Rabu, 29 Oktober 2014

Kaitan Filsafat Ilmu dengan Sastra

Kaitan Filsafat Ilmu dengan Sastra
Diajukan untuk memenuhi Ujian Tengah Semester pada Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Description: D:\Kuliah\logo.jpeg

Oleh:
NENG RINI AISAH
1211503083
BSI VII C

BAHASA DAN SASTRA INGGRIS
ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2014
KATA PENGANTAR

            Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan tulisan ini dengan tepat waktu. Tak lupa shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW.
            Makalah yang berjudul Kaitan Filsafat Ilmu dengan Sastra menjelaskan tentang hakikat filsafat dan hakikat sastra serta kaitan antara filsafat ilmu itu sendiri dengan sastra.
            Penulis sadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk mendukung perbaikan buku ini. Walaupun begitu mudah-mudahan buku ini mampu memberikan wawasan dan pengetahuan kepada pembacanya.

Bandung, 28 Oktober 2014


                                                                                                Penulis





BAB I
PENDAHULUAN

2.1.Latar Belakang
Sebelum beranjak kearea kaitan filsafat ilmu dengan sastra alangkah lebih baiknya kalau kita sedikit membahas apa yang disebut dengan ilmu. Karena seperti yang kita tahu bahwa bahasan pada mata kuliah ini yaitu tentang segelintir hakikat ilmu dan berbagai asumsi tentang ilmu.
Adapun yang dimaksud dengan ilmu dari beberapa sumber yang penulis baca, yaitu menurut KBBI (1995: 544) ilmu merupakan pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis menurut metode-metode tertentu yang dapat dipergunakan untuk menjelaskan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Sementara itu, Komarudin (1985: 39-40) menjelaskan bahwa ilmu adalah kumpulan pengetahuan hasil penelitian dengan menggunakan metode penelitian dan pengembangan yang memberikan pemhaman dan informasi tentang gejala-gejala alam dan sosial, serta ilmu juga menjawab pertanyaan “mengapa” terjadi hubungan sebab-akibat. Jadi bisa diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan ilmu yaitu pengetahuan dari segi bidang tertentu dengan memperlajari dan menjawab pertanyaan dari setiap bidang tersebut.
Salah satu ilmu yang sering diperdebatkan yaitu filsafat. Beberapa orang mungkin tidak menyukai filsafat karena pemikirannya yang terlalu mendalam. Namun bagi orang kritis, hal ini menjadi daya tarik tersendiri dan menarik untuk dibahas. Selain filsafat ada satu lagi ilmu yang sering menjadi timbulnya pendapat-pendapat yang tak sedikit saling bertentangan, yaitu sastra. Karena tak sedikit orang yang menafsirkan sastra, jadi kemungkinan beda pendapat sangatlah mungkin terjadi. Pada tulisan kali ini, penulis akan sedikit memaparkan tentang filsafat ilmu dan karya sastra
2.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, penulis membuat beberapa rumusan masalah, diantaranya:
1.      Bagaimana hakikat filsafat?
2.      Bagaimana hakikat sastra?
3.      Apa hubungan antara filsafat dan sastra?

2.3.Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui hakikat filsafat.
2.      Untuk mengetahui hakikat sastra.
3.      Untuk mengetahui hubungan filsafat dan sastra.











BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Hakikat Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu philos dan Sophos. Philia mempunyai arti senang, teman dan cinta. Sedangkan Sophos mempunyai arti kebenaran, keadilan dan bijaksana. Secara etimologis filsafat mempunyai arti cinta kebenaran atau cinta kebijaksanaan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:277), filsafat dapat didefinisikan sebagai berikut:
1.      Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya.
2.       Teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan.
3.      Ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistimologi.
4.      Falsafah.

2.2.Hakikat Sastra
Sastra sering dikatakan sebagai ‘tulisan yang indah’, juga dikatakan sebagai ‘pembentuk budi pekerti’. Perkataan ini banyak mengacu pada Horace, yakni utile et dulce yang memberikan penegasan bahwa sastra sebagai karya yang indah dan bermanfaat bagi pembaca. Masyarakat yang melakukan pembacaan terhadap karya sastra akan mendapatkan kesenangan dari tulisan yang indah dan mengharukan, juga mendapatkan pengetahuan-pengetahuan yang tidak pernah disadari keberadaannya di sekeliling. Selain itu sastra juga sangat berkaitan dengan istilah ‘filologi’. Filologi sebagai kajian budaya mencakup sastra, bahasa, seni, politik, agama, dan adat istiadat.
Sastra memang bisa dikatakan sebagai hasil kreativitas pengarang, namun untuk memahami sastra tersebut dibutuhkan ilmu mengenai sastra itu sendiri. Sastra tidak hanya menampilkan rekaan untuk menghibur, disamping hal tersebut juga terdapat sisi ‘tanda’ yang terwujud dalam karya sastra tersebut. Tanda itu terkait dengan gejala sosial yang secara sadar ataupun tidak sadar mewujud pada teks sastra. Satra sebagai hasil kreativitas merepresentasikan ‘gejala sosial’ yang dicermati oleh sastrawan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hakikat karya sastra yang menampilkan sisi universal sekaligus khusus merupakan perkembangan dari konsep pemahaman terhadap sastra itu sendiri. Sastra yang terus mengalami perubahan menjadikan teori-teori yang pernah dituliskan pada masa dulu menuntut untuk terus diperbaharui. Hanya saja, teori-teori yang agung dan diungkapkan dengan kecermatan masih dipertahankan karena adanya keselarsan dengan zaman. Hakikat karya sastra yang terus mengalami perubahan perlu dicermati pada keterhubungan antarilmu sastra. Hubungan antarilmu tersebut merupakan pengetahuan untuk memasuki dunia sastra yang penuh dengan tanda. Untuk memahami hakikat karya sastra, perlu terlebih dahulu memahami cabang-cabang ilmu sastra dan hubungannya sebagai elemen yang saling mengisi dan mentransformasikan sisi-sisi sastra yang terus mengalami perubahan.

2.3. Hubungan antara Filsafat dengan Sastra
Sastra dan filsafat merupakan sesuatu yang berdampingan dan saling melengkapi. Dimana sastra sama-sama mebicarakan dunia manusia. Demikian juga filsafat menekankan pada usaha untuk mempertanyakan dan hakikat keberadaan manusia. Jika dilihat dua disiplin ilmu ini memiliki objek yang sama yaitu manusia. filsafat akan bermakna dalam sastra kalau sastra diisi dengan nilai-nilai, karena filsafat merupakan hasil perenungan manusia untuk menemukan jatidirinya. Jadi disini sastra berfungsi mengkomunikasikan nilai-nilai tersebut sedemikian rupa berdasarkan karaker sastra. Sastra mengandung unsur hiburan sehingga nikmat dibaca. Keuntungan filsafat dengan sastra yaitu pemikiran kefilsafatan jadi tidak terasa. Sastra tidak menggurui, sangat  brbeda dengan filsafat yang murni.
Jika sastra dan filsafat bekerja sama maka keduanya akan mendapat keuntungan jadi sastra tidak kering dari nilai-nilai kehidupan. Objek dari filsafat realitas kehidupan yang penuh makna atau pemaknaan terhadap kehidupan itu sendiri. Sastra akan lebih berisi tidak hanya hasil khayalan tanpa bobot tapi menjadi rekayasa bahasa sehingga mengandung nilai edukatif yang mengandung nilai kehidupan. Sastra dan filsafat bisa membawa kehidupan sosial lebih bermakna.
Seperti yang telah dipahami dari beberapa pertemuan, syarat-syarat sesuatu itu dapat digolongkan menjadi ilmu harus memiliki ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dan dibawah ini akan dipaparkan beberapa penjelasan mengenai hal tersebut.

a.      Ontologi Sastra
Seperti yang penulis pahami bahwa yang dimaksud dengan ontologi yaitu hakikat. Adapun hakikat dari sastra itu sendiri menurut penulis yaitu sastra sebagai bahasa, sastra  sebagai seni, sastra sebagai komunikasi, sastra sebagai simbol dan yang terakhir sastra sebagai hiburan.
Hakikat tersebut akan penulis uraikan dalam sub-bab selanjutnya. Yaitu dalam epistemologi sastra.
b.      Epistemologi Sastra
Berdasarkan lima ontologi sastra tersebut, maka epistemologi sastra itu bergantung dari ontologi yang dipahami. Ambil contoh misalkan sastra sebagai seni, maka epistemologi dari ontologi tersebut yaitu ilmu-ilmu kesenian.  Begitupun dengan ontologi sastra sebagai bahasa, maka epistemologinya adalah ilmu-ilmu kebahasaan seperti semantik, morfologi, syntax dan sebagainya. Sastra sebagai alat komunikasi maka epistemologinya yaitu ilmu-ilmu komunikasi yaitu ilmu komunikasi. Sastra sebagai simbol maka epistemologinya yaitu ilmu-ilmu tentang simbol seperti semiotik, dan yang terakhir yaitu sastra sebagai hiburan maka epistemologinya yaitu kajian kebudayaan populer.
Kombinasi dari kelima ontologi tersebut melahirkan epistemologi sastra yang sudah sering kita gunakan selama ini seperti strukturalisme, mimesis, pragmatik dan lainnya.
Maka dari itu sastra dapat dikatakan sebagai ilmu karena mempunyai ontologi yang telah dijelaskan diatas. Ada beberapa point yang penulis susun untuk menjelaskan bahwa sastra dapat dikatakan sebagai ilmu bila memiliki syarat, yang ke (1). Karya sastra harus mencerminkan estetika, (2) Sastra harus mampu membimbing peradaban manusia kearah yang lebih baik, (3) Sastra harus mampu memberi solusi terhadap persoalan-persoalan masyarakat, (4) Sastra mampu memberikan hiburan kepada penikmatnya.
Seperti contoh, puisi. Puisi menggunakan bahasa konotatif untuk memberikan estetika di dalam isi puisi tersebut. Selain itu dalam setiap puisi biasanya menyimpat pesan tersembunyi yang ditujukan biasanya untuk sosial ataupun hal lain. Karena seperti yang telah dijelaskan tadi bahwa sastra juga harus berkomunikasi untuk memberikan solusi menuju peradaban yang lebih baik.







BAB III
KESIMPULAN
Pada tulisan ini, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa filsafat dan sastra tidak bisa dipisahkan begitu saja. Karena kedua ilmu ini saling mendukung pada kualitas satu sama lain. Filsafat mampu memberikan nilai pada sastra yang bertujuan supaya sastra tidak kering akan nilai-nilai.

Referensi
Komarudin. 1995. Kamus Istilah Skripsi dan Tesis. Bandung: Angkasa.
Kamus Umum Bahasa Indonesia. 1995.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar