EKSISTENSIALISME
MANUSIA DALAM MEMPEROLEH PENGETAHUAN
(Objek studi pada karakter
Ikal dalam novel Edensor)
oleh:
Ninda
Martiyani
Mahasiswa
Sastra Inggris Semester 7
“ No man’s knowledge here
can go beyond his experience”
–John Locke -
ABSTRACT
Penelitian ini berjudul Eksistesialisme
Manusia Dalam Memperoleh Pengetahuan (Objek Studi pada karakter Ikal dalam
Edensor). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses-proses karakter
Ikal dalam novel berjudul Edensor yang ditulis oleh Andrea Hirata, dalam
kehidupannya mendapatkan pengetahuan. Cara dan sumber pengetahuan yang didapatkan
tokoh Ikal tersebut yang tercermin dalam salah satu novel tetralogi Andrea
Hirata, Edensor ini akan ditinjau dan dikupas dengan teori dari filsafat ilmu
mengenai asal dan sumber pengetahuan. Penelitian ini bertujuan menujukkan bahwa
pengetahuan diperoleh salah satunya dari pengalaman dan rasionalisme. Penelitian
ini menunjukkan bahwa karakter Ikal adalah wakil gambaran dari manusia dalam memperoleh
pengetahuan secara empirical.
Kata Kunci: Sumber Pengetahuan, Karakter Ikal, Empirisme
I.
PENDAHULUAN
Karya
sastra memiliki hubungan intim dengan filsafat. Ianya sama-sama memungut
realitas sebagai sumber inspirasi. Menurut Mudji Sutrisno, perbedaanya terletak
pada metodologi yang digunakan. Sastra merupakan ziarah penjelajahan seluruh
realitas tanpa pretense membuat rumusan sistematis, sedangkan filsafat tampil
sebagai refleksi atas ziarah dimaksud secara sistematis. Pada titik ini,
filsafat mengambil sastra sebagai bahan bakunya. Mochtar Lubis memberi pedapat
bahwa sastra berbicara tentang manusia dan masyarakat. Filsafat juga berbicara
tentang manusia.
Dipandang dari sudut eksistensialis, penggambaran yang tampak dari karakter Ikal dapat dianggap
sebagai upaya perumusan dan pencarian jati diri, bagaimana semestinya manusia
eksis. Fakta bahwa manusia merupakan makhluk
yang berakal budi dapat berelasi denga keberadaannya dalam sejauh mana mewujudkan
nilai-nilai yang ia dapatkan. Semua nilai yang didapatkan manusia dalam
menjalani hidupya, berasal dari sesuatu yang ia tahu, yakni pengetahuan. Pengetahuan manusia
dimulai dari rasa ingin tahu manusia itu sendiri. Rasa ingin tahu ini sudah
dimiliki manusia sejak kecil. Banyak cara untuk memuaskan rasa ingin tahu
manusia. Ada beberapa sumber pengetahuan yang
didapatkan oleh manusia. Dalam penelitian ini, karakter ikal menjadi objek yang
dapat menunjukkan bagaimana manusia mendapatkan pengetahuan dari berbagai
sumbernya.
Edensor
adalah buku ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Dalam
Edesor, karakter utama Ikal, menungkapkan kisah ironi menjadi parodi dan menertawakan kesedihan dengan balutan
pandangan intelegensia tentang culture
shock ketika kedua tokoh utama tersebut yang berasal dari pedalaman mendapatkan kesempatan studi di Eropa. Hal tersebut dapat berkaitan
dengan bagaimana seorang anak manusia dalam keberadaanya di dunia ini dapat menjalani
hidup dengan akal budianya. Akal budi untuk berpikir dan semua pengetahuannya
didapatkan dalam proses kehidupannya. Atas dasar pemikiran di atas, penulis hendak mengkaji
lebih jauh mengenai permasalahan
tersebut dengan mengadakan
penelitian mengenai bagaimana manusia mendapatkan
pengetahuan untuk keberadaan dirinya, dengan menggunakan teori sumber
pengetahuan menurut filsafat ilmu, dengan diaplikasikan pada objek karakter
Ikal dalam novel Edesor. Tulisan ini berjudul Eksistensialisme
Manusia dalam Memperoleh Pengetahuan (Objek studi pada karakter Ikal dalam
Edensor)
II.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
pemaparan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah
bagaimana manusia memperoleh pengetahuan, dengan objek penelitiannya adalah
karakter Ikal yang berada dalam novel tetralogi dari Andrea Hirata berjudul
Edensor. Namun, dalam penelitian ini tidak akan membahas banyak sumber.
Penelitian ini hanya akan menunjukkan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan
lewat empirisme/pengalaman. Maka teori yang ditekankan adalah satu aliran yaitu
empirisme saja.
III.
LANDASAN TEORI
Epistemologi merupakan cabang filsafat
yang membicarakan mengenai sumber-sumber, karakteristik, sifat dan kebenaran
pengetahuan. Pengetahuan itu diperoleh manusia melalui berbagai cara dan
menggunakan sebagai alat. Ahmad Tafsir dalam bukunya menyebutkan ada beberapa
aliran yang mengkaji tentang cara memperoleh pengetahuan tersebut, antara lain:
1.
Aliran Empirisme
Kata
empiris ini berasal dari kata Yunani ‘emperikos’ yang berarti pengalaman.
Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman indrawi. John Lock mengemukakan
bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, namun karena
pengalamanlah ia memperoleh pengetahuan.
2.
Aliran Rasionalisme
Aliran
ini mengajarkan bahwa melalui akalnya manusia dapat memperoleh pengetahuan.
3.
Aliran positivism
Tokoh
yang tergolong positivisme ini adalah August Comte. Ia berpendapat bahwa indera
itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan
alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Positivisme digunakan untuk
merumuskan pengertian social dengan penjelasan ilmiah, prediksi dan control
social seperti yang dipraktekan pada fisika, kimia, biologi.
4.
Kritisisme
IV.
PEMBAHASAN
Pengetahuan manusia dimulai dari rasa
ingin tahu manusia itu sendiri. Rasa ingin tahu ini sudah dimiliki manusia
sejak kecil. Banyak cara untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia. Anak yang
belum dapat bertanya senang mencoba-coba hal yang tidak diketahuinya. Rasa
ingin tahu tersebut akan terpuaskan bila diperoleh pengetahuan yang dia
pertanyakan dengan hal yang benar. Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia
terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang
dihadapinya, hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.
Pengetahuan menurut Soejono Soemargo (1983) dapat dibagi atas pengetahua ilmiah
da non ilmiah. Pengetahuan non-ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan
menggunakan cara-cara tidak termasuk dalam kategori metode ilmiah. Secara umum,
pengetahuan non ilmiah ialah segenap hasil pemahaman-pemahaman manusia atas sesuatu
atau objek tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini yang cocok
adalah pengindraan. Disamping itu juga termasuk hasil pemikiran akali. Salah
satu sumber pengetahuan adalah empiris (pengalaman). Dalam novel ini bagaimana
manusia memperoleh pengetahuan dari pengalaman ditujukkan pada saat Ikal
memiliki pengalaman dengan seorang bernama Weh sewaktu ia kecil:
“Banyak orang yang panjang pengalamannya tapi tak kunjung
belajar, namun tak jarang pengalaman yang pendek mencerahkan sepanjang hidup.
Pengalaman semacam ini bak mutiara dalam hidupku adalah lelaki yang mengutuki
hidupnya sendiri, namanya Weh. …..Aku telah menjadi navigator alam. Weh yang
mengajariku mengeja bintang. …Weh orang pertama yang mengajariku mengenali
diriku sendiri.”
(Hirata, Edensor, 9-11)
Irisan
kutipan diatas ialah bagian dari potongan cerita dalam Edensor. Episode ini
terjadi pada saat Ikal menceritakan pengalamnnya bersama Weh yang mengajarkan
dirinya melaut dan membaca alam dan membaca langit dengan pelajaran mengeja bintang-bintang.
Hal ini menunjukkan bahwa sumber pengetahuan salah satunya adalah dari alam.
Kemudian lagi pengetahuan yang Ikal dapatkan berasal dari pengalamannya. Kasus
ini, dalam filsafat disebut dengan pengetahuan aposteriori, yakni pengetahuan
yang terjadi karena adanya pengalaman. Pengalaman Jhon Hospoy dalam bukunya An
Introduction to Philosophical Analysis mengemukakan enam alat untuk memperoleh
pengetahuan yaitu pengalaman indra, nalar, otoritas, intuisi, wahyu dan
keyakinan. Pada kutipan diatas Ikal memahami pengetahuan baru dari Weh dengan
pengalaman indranya dan proses berpikir nalar. Dalam hal ini juga menunjukkan
bahwa sumber pengetahuan adalah empiris/pengalaman. Dengan pengalamannya
tersebut manusia akan mendapatkan pengetahuan. Ada dua pokok untuk memperoleh
pengetahuan yaitu empiris dan rasionalisme. Empiris adalah pengetahuan yang
disuse berdasarkan pengalaman. Bagi kaum rasional berpendapat pengalaman
manusia diperoleh melalui penalaran rasional yang abstrak, namun diperoleh
melalui pengalaman yang kongkrit.
“Kawan.
itulah contoh efisiesi Skandinavia. Tak heran bangsa Viking berulang kali
menindas bangsa-bangsa lain di Eropa. Sementara kami menciut di belakang Erika.
Tak heran bangsa kita tertindas selama tiga ratus lima puluh tahun.” (Hirata,
Edensor, 73)
Pengetahuan adalah sebagai suatu
pembentukkan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami
reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Dalam pengertian lain,
pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui
pengamatan akal budinya untuk mengenali kejadian tertentu. Salah satu cara
memperoleh pegetahuan adalah prasangka. Prasangka adalah sesuatu kemungkinan
atau dugaan terhadap sesuatu yag belum tentu benar. Sementara menurut Carles Price
ada empat cara memperoleh pengetahuan, diantaranya adalah percaya. Maksudnya,
seseorang akan mendapat pengetahuan karena ia percaya pada hal tersebut benar.
Penggalan kutipan diatas, sebenarnya juga dapat dikategorikan sebagai
pengetahuan yang didapat Ikal dari proses pengalamannya. Pengalaman tersebut
dialaminya dan ditangkap oleh inderanya. Kemudian ia memiliki prasangka
terhadap dugaan sesuatu yang belum tetu benar. Namun yang ia tangkap melalui
inderanya, pengalaman yang ia lihat menjadi sebuah pengetahuan baru bagi
dirinya. Ia mendapatkan pengetahuan tentang efisiensi Skandinavia dengan
pengalamannya yang baru dilaluinya. Selain itu, pada kutipan
“..baru
sehari yang lalu di Belitong kami bermandi panas tiga puluh Sembilan derajat,
kini kami menghadapi suhu yang bisa jatuh sampai minus. ….tubuh gemetar tak
terkendali seakan mengguncang-guncang. Dingin menyengatku…” (Hirata, Edensor,
63)
Dari potongan kutipan diatas, Ikal
mengenal panas dan dinginnya salju. Ia mengenal bagaimana salju itu dingin
karena ia menangkap pernyataan tersebut langsung dengan inderawinya. Demikian
proses pemerolehan pengetahuan yang didapat manusia. Pengalaman yang didapatnya
tersebut dideteksi oleh inderanya dan kemudian ia memiliki sebuah pegetahuan.
Sekali lagi bahwa sumbernya salah satunya adalah pengalaman. Seperti tergambar
dalam novel Edensor dimana Ikal mendapat pengetahuan baru dari pengalamannya. Ia
melihat semua pegalamannya dengan proses indrawi bahwa ia medapatkan pegetahuan
demikianlah tetang efisiensi Skandinavia, kemudian dinginnya salju, panasnya
terik matahari. Sama halnya dengan
seseorang yang mengetahui api itu panas setelah ia memiliki pengalaman bahwa ia
penah merasakan panasnya api lewat indrawinya. Ini juga apa yang dimaksudkan
bahwa tidak ada satupun yang dapat masuk ke dalam akal tanpa ditangkap oleh
indera. Jadi pengalaman indera merupakan sumber pengetahuan yang didapat dari
penginderaan.
V.
KESIMPULAN
Sumber pengetahuan yang didapat manusia
adalah dari pegalaman dalam proses hidupnya. Kegunaan pegetahuan tersebut
adalah untuk mencari kebenaran dan untuk mencapai kebahagiaan. Dalam kehidupan
manusia, tampaknya penginderaan adalah saslah satu untuk mengenali segala objek
yang ada di luar diri manusia. Bahwa juga manusia itu pada mulanya kosong dari
pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia
memiliki pengetahuan. Mula- mula tangkapan indera yang masuk itu sederhana,
lama-lama sulit, lalu tersusunlah pengetahuan berarti, bagaimanapun kompleks
(sulit)-nya pengetahuan manusia, ia selalu dapat dicari ujungnya pada
pengalaman indera. Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera bukan
pengetahuan yang benar. Pengetahuan
manusia itu bukan didapatkan lewat penalaran rasional yang bersifat abstrak,
tetapi lewat fakta/pengalaman yang konkrit. Gejala-gejala alamiah
menurut kaum empiris ini, adalah bersifat konkrit dan dapat dinyatakan
lewat tangkapan panca-indera manusia. Jadi menurut empirisme,
pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.
Masalah
utama yang timbul dalam penyusunan pengetahuan secara empiris ini, adalah bahwa
pengetahuan yang dikumpulkan itu juga cenderung untuk menjadi suatu kumpulan
fakta-fakta. Kumpulan tersebut belum tentu bersifat konsisten, dan
mungkin saja terdapat hal-hal yang bersifat kontradiktif. Suatu kumpulan
mengenai fakta, atau kaitan mengenai berbagai fakta, belum menjamin terwujudnya
suatu sistem pengetahuan yang sistematis. Demikian bagaimana tokoh Ikal adalah
manusia yang memperoleh pengetahuan lewat pengalaman yang ditangkap melalui
indranya.
VI.
DAFTAR RUJUKAN
Darana,
Nandang. 2010. (Membaca) Sastra dan
Filsafat: Upaya Memungut Realitas dan Penegasan Eksistensi, dalam www. kompasiana.com,
diuduh 9 Oktober 2014.
Hirata, Andrea. 2008. Edensor. Yogyakarta: Bentang
Surajiyo.
Filsafat ilmu dan perkembangannya di
Indonesia. Bumi Aksara
Suriasumantri,
Jujun. Filsafat Ilmu sebuah pengantar
populer. Pustaka Sinar Harapan
Soemargo,
Soejono. Pengantar Filsafat (terj.).
Yogyakarta: Tiara Wacana
Tafsir,
Ahmad. 2009. Filsafat umum akal dan hati sejak thales sampai capra. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar