Kamis, 30 Oktober 2014

Ninda M



EKSISTENSIALISME MANUSIA DALAM MEMPEROLEH PENGETAHUAN
(Objek studi pada karakter Ikal dalam novel Edensor)


oleh:
Ninda Martiyani
Mahasiswa Sastra Inggris Semester 7


“ No man’s knowledge here
can go beyond his experience”
–John Locke -



ABSTRACT
Penelitian ini berjudul Eksistesialisme Manusia Dalam Memperoleh Pengetahuan (Objek Studi pada karakter Ikal dalam Edensor). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses-proses karakter Ikal dalam novel berjudul Edensor yang ditulis oleh Andrea Hirata, dalam kehidupannya mendapatkan pengetahuan. Cara dan sumber pengetahuan yang didapatkan tokoh Ikal tersebut yang tercermin dalam salah satu novel tetralogi Andrea Hirata, Edensor ini akan ditinjau dan dikupas dengan teori dari filsafat ilmu mengenai asal dan sumber pengetahuan. Penelitian ini bertujuan menujukkan bahwa pengetahuan diperoleh salah satunya dari pengalaman dan rasionalisme. Penelitian ini menunjukkan bahwa karakter Ikal adalah wakil gambaran dari manusia dalam memperoleh pengetahuan secara empirical.

Kata Kunci: Sumber Pengetahuan, Karakter Ikal, Empirisme


I.                   PENDAHULUAN

Karya sastra memiliki hubungan intim dengan filsafat. Ianya sama-sama memungut realitas sebagai sumber inspirasi. Menurut Mudji Sutrisno, perbedaanya terletak pada metodologi yang digunakan. Sastra merupakan ziarah penjelajahan seluruh realitas tanpa pretense membuat rumusan sistematis, sedangkan filsafat tampil sebagai refleksi atas ziarah dimaksud secara sistematis. Pada titik ini, filsafat mengambil sastra sebagai bahan bakunya. Mochtar Lubis memberi pedapat bahwa sastra berbicara tentang manusia dan masyarakat. Filsafat juga berbicara tentang manusia.   
Dipandang dari sudut eksistensialis, penggambaran yang tampak dari karakter Ikal dapat dianggap sebagai upaya perumusan dan pencarian jati diri, bagaimana semestinya manusia eksis. Fakta bahwa manusia merupakan makhluk yang berakal budi dapat berelasi denga keberadaannya dalam sejauh mana mewujudkan nilai-nilai yang ia dapatkan. Semua nilai yang didapatkan manusia dalam menjalani hidupya, berasal dari sesuatu yang ia tahu, yakni pengetahuan. Pengetahuan manusia dimulai dari rasa ingin tahu manusia itu sendiri. Rasa ingin tahu ini sudah dimiliki manusia sejak kecil. Banyak cara untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia. Ada beberapa sumber pengetahuan yang didapatkan oleh manusia. Dalam penelitian ini, karakter ikal menjadi objek yang dapat menunjukkan bagaimana manusia mendapatkan pengetahuan dari berbagai sumbernya.
Edensor adalah buku ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Dalam Edesor, karakter utama Ikal, menungkapkan kisah ironi menjadi parodi dan menertawakan kesedihan dengan balutan pandangan intelegensia tentang culture shock ketika kedua tokoh utama tersebut yang berasal dari pedalaman mendapatkan kesempatan studi di Eropa. Hal tersebut dapat berkaitan dengan bagaimana seorang anak manusia dalam keberadaanya di dunia ini dapat menjalani hidup dengan akal budianya. Akal budi untuk berpikir dan semua pengetahuannya didapatkan dalam proses kehidupannya. Atas dasar pemikiran di atas, penulis hendak mengkaji lebih jauh mengenai permasalahan tersebut dengan mengadakan penelitian mengenai bagaimana manusia mendapatkan pengetahuan untuk keberadaan dirinya, dengan menggunakan teori sumber pengetahuan menurut filsafat ilmu, dengan diaplikasikan pada objek karakter Ikal dalam novel Edesor. Tulisan ini berjudul Eksistensialisme Manusia dalam Memperoleh Pengetahuan (Objek studi pada karakter Ikal dalam Edensor)


II.               RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana manusia memperoleh pengetahuan, dengan objek penelitiannya adalah karakter Ikal yang berada dalam novel tetralogi dari Andrea Hirata berjudul Edensor. Namun, dalam penelitian ini tidak akan membahas banyak sumber. Penelitian ini hanya akan menunjukkan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan lewat empirisme/pengalaman. Maka teori yang ditekankan adalah satu aliran yaitu empirisme saja.


III.            LANDASAN TEORI

Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membicarakan mengenai sumber-sumber, karakteristik, sifat dan kebenaran pengetahuan. Pengetahuan itu diperoleh manusia melalui berbagai cara dan menggunakan sebagai alat. Ahmad Tafsir dalam bukunya menyebutkan ada beberapa aliran yang mengkaji tentang cara memperoleh pengetahuan tersebut, antara lain:
1.      Aliran Empirisme
Kata empiris ini berasal dari kata Yunani ‘emperikos’ yang berarti pengalaman. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman indrawi. John Lock mengemukakan bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, namun karena pengalamanlah ia memperoleh pengetahuan.
2.      Aliran Rasionalisme
Aliran ini mengajarkan bahwa melalui akalnya manusia dapat memperoleh pengetahuan.
3.      Aliran positivism
Tokoh yang tergolong positivisme ini adalah August Comte. Ia berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Positivisme digunakan untuk merumuskan pengertian social dengan penjelasan ilmiah, prediksi dan control social seperti yang dipraktekan pada fisika, kimia, biologi.
4.      Kritisisme



IV.             PEMBAHASAN

Pengetahuan manusia dimulai dari rasa ingin tahu manusia itu sendiri. Rasa ingin tahu ini sudah dimiliki manusia sejak kecil. Banyak cara untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia. Anak yang belum dapat bertanya senang mencoba-coba hal yang tidak diketahuinya. Rasa ingin tahu tersebut akan terpuaskan bila diperoleh pengetahuan yang dia pertanyakan dengan hal yang benar. Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya, hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan menurut Soejono Soemargo (1983) dapat dibagi atas pengetahua ilmiah da non ilmiah. Pengetahuan non-ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan cara-cara tidak termasuk dalam kategori metode ilmiah. Secara umum, pengetahuan non ilmiah ialah segenap hasil pemahaman-pemahaman manusia atas sesuatu atau objek tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini yang cocok adalah pengindraan. Disamping itu juga termasuk hasil pemikiran akali. Salah satu sumber pengetahuan adalah empiris (pengalaman). Dalam novel ini bagaimana manusia memperoleh pengetahuan dari pengalaman ditujukkan pada saat Ikal memiliki pengalaman dengan seorang bernama Weh sewaktu ia kecil:

“Banyak orang yang panjang pengalamannya tapi tak kunjung belajar, namun tak jarang pengalaman yang pendek mencerahkan sepanjang hidup. Pengalaman semacam ini bak mutiara dalam hidupku adalah lelaki yang mengutuki hidupnya sendiri, namanya Weh. …..Aku telah menjadi navigator alam. Weh yang mengajariku mengeja bintang. …Weh orang pertama yang mengajariku mengenali diriku sendiri.”
(Hirata, Edensor, 9-11)
Irisan kutipan diatas ialah bagian dari potongan cerita dalam Edensor. Episode ini terjadi pada saat Ikal menceritakan pengalamnnya bersama Weh yang mengajarkan dirinya melaut dan membaca alam dan membaca langit dengan pelajaran mengeja bintang-bintang. Hal ini menunjukkan bahwa sumber pengetahuan salah satunya adalah dari alam. Kemudian lagi pengetahuan yang Ikal dapatkan berasal dari pengalamannya. Kasus ini, dalam filsafat disebut dengan pengetahuan aposteriori, yakni pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman. Pengalaman Jhon Hospoy dalam bukunya An Introduction to Philosophical Analysis mengemukakan enam alat untuk memperoleh pengetahuan yaitu pengalaman indra, nalar, otoritas, intuisi, wahyu dan keyakinan. Pada kutipan diatas Ikal memahami pengetahuan baru dari Weh dengan pengalaman indranya dan proses berpikir nalar. Dalam hal ini juga menunjukkan bahwa sumber pengetahuan adalah empiris/pengalaman. Dengan pengalamannya tersebut manusia akan mendapatkan pengetahuan. Ada dua pokok untuk memperoleh pengetahuan yaitu empiris dan rasionalisme. Empiris adalah pengetahuan yang disuse berdasarkan pengalaman. Bagi kaum rasional berpendapat pengalaman manusia diperoleh melalui penalaran rasional yang abstrak, namun diperoleh melalui pengalaman yang kongkrit.
“Kawan. itulah contoh efisiesi Skandinavia. Tak heran bangsa Viking berulang kali menindas bangsa-bangsa lain di Eropa. Sementara kami menciut di belakang Erika. Tak heran bangsa kita tertindas selama tiga ratus lima puluh tahun.” (Hirata, Edensor, 73)
Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukkan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal budinya untuk mengenali kejadian tertentu. Salah satu cara memperoleh pegetahuan adalah prasangka. Prasangka adalah sesuatu kemungkinan atau dugaan terhadap sesuatu yag belum tentu benar. Sementara menurut Carles Price ada empat cara memperoleh pengetahuan, diantaranya adalah percaya. Maksudnya, seseorang akan mendapat pengetahuan karena ia percaya pada hal tersebut benar. Penggalan kutipan diatas, sebenarnya juga dapat dikategorikan sebagai pengetahuan yang didapat Ikal dari proses pengalamannya. Pengalaman tersebut dialaminya dan ditangkap oleh inderanya. Kemudian ia memiliki prasangka terhadap dugaan sesuatu yang belum tetu benar. Namun yang ia tangkap melalui inderanya, pengalaman yang ia lihat menjadi sebuah pengetahuan baru bagi dirinya. Ia mendapatkan pengetahuan tentang efisiensi Skandinavia dengan pengalamannya yang baru dilaluinya. Selain itu, pada kutipan
“..baru sehari yang lalu di Belitong kami bermandi panas tiga puluh Sembilan derajat, kini kami menghadapi suhu yang bisa jatuh sampai minus. ….tubuh gemetar tak terkendali seakan mengguncang-guncang. Dingin menyengatku…” (Hirata, Edensor, 63)
Dari potongan kutipan diatas, Ikal mengenal panas dan dinginnya salju. Ia mengenal bagaimana salju itu dingin karena ia menangkap pernyataan tersebut langsung dengan inderawinya. Demikian proses pemerolehan pengetahuan yang didapat manusia. Pengalaman yang didapatnya tersebut dideteksi oleh inderanya dan kemudian ia memiliki sebuah pegetahuan. Sekali lagi bahwa sumbernya salah satunya adalah pengalaman. Seperti tergambar dalam novel Edensor dimana Ikal mendapat pengetahuan baru dari pengalamannya. Ia melihat semua pegalamannya dengan proses indrawi bahwa ia medapatkan pegetahuan demikianlah tetang efisiensi Skandinavia, kemudian dinginnya salju, panasnya terik matahari.  Sama halnya dengan seseorang yang mengetahui api itu panas setelah ia memiliki pengalaman bahwa ia penah merasakan panasnya api lewat indrawinya. Ini juga apa yang dimaksudkan bahwa tidak ada satupun yang dapat masuk ke dalam akal tanpa ditangkap oleh indera. Jadi pengalaman indera merupakan sumber pengetahuan yang didapat dari penginderaan.



V.                 KESIMPULAN

Sumber pengetahuan yang didapat manusia adalah dari pegalaman dalam proses hidupnya. Kegunaan pegetahuan tersebut adalah untuk mencari kebenaran dan untuk mencapai kebahagiaan. Dalam kehidupan manusia, tampaknya penginderaan adalah saslah satu untuk mengenali segala objek yang ada di luar diri manusia. Bahwa juga manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Mula- mula tangkapan indera yang masuk itu sederhana, lama-lama sulit, lalu tersusunlah pengetahuan berarti, bagaimanapun kompleks (sulit)-nya pengetahuan manusia, ia selalu dapat dicari ujungnya pada pengalaman indera. Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera bukan pengetahuan yang benar.  Pengetahuan manusia itu bukan didapatkan lewat penalaran rasional yang bersifat abstrak, tetapi lewat fakta/pengalaman yang konkrit. Gejala-gejala alamiah menurut kaum empiris ini, adalah bersifat konkrit dan dapat dinyatakan lewat tangkapan panca-indera manusia. Jadi menurut empirisme, pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar. 
Masalah utama yang timbul dalam penyusunan pengetahuan secara empiris ini, adalah bahwa pengetahuan yang dikumpulkan itu juga cenderung untuk menjadi suatu kumpulan fakta-fakta. Kumpulan tersebut belum tentu bersifat konsisten, dan mungkin saja terdapat hal-hal yang bersifat kontradiktif. Suatu kumpulan mengenai fakta, atau kaitan mengenai berbagai fakta, belum menjamin terwujudnya suatu sistem pengetahuan yang sistematis. Demikian bagaimana tokoh Ikal adalah manusia yang memperoleh pengetahuan lewat pengalaman yang ditangkap melalui indranya.

VI.             DAFTAR RUJUKAN

Darana, Nandang. 2010. (Membaca) Sastra dan Filsafat: Upaya Memungut Realitas dan Penegasan Eksistensi, dalam www. kompasiana.com, diuduh 9 Oktober 2014.
Hirata, Andrea. 2008. Edensor. Yogyakarta: Bentang
Surajiyo. Filsafat ilmu dan perkembangannya di Indonesia. Bumi Aksara
Suriasumantri, Jujun. Filsafat Ilmu sebuah pengantar populer. Pustaka Sinar Harapan
Soemargo, Soejono. Pengantar Filsafat (terj.). Yogyakarta: Tiara Wacana
Tafsir, Ahmad. 2009. Filsafat umum akal dan hati sejak thales sampai capra. Bandung:  Remaja Rosdakarya  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar