehat. Dalam hal ini keperawatan selalu berupaya
untuk menggembangkan diri kearah professional .Wujud penggembangan ilmu
keperawatan mencakup dua hal penting, yakni bidang pendidikan dan latihan serta
bidang praktik keperwatan.
Penggembangan ilmu keperawatan dalam bidang pendidikan
diwujudkan melalui pendidikan berkelanjutan serta pendidikan dan latihan khusus
di bidang praktik keperawatan. Pengembangan ilmu keperawatan bidang pendidikan
dilakukan melalui upaya peningkatan kualitas layana keperawatan yang dilandasi
keilmuan serta sikap professional yang dilandasi oleh kaidah etik proesi
dan standar praktik keperawatan yang berlaku. Ini karena keperawatan tidak hanya
sekedar ilmu tapi juga praktik. Contohnya :
Seorang
perawat yang harus mengerti tugasnya sebagai seorang yang berprofesi sebagai
perawat . Serta seorang perawat harus memiliki nilai- nilai dan moral terhadap
semua pasien yang di rawatnya.
Akal merupakan
salah satu anugrah dari Allah SWT yang paling istimewa bagi manusia. Sifat akal
adalah selalu ingin tahu terhadap segala sesuatu, termasuk dirinya sendiri.
Pengetahuan yang dimiliki manusia bukan di bawa sejak lahir, tapi lewat sebuah
proses berpikir dan mendapatkan pengalaman.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Melihat
pada aspek pemikiran yang cepat dan tepat, filsafat ilmu sangatlah perlu
dikuasai oleh seorang perawat. Karena sangat tidak menutup kemungkinan seorang perawat
dalam menjalankan tugasnya menghadapi persolan-persoalan bagai dilema yang
sangat sulit di pecahkan. Oleh karena itu perawat haruslah mampu menguasai
filsafat ilmu itu sendiri untuk menunjang dalam kecepatan dan ketepatan
berfikir dan bertindak.
Filsafat
ilmu memiliki cabng-cabang tersendiri yakni :
a.
Metafisika umum adalah
istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafiska atau otologi adalah
cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling
dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih terbagi
menjadi Kosmologi, Psikologi dan Teologi.
b.
Epistemologi dapat
didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber,
struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. Pengertian lain,
menyatakan bahwa epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita
mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah hakikat,
jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang
mungkin untuk ditangkap manuasia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian,
1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005).
c.
Aksiologi adalah ilmu yang
membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi
merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Sumatriasumatri
Jujun S. Filsafah Ilmu, Sebuah Pengembangan Populasi. Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta 1998
Azra
Azyumardi, Integrasi Keilmuan, (Jakarta: PPJM dan UIN Jakarta
Press)
Keraf.
S. & Mikhael Dua. (2001). Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan
Filosofis. Jakarta: Kanisius.
Noeng
Muhadjir, Filsafat Ilmu, Penerbit Rake Sarasin, Yogjakarta,
2011.
http://filsafatindonesia1001.wordpress.com/2009/07/22/perbedaan-antara-ilmu-dan-
pengetahuan/
http://id.wikipedia.org/wiki/Ontologi,
http://khoirulzee.blogspot.com/2014/01/makalah-ilmu-falsafat-dan-keperawatan.html
http://khoirulzee.blogspot.com/2014/01/makalah-ilmu-falsafat-dan-keperawatan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar