Rabu, 29 Oktober 2014

Nur Anisa - HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT ILMU DENGAN KEPERAWATAN


HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT ILMU DENGAN KEPERAWATAN
Dibuat untuk memenuhi nilai Ujian Tengah Semester mata kuliah Filsafat Ilmu



Penyusun:
Nur Anisa
1211503089

Bahasa dan Sastra Inggris
Fakultas Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negri Sunan Gunung Djati
Bandung

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Seluruh ilmu hakikatnya berasal dari filsafat. Darinyalah seluruh ilmu berasal, darinya pula seluruh ilmu dan pengetahuan manusia dilahirkan. Sikap dasar selalu bertanya menjadi ciri filsafat, menurun pada berbagai cabang ilmu yang semula berinduk padanya. Karenanya, dalam semua ilmu terdapat kecenderungan dasar itu. Manakala ilmu mengalami masalah yang sulit dipecahkan, ia akan kembali pada filsafat dan memulainya dengan sikap dasar untuk bertanya. Dalam filsafat, manusia mempertanyakan apa saja dari berbagai sudut, secara totalitas menyeluruh, menyangkut hakikat inti, sebab dari segala sebab, mancari jauh ke akar, hingga ke dasar.
Dalam memahami ilmu fisafat maka sebaiknya memahami cabang-cabang dari ilmu filsafat itu sendiri yakni ontology, epistimologi dan akseologi. Ketiga cabang tersebut sangatlah perlu untuk difahami sebagai tolak ukur / landasan dalam berfikir.

B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, dapat mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pengertian filsafat ?
2.      Bagaimana hubungan filsafat dengan pancasila ?
3.      Bagaimana hubungan filsafat dengan keperawatan ?

C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengertian filsafat
2.      Untuk mengetahui hubungan filsafat dengan pancasila
3.      Untuk mengetahui hubungan filsafat dengan keperawatan

BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Pengertian Filsafat Ilmu
Para Cendikiawan berbeda - beda dalam memberikan pengertian seputar filsafat ilmu. Berikut ini disajikan beberapa defnisi filsafat ilmu agar bisa dipahami secara utuh dan menyeluruh, pengertian tersebut antara lain:
1. Lewis White Beck mencoba mendefinisikan filsafat ilmu sebagai ilmu yang membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
2. A. Cornelius Benjamin berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah Cabang pengetahuan filsafat yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.
3. Michael V. Berry “berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.
4. May Brodbeck mengatakan bahwa yang dimaksud dengan filsafat ilmu adalah Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.

Jadi antara Filsafat dan Filsafat Ilmu ada keterkaitan yang tidak bisa dilepas. Untuk memahami Filsafat Ilmu harus terlebih dahulu paham Filsafat. Peter Caws berpendapat bahwa Filsafat melakukan dua macam hal: di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan. Di lain pihak, Filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan.

B.     Ontologi Keperawatan
a)      Apa Ilmu Keperawatan (Ontologi Ilmu Keperawatan)
1.      Pengertian perawat
a.       Pada Lokakarya Nasional Tahun 1983
Telah disepakati pengertian keperawatan sebagai berikut, keperawatan adalah pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio psiko sosio spiritual yang komprehensif yang ditujukan kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
b.      Florence Nightingale (1895)
Mendefinisikan keperawatan sebagai berikut, keperawatan adalah menempatkan pasien alam kondisi paling baik bagi alam dan isinya untuk bertindak.
c.       Calilista Roy (1976)
Mendefinisikan keperawatan merupakan definisi ilmiah yang berorientasi kepada praktik keperawatan yang memiliki sekumpulan pengetahuan untuk memberikan pelayanan kepada klien.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keperawatan adalah upaya pemberian pelayanan/asuhan yang bersifat humanistic dan professional, holistic berdasarkan ilmu dan kiat, standart pelayanan dengan berpegang teguh kepada kode etik yang melandasi perawat professional secara mandiri atau memalui upaya kolaborasi.
d.      Definisi perawat menurut UU RI. No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki diperoleh melalui pendidikan keperawatan.
e.       Tyalor C Lillis C Lemone (1989)
Mendefinisikan perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dengan melindungi seseorang karena sakit, luka dan proses penuaan.
f.       Definisi perawat menurut ICN (international council of nursing) tahun 1965.
Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan yang memenuhi syarat serta berwenang di negeri bersangkutan untuk memberikan pelayanan keperawatan yan bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan penderita sakit.
Pohon ilmu dari keperawatan adalah ilmu keperawatan itu sendiri. Pendidikan keperawatan sebagai pendidikan profesi harus dikembangkan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu dan profesi keperawatan, yang harus memiliki landasan akademik dan landasan professional yang kokoh dan mantap.
Pengembangan pendidikan keperawatan bertolak dari pengertian dasar tentang ilmu keperawatan seperti yang dirumuskan oleh Konsorsium Ilmu kesehatan (1991) yaitu : “Ilmu keperawatan mencakup ilmu-ilmu dasar seperti ilmu alam, ilmu social, ilmu perilaku, ilmu biomedik, ilmu kesehatan masyarakat, ilmu dasar keperawatan, ilmu keperawatan komunitas dan ilmu keperawatan klinik, yang apluikasinya menggunakan pendekatan dan metode penyelesaian masalah secara ilmiah, ditujukan untuk mempertahankan, menopang, memelihara dan meningkatkan integritas seluruh kebutuhan dasar manusia”.
Wawasan ilmu keperawatan mencakup ilmu-ilmu yang mempelajari bentuk dan sebab tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, melalui pengkajian mendasar tentang hal-hal yang melatar belakangi, serta mempelajari berbagai bentuk upaya untuk mencapai kebutuhan dasar tersebut melalui pemanfaatan semua sumber yang ada dan potensial.
Bidang garapan dan fenomena yang menjadi objek studi keperawatan adalah penyimpangan dan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (bio-psiko-sosio-spiritual), mulai dari tingkat individu tang utuh (mencakup seluruh siklus kehidupan), sampai pada tingkat masyarakat, yang juga tercermin pada tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pada tingkat system organ fungsional sampai sub seluler atau molekuler.
Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa hakikat dari ilmu keperawatan adalah mempelajari tentang respon manusia terhadap sehat dan sakit yang difokuskan pada kepedulian perawat terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pasien atau disebut dengan care. Hal ini berbeda dengan hakikat kedokteran adalah pengobatan atau disebut cure.

a)      Bagaimana lahirnya ilmu keperawatan (Epistemologi ilmu keperawatan)
Keperawatan lahir sejak naluriah keperawatan lahir bersamaan dengan penciptaan manusia. Orang-orang pada zaman dahulu hidup dalam keadaan primitive. Namun demikian mereka sudah mampu sedikit pengetahuan dan kecakapan dalam merawat atau mengobati. Pekerjaan "merawat" dikerjakan berdasarkan naluri (instink) à naluri binatang à "mother instinct" (naluri keibuan) yang merupakan suatu naluri dalam yang bersendi pada pemeliharaan jenis (melindungi anak, merawat orang lemah).
Perkembangan keperawatan dipengaruhi dengan semakin maju peradaban manusia maka semakin berkembang keperawatan. Diawali ole seorang Florence Nigtingale
yang mengamati fenomena bahwa pasien yang dirawat dengan keadaan lingkungan yang bersih ternyata lebih cepat sembuh dibanding pasien yang dirawat dalam kondisi lingkungan yang kotor. Hal ini membuahkan kesimpulan bahwa perawatan lingkungan berperan dalam keberhasilan perawatan pasien yang kemudian mejadi paradigma keperawatan berdasar lingkungan.
Semenjak itu banyak pemikiran baru yang didasari berbagai tehnik untuk mendapatan kebenaran baik dengan cara Revelasi (pengalaman pribadi), otoritas dari seorang yang ahli, intusisi ( diluar kesadaran), common sense (pengalaman tidak sengaja), dan penggunaan metode ilmiah dengan penelitian-peneltian dalam bidang keperawatan. Sehingga muncullah paradigma lain diantaranya:
1. Peplau (1952) : Teori interpersonalsebagai dasar perawatan
2. Orlando (1961) : Teori komunikasi sebagai dasar perawatan
3. Johnson (1961) : Stabilitas sebagai tujuan perawatan
4. Roy (1970) : Teori adaptasi sebagai dasar perawatan
5. Rogers (1970) : Konsep manusia yang unik
6. King (1971) : Proses transaksi perawat-klien
7. Orem (1971) : Kemandirian pasien untuk merawat dirinya sebagai tujuan perawatan.

1.      Ontologi
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu : Ontos : being, dan Logos Logic. Jadi, ontology adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Atau bisa juga ilmu tentang yang ada. Secara istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada yang merupakan realiti baik berbentuk jasmani atau kongkrit maupun rohani atau abstrak.
Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh rudolf Goclenius pada tahun 1936 M, untuk menamai hakekat yang ada bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolf (1679-1754) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan khusus.
Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafiska atau otologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih terbagi menjadi Kosmologi, Psikologi dan Teologi.
Didalam pemahaman Ontologi terdapat beberapa pandangan-pandangan pokok pemikiran, diantaranya:
a). Monoisme, Paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan adalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik berupa materi maupun rohani. Paham ini terbagi menjadi dua aliran.
b). Materialisme, Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta yang hanyalah materi, sedangkan jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri
c). Idealisme, Sebagai lawan dari materialisme yang dinamakan spriritualismee. Dealisme berasal dari kata ”Ideal” yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atu sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat ini hanyalah suatu jenis dari penjelamaan ruhani.
d). Dualisme, Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari benda, sama-sama hakikat, kedua macam hakikat tersebut masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi, hubungan keduanya menciptakan kehidupan di alam ini. Tokoh paham ini adalah Descater (1596-1650 SM) yang dianggap sebagai bapak Filosofi modern.
e). Pluralisme, Paham ini beranggapan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme tertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata, tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno adalah Anaxagoras dan Empedcoles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api dan udara.
f). Nihilisme, berasal dari bahasa Yunani yang berati nothing atau tidak ada. Istilah Nihilisme dikenal oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fadhers an Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin tentang Nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno, yaitu pada pandangan Grogias (483-360 SM) yang memberikan tiga proporsi tentang realitas Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui, ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
g). Agnotitisme, Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda, baik hakikat materi maupun hakikat ruhani, kata agnosticisme barasal dari bahasa Grick. Ignotos yang berarti Unknow artinya not, Gno artinya Know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara kongkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat dikenal.

Akal merupakan salah satu anugrah dari Allah SWT yang paling istimewa bagi manusia. Sifat akal adalah selalu ingin tahu terhadap segala sesuatu, termasuk dirinya sendiri. Pengetahuan yang dimiliki manusia bukan di bawa sejak lahir, tapi lewat sebuah proses berpikir dan mendapatkan pengalaman.

1. Epistimologi
a). Pengertian Epistimologi
Secara historis, istilah epistemologi digunakan pertama kali oleh J.F. Ferrier, untuk membedakan dua cabang filsafat, epistemologi dan ontologi. Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi ternyata menyimpan “misteri” pemaknaan atau pengertian yang tidak mudah dipahami. Pengertian epistemologi ini cukup menjadi perhatian para ahli, tetapi mereka memiliki sudut pandang yang berbeda ketika mengungkapkannya, sehingga didapatkan pengertian yang berbeda-beda, buka saja pada redaksinya, melainkan juga pada substansi persoalannya.
Substansi persoalan menjadi titik sentral dalam upaya memahami pengertian suatu konsep, meskipun ciri-ciri yang melekat padanya juga tidak bisa diabaikan. Lazimnya, pembahasan konsep apa pun, selalu diawali dengan memperkenalkan pengertian (definisi) secara teknis, guna mengungkap substansi persoalan yang terkandung dalam konsep tersebut. Hal ini berfungsi mempermudah dan memperjelas pembahasan konsep selanjutnya. Misalnya, seseorang tidak akan mampu menjelaskan persoalan-persoalan belajar secara mendetail jika dia belum bisa memahami substansi belajar itu sendiri. Setelah memahami substansi belajar tersebut, dia baru bisa menjelaskan proses belajar, gaya belajar, teori belajar, prinsip-prinsip belajar, hambatan-hambatan belajar, cara mengetasi hambatan belajar dan sebagainya. Jadi, pemahaman terhadap substansi suatu konsep merupakan “jalan pembuka” bagi pembahasan-pembahsan selanjutnya yang sedang dibahas dan substansi konsep itu biasanya terkandung dalam definisi (pengertian).
Demikian pula, pengertian epistemologi diharapkan memberikan kepastian pemahaman terhadap substansinya, sehingga memperlancar pembahasan seluk-beluk yang terkait dengan epistemologi itu. Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu.
epistemologi juga disebut teori pengetahuan (Theory Of Knowledge). Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. Dalam Epistemologi, pertanyaan pokoknya adalah “apa yang dapat saya ketahui”? Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah: 1.Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?; 2). Dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh?; 3). Bagaimanakah validitas pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman)?;

b). Ruang Lingkup Epsitimologi
Bertolak dari pengertian-pengertian epistemologi tersebut, kiranya kita perlu memerinci aspek-aspek yang menjadi cakupannya atau ruang lingkupnya. Sebenarnya masing-masing definisi diatas telah memberi pemahaman tentang ruang lingkup epistimologi sekaligus, karena definisi-definisi itu tampaknya didasarkan pada rincian aspek-aspek yang tercakup dalam lingkup epistimologi daripada aspek-aspek lainnya, seperti proses maupun tujuan. Akan tetapi, ada baiknya dikemukakan pernyataan-pernyataan lain yang mencoba menguraikan ruang lingkup epistemologi, sebab pernyataan-pernyataan ini akan membantu pemahaman secara makin komprehensif dan utuh (holistik) mengenai ruang lingkup pemabahasan epistimologi.
M. Arifin merinci ruang lingkup epistimologi, meliputi hakikat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
Jadi meskipun epistemologi itu merupakan sub sistem filsafat, tetapi cakupannya luas sekali. Jika kita memaduakan rincian aspek-aspekepistemologi, sebagaimana diuraikan tersebut, maka teori pengetahuan itu bisa meliputi, hakikat, keaslian, sumber, struktur, metode, validias, unsur, macam, tumpuan, batas, sasaran, dasar, pengandaian, kodrat, pertanggungjawaban dan skope pengetahuan. Bahkan menurut, Sidi Gazalba, taklid kepada pengetahuan atas kewibaan orang yang memberikannya termasuk epistemologi, sekalipun ia sebenarnya merupakan doktrin tentang psikologi kepercayaan. Jelasnya, seluruh permasalahan yang berkaitan dengan pengetahuan adalah menjadi cakupan epistemologi.

2. Aksiologi
a). Pengertian Aksiologi
Aksiologi merupakan cabang Filsafat Ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.

b). Penilaian dalam Aksiologi
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika. Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah kebahagiaan.
Selanjutnya utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah Ilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontolo1gi, adala h pemikiran tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.
Sementara itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika. Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.
Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bengun pagi, matahari memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan. Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya  tetap merupakan perasaan.

BAB III
PEMBAHASAN

A.    Hubungan Filsafat Ilmu dengan Ilmu Keperawatan
Ilmu keperawatan merupakan ilmu yang tidak akan ada habisnya dalam perjalanan kehidupan, banyaknya berbagai problema dalam masalah kesehatan semakin memaksa ilmu keperawatan untuk terus selalu update dalam setiap perputaran waktu. Sebagai ilmu pengetahun, keperawatan juga lahir dari Filsafat Ilmu.
Sebagai induk dari segala ilmu, Filsafat tentunya selalu berkaitan dengan semua ilmu, baik kitannya yang bersifat umum atau khusus. Hubungan antara filsafat ilmu dengan ilmu keperawatan sangat terlihat jelas saat kita melihat bagaimana perawat itu dalam bertindak haruslah segara melakukan tindakan yang tepat, dan itu tidak akan bisa diwujudkan oleh seorang perawat bila seandainya perawat tidak faham dan tidak mengerti apa sebenarnya Filsafat Ilmu.
1.      Ontologi Keperawatan
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu : Ontos : being, dan Logos Logic Jadi ontology adalah the theory of being qua being ( teori tentang keberadaan sebagai keberadaan ). Atau bisa juga ilmu tentang yang ada. Secara istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada yang merupakan realiti baik berbentuk jasmani atau kongkrit maupun rohani atau abstrak.
Ontologis; cabang ini menguak tentang objek apa yang di telaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (sepert berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.
Jadi dapat di simpulkan bahwa ontologi keperawatan yaitu ilmu dimana kita mempelajari sesuatu sesuai dengan yang ada , berdasarkan bukti yang kongkrit. Yang berdasarkan ilmu keperawatan itu sendiri. Contohnya :
Sesuatu yang bersifat lahirah itu fana
Tubuh itu sesuatu yang lahiri
Jadi, tubuh itu fana’

2.      Epistimologi Keperawatan
Masalah epistemology bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan. Sebelum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan, perlu diperhatikan bagaimana dan dengan sarana apakah kita dapat memperoleh pengetahuan. Jika kita mengetahui batas-batas pengetahuan, kita tidak akan mencoba untuk mengetahui hal-hal yang pada akhirnya tidak dapat di ketahui. Memang sebenarnya, kita baru dapat menganggap mempunyai suatu pengetahuan setelah kita meneliti pertanyaan-pertanyaan epistemology. Kita mungkin terpaksa mengingkari kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan, atau mungkin sampai kepada kesimpulan bahwa apa yang kita punyai hanyalah kemungkinan-kemungkinan dan bukannya kepastian, atau mungkin dapat menetapkan batas-batas antara bidang-bidang yang memungkinkan adanya kepastian yang mutlak dengan bidang-bidang yang tidak memungkinkannya.
Manusia tidak lah memiliki pengetahuan yang sejati, maka dari itu kita dapat mengajukan pertanyaan “bagaimanakah caranya kita memperoleh pengetahuan”?

B. Metode-Metode Untuk Memperoleh Pengetahuan
a. Empirisme
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan yang kosong (tabula rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana tersebut.
Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.
b. Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
c. Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang pengalaman. Baran sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinyan sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaanya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
Bagi Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan di dasarkan pada pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi para penganut rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.
d. Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif.
Salah satu di antara unsut-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif.
Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman inderawi yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intusionisme – setidak-tidaknya dalam beberapa bentuk-hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh melalui intuisi, sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi-yang meliputi sebagian saja-yang diberikan oleh analisa. Ada yang berpendirian bahwa apa yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan, barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang senyatanya.
Jadi dapat di simpulkan bahwa epistimologi keperawatan merupakan pemikiran yang membahas tentang bagaimana kita mendapat pengetahuan tentang keperawatan , baik berdasarkan pengalaman , berdasarkan akal fikiran , maupun saat langsung kita berhadapan langsung dengan pengetahuan itu.

1.      Aksiologi keperawatan
Aksiologi merupakan cabang Filsafat Ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Secara aksiologi, keperawatan yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang memiliki andil besar dari masyrakat,jika dulu orientasi keperawatan adalah pada individuyang sakit, kini orientasi meluas hingga individu yang sehat. Dalam hal ini keperawatan selalu berupaya untuk menggembangkan diri kearah professional .Wujud penggembangan ilmu keperawatan mencakup dua hal penting, yakni bidang pendidikan dan latihan serta bidang praktik keperwatan.
Penggembangan ilmu keperawatan dalam bidang pendidikan diwujudkan melalui pendidikan berkelanjutan serta pendidikan dan latihan khusus di bidang praktik keperawatan. Pengembangan ilmu keperawatan bidang pendidikan dilakukan melalui upaya peningkatan kualitas layana keperawatan yang dilandasi keilmuan serta  sikap professional yang dilandasi oleh kaidah etik proesi dan standar praktik keperawatan yang berlaku. Ini karena keperawatan tidak hanya sekedar ilmu tapi juga praktik. Contohnya :
Seorang perawat yang harus mengerti tugasnya sebagai seorang yang berprofesi sebagai perawat . Serta seorang perawat harus memiliki nilai- nilai dan moral terhadap semua pasien yang di rawatnya.

Akal merupakan salah satu anugrah dari Allah SWT yang paling istimewa bagi manusia. Sifat akal adalah selalu ingin tahu terhadap segala sesuatu, termasuk dirinya sendiri. Pengetahuan yang dimiliki manusia bukan di bawa sejak lahir, tapi lewat sebuah proses berpikir dan mendapatkan pengalaman.

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Melihat pada aspek pemikiran yang cepat dan tepat, filsafat ilmu sangatlah perlu dikuasai oleh seorang perawat. Karena sangat tidak menutup kemungkinan seorang perawat dalam menjalankan tugasnya menghadapi persolan-persoalan bagai dilema yang sangat sulit di pecahkan. Oleh karena itu perawat haruslah mampu menguasai filsafat ilmu itu sendiri untuk menunjang dalam kecepatan dan ketepatan berfikir dan bertindak.
Filsafat ilmu memiliki cabng-cabang tersendiri yakni :
a.       Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafiska atau otologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih terbagi menjadi Kosmologi, Psikologi dan Teologi.
b.      Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. Pengertian lain, menyatakan bahwa epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manuasia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005).
c.       Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

Sumatriasumatri Jujun S. Filsafah Ilmu, Sebuah Pengembangan Populasi. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1998
Azra Azyumardi, Integrasi Keilmuan, (Jakarta: PPJM dan UIN Jakarta Press)
Keraf. S. & Mikhael Dua. (2001). Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis. Jakarta: Kanisius.
Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu, Penerbit Rake Sarasin, Yogjakarta, 2011.
http://filsafatindonesia1001.wordpress.com/2009/07/22/perbedaan-antara-ilmu-dan-
pengetahuan/
http://id.wikipedia.org/wiki/Ontologi,
http://khoirulzee.blogspot.com/2014/01/makalah-ilmu-falsafat-dan-keperawatan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar