Name : Nining Sulastri
Nim : 1211503086
Pendahuluan
Filsafat
ilmu adalah ilmu pengetahuan dimana ilmu menjadi objek kajianya, didalamnya
terdapat berbagai hal yang berhubungan tentang ilmu entah itu pengertian,
cirri, jenis danlain sebagainya. Filsafat ilmu adalah pikiran-pikiran yang
reflektif terhadap persoalan mengenai segala hal menyangkut landasan ilmu
maupun hubungan ilmu dengan segala aspek dari kehidupan manusia (The Liang Gie,
2004). Sedangkan menurut Lewis White Beck, filsafat ilmu bertujuan membahas dan
mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan nilai dan
pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
Salah satu kajian Ontologi
yaitu kefilsafatan yang paling
kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh
Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis yang terkenal diantaranya
Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada
masanya, kebanyakan orang belum mampu membedakan antara penampakan
dengan kenyataan.
Menurut
Bahasa, Ontologi berasal dari Bahasa
Yunani, yaitu on / ontos = being atau ada, dan logos = logic atau
ilmu. Jadi, ontologi bisa diartikan The theory of being qua being (teori tentang keberadaan
sebagai keberadaan), atau Ilmu tentang yang ada. Pengertian menurut istilah, Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality yang berbentuk jasmani / kongkret maupun
rohani / abstrak (Bakhtiar, 2004).
Terdapat
beberapa aliran yang mengemukakan tentang sumber ilmu pengetahuan diantaranya :
·
Rasionalisme
Aliran ini muncul pada abad 17, Rasionalisme berpendapat bahwa sumber
pengetahuan yang dapat dipercaya adalah rasio atau akal (Harun Hadiwijono,
1980) Metode yang digunakan adalah metode deduktif, yaitu suatu penalaran yang
mengambil kesimpulan dari suatu kebenaran yang bersifat umum untuk diterapkan
kepada hal-hal yang bersifat khusus. Tokoh-tokoh filsafat dari mazhab
rasionalisme diantaranya adalah Rene Descartes, Blaise Pascal, Baruch Spinoza.
Tokoh rasionalisme yang sangat berpengaruh adalah Rene Descartes yang disebut
juga bapak filsafat modern. Salah satu pernyataan paling populer dari Descartes
adalah cogito ergo sum, yang artinya aku berpikir maka aku ada.
·
Empirisme
Aliran ini muncul sezaman dengan rasionalisme yaitu pada abad 17. Empirisme
berpendapat bahwa empiri atau pengalamanlah yang menjadi sumber
pengetahuan, baik pengetahuan lahiriah maupun batiniah. Metode yang dipercayai
adalah induktif, yaitu suatu penalaran yang mengambil kesimpulan dari suatu
kebenaran yang bersifat khusus untuk diterapkan kepada hal-hal yang bersifat
umum. Beberapa tokoh dari aliran ini diantaranya adalah Thomas Hobbes, John
Locke dan David Hume. Thomas Hobbes misalnya berpendapat bahwa pengalaman
adalah awal dari semua pengetahuan. Hanya pengalamanlah yang memberi kepastian.
Filsafat harus diarahkan kepada fakta-fakta yang diamati, dengan maksud untuk
mencari sebab-sebab terjadinya sebuah realitas.
·
Positivisme
Aliran ini berkembang pada abad 19.
Positivisme berpendapat bahwa pemikiran filsafat berpangkal dari apa yang telah
diketahui, yang faktual, yang positif. Sehingga sesuatu yang sifatnya metafisik
ditolak. Positivisme dan empirisme memiliki kesamaan, yaitu bahwa keduanya
mengutamakan pengalaman. Perbedaannya positivisme membatasi diri pada
pengalaman-pengalaman objektif, sedangkan empirisme masih menerima pengalaman
yang subjektif. Beberapa tokoh dari aliran ini antara lain August Comte, John
Stuart Mill dan Herbert Spencer. August Comte menyatakan bahwa perkembangan
pemikiran manusia, baik sebagai pribadi maupun manusia secara keseluruhan
meliputi tiga zaman, yaitu: zaman teologis, zaman metafisis dan zaman positif.
Dalam pembahasan ini saya akan mencoba menjelaskan salah satu dari tiga
aliran yang telah di sebutkan dengan objek.
Pembahasan
Salah satu pelopor rasionalisme adalah Descartes,
menurutnya pengetahuan tentang sesuatu bukan hasil pengamatan melainkan hasil
pemeriksaan rasio (dalam Hadiwijono, 1981). Pengamatan merupakan hasil kerja
dari indera (mata, telinga, hidung, dan lain sebagainya), oleh karena itu
hasilnya kabur, karena ini sama dengan pengamatan binatang. Untuk mencapai
sesuatu yang pasti menurut Descartes kita harus meragukan apa yang kita amati
dan kita ketahui sehari-hari. Pangkal pemikiran yang pasti menurut Descartes dikemukakan
melalui keragu-raguan. Keragu-raguan menimbulkan kesadaran, kesadaran ini
berada di samping materi. Prinsip ilmu pengetahuan satu pihak berpikir pada
kesadaran dan pihak lain berpijak pada materi juga dapat dilihat dari pandangan
Immanuel Kant (1724-1808). Menurut Immanuel Kant ilmu pengetahuan itu bukan
merupakan pangalaman terhadap fakta, tetapi merupakan hasil konstruksi oleh
rasio.
Misalkan dalam penulisan sebuah teori, atau karya penulisan
teory Roman Jakobson
tentang pemikiran manusia yang secara umum dibagi menjadi dua yaitu metapora
dan metonim. Hal ini tidak bisa dilakukan hanya dengan pengalaman saja tapi
juga proses berpikir yang melibatkan dan menggabungkan tentang kemiripan dari
generalisasi pemikiran pasien aphasia dengan teory literature yang membuatnya
mngambil kesimpulan dari pemikiran tersebut.
Menurut apa
yang ditemukanya Varietas aphasia [gangguan bahasa] banyak dan beragam, tetapi
semuanya terletak di antara dua
jenis kutub yaitu metapora dan metonimi. Setiap bentuk gangguan aphasic
terdiri dalam beberapa gangguan, kurang-lebih, baik dari
kumpulan
untuk seleksi dan substitusi atau untuk
kombinasi dan komposisi kata. Penyakit yang di alami penderitaan melibatkan kerusakan
operasi metalinguistik, sedangkan
kerusakan kedua kapasitas
untuk menjaga hirarki unit linguistik. Hubungan
kesamaan ditekan dalam hubungan kedekatan dalam
jenis kedua aphasia. Metafora adalah gangguan
kesamaan kata atau tidak bisa menjelaskan kata secara metafora, dan metonimi gangguan
kedekatan kata atau tidak bisa menjelaskan kata secara
metonimi.
Kedua Jenis utama aphasia ini menyebabkan Jacobson memahami bahwa
sastra atau bentuk
pikiran manusia terbagi menjadi dua jenis utama berpikir,
baik itu metaforis atau metonymic.
Misalnya ada beberapa kasus penulis
yang disebutkan Jakobson
dalam tulisannya yang memiliki gangguan mental atau aphasia,
pasien menunjukkan bahwa ketidakmampuan dari metonymic
yang memiliki semacam hambatan untuk pekerjaan mereka, pembaca untuk karyanya menjadi
kesulitan karena sulit memahami makna dalam
karyanya karena penulis terus-menerus menggunaan gaya metonimi. Ini menunjukkan bahwa manusia untuk bagian tertentu memiliki pemahaman baik metaforis
dan metonymic, tapi yang dominanlah yang menyebabkan pengaruh tertentu dalam gaya bicara mereka dab juga gaya pemikiran mereka, dan untuk memahami pekerjaan menulis atau karya sastra, kedua jenis utama gaya penulisan ini dapat
membantu untuk memahami makna
dalam memahami karya
sastra.
Kesimpulan
Rasionalisme adalah aliran yang
berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah rasio atau
akal. Dari contoh di
atas bisa dikatakan bahwa pengalaman saja tidak cukup untuk menjadikanya sebuah
dasar pengetahuan tetapi juga ditambah dengan pemikiran yang di kemukan oleh kaum
rasionalis pengetahuan dapat terbentuk dan dapat dijadikan sebagai landasan
ilmu pengetahuan walaupun dalam langkah selanjutnya masih banyak
langkah-langkah atau metode-metode selanjutnya agar menjadi ilmu pengetahuan
yang berguna bagi manusia.
Pemikiran
Jacobson ini bukanlah hanya berasal dari pengalaman umum saja melainkan hasil
dari proses berpikir yang menggunakan rasio dan membuatnya menjadi pengetahuan
yang masih digunakan sampai saat ini.
Reference
Jakobson and
Morris Halle. 1971. Fundamentals of Language. San Diego: Harcourt Brace
Jovanovich : 1113-1116.
Holman,
Hugh, ed. 1972. A Handbook to Literature.
3d ed. Indianapolis: Bobbs-Merrill.
Basuki,
Heru.2006. Penelitian Kualitati Untuk Ilmu-Ilmu Kemanusiaan Dan Budaya.
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar